FINGERTIP 13

230 38 6
                                    

Selamat membaca😉

Lyra merasa sangat bersemangat saat ini. Ia mengepalkan tangannya, kemudian memasang posisi siap seperti barisan prajurit di depannya.

Ia pun mengajarkan cara melakukan pemanasan sebelum berlatih agar tidak cidera.

Serta, mengajari mereka teknik pedang modern dan teknik memadukan pedang dengan dance yang pernah ia pelajari di kehidupan sebelumnya.

Walaupun menguras banyak tenaga, Lyra tetap berusaha untuk mengajari mereka menjadi yang terbaik.

Duke Kerwin yang kebetulan ingin memanggil salah satu pelayan di dalam kediamannya, tak sengaja mengalihkan pandangannya ke luar dan melihat Lyra yang sedang tertawa bahagia bersama para prajurit.

"Maaf duke Kerwin, ada perlu apa anda kemari? Apakah ada yang bisa saya sampaikan?"

Duke Kerwin yang semula memperhatikan Lyra, kini melihat pelayan di depannya. "Ya, katakan padanya aku ingin membicarakan sesuatu yang penting sekarang."

Sekitar lima belas menit kemudian, Lyra melambaikan tangannya kepada para prajurit yang bersedia dilatihnya hari ini. Ia meninggalkan tempat latihan dengan wajah berseri seri.

"Ah, sebaiknya aku ke kamar Zion dulu untuk menceritakan hal menyenangkan ini!" ucap Lyra tiba tiba. Ia pun mempercepat jalannya agar lebih cepat sampai di kamar Zion.

"Hei, Umji, tunggu aku!" Lyra menoleh ke belakang dan mendapati Flyra yang sedang terbang bebas ke arahnya.

"Ada apa?" sahut Lyra enteng, sudah terbiasa dengan panggilan Flyra yang menggunakan nama aslinya.

"Apa kau mau ke kamar Zion?" tanya Flyra setibanya di samping lyra. Lyra mengangguk menanggapi pertanyaan sang kembaran di sampingnya ini.

"Iya, tapi aku masih belum tahu yang mana kamarnya."

Flyra tersenyum manis mendengarnya. "Ayo, ikut aku!"

"Baiklah, ayo!" kata Lyra sembari terkekeh ringan.

Flyra dan Lyra berjalan santai, sesekali mereka mengobrol saat tidak ada pelayan atau prajurit yang melihatnya.

Tak terasa, mereka berdua kini sudah berada di depan kamar Zion. Lyra memandang aneh sekitar karena tidak ada satu pun pelayan atau prajurit yang berjaga di depan pintu kamar Zion.

"Kenapa tidak ada yang menjaga pintu kamar Zion?" tanya Flyra duluan, sementara Lyra hanya geleng geleng tak tahu mendengar pertanyaannya.

Samar samar, terdengar suara keributan dan dentingan pedang yang bersahut sahutan di dalam kamar.

Lyra berusaha mengintip di celah pintu kamar, sementara Flyra masuk dengan mudahnya. Flyra memposisikan dirinya di dalam kamar, namun tetap dekat dengan Lyra.

Lyra mengamati mereka berdua sesaat. "Hei, Fly, bisakah aku masuk sekarang?" gumam Lyra.

"Jangan, mereka mungkin akan terganggu," saran Flyra yang masih menonton adu pedang antara Ayah dan Suaminya.

Lyra memutar bola matanya malas. "Setelah aku pikir-pikir, tidak ada salahnya 'kan mengganggu mereka saat berlatih seperti itu?" bujuk Lyra. Namun tidak ada jawaban sama sekali dari lawan bicara, membuat Lyra mendengus kesal.

"Lihat, mereka hanya berlatih, bukannya berbicara serius kan?" tanya Lyra yang sudah mulai bosan menonton mereka berdua.

Flyra terbelalak saat mendengar Ayahnya berbicara. "Mereka bicara mengenai wilayah ini, Ji!" pekik Flyra memberitahu.

Pandangan yang semula tertuju ke arah mereka berdua, kini menghadap sempurna ke arah Flyra. Tiba tiba, ingatan tentang perjanjian Zion dan duke Kerwin terlintas di pikiran Lyra dengan cepat.

"A-apa yang terjadi?" tanya Lyra yang tiba tiba merasa sesak. Ia pegangi dadanya yang terasa sakit, namun ia masih berusaha untuk menahan rasa sakit tersebut.

"Aku ingat tahun ini Ayah berumur lima puluh," ucap Flyra lirih.

Flyra tak mengedipkan matanya atau pun beralih pandangan dari pembicaraan mereka berdua sampai tak fokus pada Lyra yang kesakitan di belakangnya.

Lyra hanya bisa menyimak ucapan Flyra tanpa bisa menjawab. Ia pun memfokuskan pandangannya ke arah Zion dan Ayahnya, berusaha mendengarkan ucapan mereka berdua.

"Aku tidak melupakan janjiku, duke Zion."

Setelah perkataan duke Kerwin barusan, terjadi keheningan sesaat, sampai Zion menjawab pertanyaan dari duke Kerwin dengan mantap.

"Aku tidak akan mengambil wilayahmu, ayah mertua," jawab Zion tiba tiba. Telinganya sedikit memerah, merasa terlalu malu karena ini adalah pertama kalinya ia memanggil duke Zion sebagai Ayah mertua.

Sementara itu, duke Zion terbelalak. Ia memincingkan matanya, merasa curiga, sekaligus berdebar debar.  "Ini adalah pertama kalinya kau memanggilku dengan sebutan Ayah Mertua. Apa mungkin...."

Zion memandang lurus ke arah duke Kerwin dengan senyuman tipis. "Ya, aku sudah mulai menyukai Flyra," katanya memberanikan diri.

Hai :)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai :)

FINGERTIP✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang