【 Fantasy - Romance 】
Umji kira ia akan mati muda, namun ia malah bereinkarnasi di tubuh seorang Duchess yang sangat membutuhkan pertolongannya.
"Jadi, apa kau siap?"
"Oke, aku siap. Sangat siap! Hahahaha!"
Umji memberikan senyum manis kepada wanita...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Well, selamat membaca :)
Disuatu tempat, tampaklah seorang wanita yang sedang tertidur pulas, dengan beberapa pelayan yang sedang menemaninya. Wajahnya sangat lembut dan bersinar walaupun sedang tertidur.
"Nyonya, bangunlah!" teriak salah satu pelayan yang sudah ketakutan karena majikannya terbaring lelap di hadapannya.
"Apa sebaiknya kita panggil tabib saja? Nyonya sudah tidak sadarkan diri sejak sepuluh jam yang lalu," ucap pelayan lain yang juga merasa panik terhadap majikannya.
Karena ucapan-ucapan para pelayan yang terlalu keras, membuat sang wanita yang masih tidur tersebut menjadi terbangun.
Perlahan, ia mengerjapkan matanya untuk melihat sekeliling.
Wanita tersebut mendesis kecil, kemudian mencoba untuk memegang kepalanya yang masih sakit.
"Nam Gil sialan," gumamnya pelan, hampir seperti bisikan.
Sementara itu, keempat pelayan tersebut terdiam mendengar gumaman wanita itu walaupun tidak jelas.
Tanpa membuang waktu, mereka mendekat ke arah wanita tersebut sembari menanyakan keadaan sang majikan.
"Nyonya Flyra, apa anda baik baik saja? Nyonya sudah pingsan selama sepuluh jam," ujar si pelayan berambut pendek memberitahu.
Yang ditanya hanya bisa linglung, tak tahu harus menjawab apa. Ia melihat sekeliling, merasa aneh dengan tempat yang ia lihat saat ini.
"Flyra? Siapa Flyra? Apa saat ini aku sedang syuting drama? Aku kan baru saja mengalami kecelakaan parah, dan kalian malah menyuruhku untuk bermain drama? Yang benar saja! Mana managerku? Rasanya aku ingin mencubit ginjalnya sekarang juga—Awh!"
Wanita itu menjeda ucapannya karena nyeri yang ia rasakan di kepalanya.
"Oh iya, apakah ini sudah waktunya jam istirahat? Kalau lagi nggak syuting begini, panggil aku Umji saja, jangan pakai nama lain," lanjutnya memberitahu.
Wanita tersebut berbicara dengan lancar, seolah dirinya memang benar benar melakukan syuting drama saat ini. Sementara keempat pelayan tersebut melongo tak percaya mendengar ucapan majikannya.
"U-umji? Nyonya, nama anda adalah Flyra, apa nyonya hilang ingatan?" tanya salah satu pelayan mulai merasa panik.
Namun kini, giliran Umji yang terdiam seperti orang bodoh di tempatnya.
Nyonya? Hilang ingatan? Apa sekarang mereka masih syuting?
Begitulah kiranya pikiran Umji saat ini.
Mereka semua saling bertatapan, merasa canggung.
Tiba tiba, Umji merasakan sakit yang teramat dalam dibagian kepalanya, seolah ada suatu ingatan yang memaksa untuk menerobos masuk ke dalam pikirannya.
Tak lama, Umji pun pingsan kembali. "Nyonya!" pekik keempat pelayan tersebut terkejut.
"Kalian, cepat panggilkan Tabib. Aku akan berjaga disini," suruh salah satu pelayan. Yang lain menganggukkan kepala mereka dan keluar untuk memanggil Tabib.
Sementara itu di lain tempat. Umji memegang kepalanya yang masih terasa sakit. Ia yang semula duduk, berdiri dari tempatnya untuk melihat lihat.
"Waw, disini putih semua. Nggak ada warna lain apa? Pink misalnya." Umji terkekeh geli sembari melihat sekeliling.
"Apa yang terjadi sebenarnya? Nggak ada pohon, nggak ada awan, tiba tiba... nggak ada apa apa," ucapnya pada diri sendiri, kemudian terkikik geli lagi.
Umji pun memutuskan untuk berjalan jalan di sekitar tempat itu, tapi tak menemukan jalan keluar apapun.
Umji mengingat ingat kejadian yang terakhir ia alami. Seketika Umji mengingat bahwa ia seharusnya mendapat luka tusukan di perutnya.
Umji mencoba meraba perutnya, namun tak ada bekas tusukan sama sekali. Melainkan, tangannya dapat menembus perutnya dengan lancar, mengakibatkan Umji berteriak panik.
"Arghh!! Ini tanganku kenapa woy? Kok bisa tembus?! Apakah aku sudah mati?! Siapapun tolong aku!" jeritnya tak keruan.
Ia panik sendiri, namun juga tak menggerakkan tangannya yang masih menancap di perut ratanya.
"Hei tenanglah."
Tiba tiba, sebuah suara lembut dan jernih mengagetkan Umji dari belakang. Ia pun berbalik untuk melihat.
Di depannya saat ini, Umji melihat seorang wanita yang sama persis seperti dirinya. Mulai dari wajah, tinggi, dan bentuk tubuh, semuanya sama persis.
Hanya saja ekspresi mereka berdua berbeda. Yang satu menampilkan senyuman lembut, yang satunya lagi melongo tak estetik.
"Siapa kau? Apakah kau seorang Malaikat pencabut nyawa?! T-tolong jangan bawa aku sekarang nyonyaa!!" tanya Umji semakin panik saja.
Sementara itu, wanita yang mirip dengannya mendekat, kemudian mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Umji.
"Gapailah tanganku, Umji."
Umji yang melihatnya mengulurkan tangan, menatapnya dengan tatapan datar, sedatar tatapan doi.
"Kau ini melawak atau apa? Kau tidak melihat tanganku yang masih tembus ini?"
Wanita di depannya terkikik geli melihat sikap Umji. "Kenapa tidak mencoba untuk menariknya saja?"
Umji tertegun, kemudian cengengesan setelah berhasil menarik tangannya. "Hehe, maaflah, aku kira lagi syuting drama horor saat ini," kata Umji.
Flyra geleng geleng kepala walaupun tak mengerti ucapan Umji barusan. "Jadi, kau tak panik lagi?"
Umji yang semula tersenyum menjadi panik sekaligus bingung secara bersamaan.
"Kenapa tanganmu tidak tembus? Bukankah aku sudah menjadi roh setelah mati?" tanya Umji yang sudah menyadari keadaannya.
Wanita di depannya tersenyum lembut, seakan memberi kekuatan pada Umji.
"Jangan takut, Umji. Aku adalah Flyra," ujarnya tenang, setenang danau, membuat Umji melupakan rasa takutnya dan menatap wanita di depannya dengan pandangan takjub.