【 Fantasy - Romance 】
Umji kira ia akan mati muda, namun ia malah bereinkarnasi di tubuh seorang Duchess yang sangat membutuhkan pertolongannya.
"Jadi, apa kau siap?"
"Oke, aku siap. Sangat siap! Hahahaha!"
Umji memberikan senyum manis kepada wanita...
Sean? Raja? Ahahaha... ini tidak benar, kan?! Tanganku sudah bergetar hebat lo.
"Aku pergi berburu, hanya itu saja," jawab Sean santai. Eh tapi apa aku salah dengar? Suara yang dia keluarkan dan nada dalam ucapannya terlihat sangat berkharisma untuk saat ini.
"Lalu dimana hewan buruan Anda? Dan... siapa gadis ini?"
Pria tua tersebut menatapku dengan pandangan ingin tahu. Sementara bahuku langsung menegang ketika mendengar ucapannya.
"Oh? H-hai!" sapaku kaku. Dapat dilihat dari sini kalau pandangannya masih dingin, tak berubah sama sekali.
"Apa yang kau lakukan bersama Raja kami?"
Mati aku.
Jiwaku seakan ditarik paksa. Tubuhku kosong, entah apa ekspresi yang aku tunjukkan saat ini.
Mampus mampus mampuss!!!
Apes sekali diriku ini kawan. Ternyata dia bukanlah Pangeran atau adiknya Raja. Tetapi dia memang Sang Raja?!
Tenang Lyra, tenang. Saat ini yang harus kau lakukan hanyalah bersikap setenang mungkin.
Baiklah. Selamat tinggal, dunia.
* * *
Terdengar derap langkah kaki kuda yang memenuhi jalan. Seorang pria yang tampak menjadi pemimpin, turun dari kudanya dengan perasaan yang masih kacau.
Dirinya belum tidur sama sekali selama beberapa hari ini karena sedang mencari pujaan hatinya yang masih hilang. Kantung matanya menghitam karena tidak tidur. Pipinya tirus karena ia melewatkan setiap jam makan hanya untuk mencari istrinya yang hilang.
Dirinya sangat kacau kali ini, sampai semua prajurit di kediamannya pun ia suruh untuk berpencar dan mencari istrinya yang entah berada dimana saat ini.
Pikirannya kacau, layaknya singa yang sedang kelaparan menunggu sang mangsa.
Dan sepertinya, langit pun ikut menangis untuknya.
Tak jauh di belakangnya, seorang pria paruh baya datang dan menghampirinya.
"Duke Zion, sepertinya akan ada badai sebentar lagi. Kita harus beristirahat sebentar dan mencari makan."
Kebetulan, Zion menghentikan kudanya tepat di depan sebuah penginapan. Namun meskipun begitu, Zion tetap tidak berpaling dari tatapannya kepada hujan.
Dirinya merasa sangat kaku, seperti patung yang tak bisa dirobohkan.
"Kalian boleh istirahat. Aku akan pergi mencarinya lagi."
Setelah berkata demikian, Zion segera menaiki kudanya dan melesat maju, menantang hujan badai demi mencari cintanya yang saat ini pasti sudah menunggunya untuk diselamatkan.
"Tunggu aku, Flyra," gumam Zion di tengah badai kala itu.
* * *
"Haich!" Diriku bersin beberapa kali karena angin yang menusuk hidungku lumayan tajam. Aku memeluk erat selimut tebal yang dikirim langsung oleh Sean beberapa menit yang lalu.
Hari sudah malam. Aku diberitahu olehnya tadi, bahwa akan ada hujan badai malam ini, jadi Sean mampir ke kamarku secara pribadi dan memberikan cukup makanan dan selimut untuk persediaanku, katanya sih.
Dan ternyata benar, sekarang hujan badai sedang mengamuk di luar, mengobrak habis pohon pohon yang sedang berjuang untuk tetap hidup, seperti diriku yang sekarang ini.
"Sean sangat baik kepadaku," gumamku pelan, sembari menggosok kedua tanganku yang saat ini kedinginan.
"Awh!"
Duh, kampret! Aku lupa dengan cidera di kakiku ini. Hiks, sakit sekali rasanya melihat kakiku yang sedang dibalut oleh perban saat ini.
Melihat kakiku, aku langsung terpikir kejadian yang menimpaku ketika Sean pulang ke Istana bersamaku tadi siang. Mengingat kejadiannya, membuatku ingin mati saja rasanya, hiks.
Flashback on
"Oh? H-halo!" sapa Lyra kaku. Tangannya melambai, namun tampak gemetaran.
Di sebelahnya, Sean tertawa keras melihat tingkahnya. Sementara Lyra tersenyum malu malu, meskipun batinnya sedang berperang saat ini.
Setelah puas tertawa, Sean merangkul pundak Lyra dengan posesif, membuat wanita tersebut terlonjak kaget. Tubuhnya semakin kaku.
"A-apa?!" tanya Lyra tergagap. Namun Sean melihatnya dengan tatapan seperti seorang pahlawan, membuatnya tak bisa melepaskan pandangan dari pria tersebut untuk sesaat.
"Tenang saja. Lyra-lah yang sudah menyelamatkanku ketika aku diserang oleh sekelompok preman saat itu. Jika dia tidak ada saat itu, mungkin aku sudah pensiun menjadi Raja kalian," jawab Sean sedikit bercanda.
Lelaki tersebut menatap Lyra sembari tertawa renyah, membuat Lyra harus terpaksa mengikuti tawanya agar tetap hidup dan bisa pulang.
"Derek, perlakukan nona Lyra seperti tamu istimewaku," perintah Sean kepada pria paruh baya yang kini diketahui bernama Derek itu.
"Ya, Yang Muliaku."
Setelah masuk ke dalam Istana, Lyra langsung dibawa ke ruang makan oleh Sean. Tanpa perlu menunggu para pelayan memasak, di depan mereka kini sudah tersedia berbagai jenis makanan enak dan layak untuk dimakan.
"Tidak perlu sungkan, makan saja sepuasmu," kata Sean sembari melihat mata Lyra yang sudah berbinar menatap berbagai jenis makanan di depannya saat ini.
"Benarkah? Kalau begitu selamat makan!" Lyra pun mengambil piringnya tanpa ragu dan menyapu makanan makanan tersebut dengan lahap.
Saking lapar dan lahap dia saat makan, dirinya sampai tidak sadar bahwa Sean malah menatapnya dengan pandangan buas.
Setelah selesai makan, Sean mengantar Lyra ke pemandian air panas. Setelah melepas pakaian, Lyra segera berdiri di tepi kolam yang sangat besar tersebut.
"Woah! Ini sangat keren!" Lyra tak henti hentinya memuji semua tempat yang sudah ia lalui untuk pergi ke pemandian setelah makan bersama Sean tadi.
"Apa kau suka?" tanya Sean yang tiba tiba datang dari belakangnya. Dirinya tersentak kaget. Apalagi melihat dirinya yang saat ini sudah melepas bajunya dan menggantinya dengan handuk, membuatnya semakin malu.
"Y-ya, saya sangat suka. Terima kasih untuk Yang Mulia karena sudah mengizinkan saya untuk mandi di pemandian super besar ini."
Lyra menunduk, tak berani memandang Sean yang saat ini sudah memakai pakaian resmi Raja.
TBC.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.