【 Fantasy - Romance 】
Umji kira ia akan mati muda, namun ia malah bereinkarnasi di tubuh seorang Duchess yang sangat membutuhkan pertolongannya.
"Jadi, apa kau siap?"
"Oke, aku siap. Sangat siap! Hahahaha!"
Umji memberikan senyum manis kepada wanita...
Lyra menaikkan sedikit gaunnya untuk memberi salam, kemudian memberikan senyum manisnya dan duduk di depan Zion. Dengan segera, ia melepaskan kedua sarung tangannya.
"Akhirnya lepas juga!" ucapnya dengan penuh kelegaan.
Sebenarnya, dirinya dipaksa untuk mengenakan gaun itu karena itu adalah gaun milik salah satu butik yang berada di pihak Zion.
Jika ia sampai tidak memakainya hari ini, maka ia akan mencopot dukungannya dan beralih ke wilayah lain. Dan Zion akan kehilangan salah satu dukungannya, dan Zion ternyata peka akan hal itu.
Sontak, ia tertawa melihat kelucuannya.
Lyra mendelik tajam melihat Zion yang menertawainya. Dengan segera, Zion berdehem dan berhenti tertawa. Ia buru buru mengangkat sendoknya dan memulai makannya, karena Lyra sudah berada disini bersamanya.
Setelah selesai makan, Lyra meneguk minumannya dengan damai, setelah itu memakai sarung tangannya kembali. Dirinya menatap Zion yang berada di depannya sembari memikirkan sesuatu.
"Aku dengar kau hanya memiliki jadwal pagi hari ini. Apa yang akan kau lakukan setelah itu?" tanya Zion membuka pembicaraan.
Lyra berpikir sebentar, kemudian menjawab, "aku dengar hari ini akan ada festival di alun alun kota. Aku akan kesana siang nanti. Kau mau ikut?" tawar Lyra bersemangat. Ia menunjukkan senyum terbaiknya saat ini, berharap zioqn akan mengabulkan permintaannya.
Dan Zion membalas senyumannya dengan senyuman pula. "Maaf, aku harus bekerja hari ini."
"Tidak bisa kah menundannya sampai nanti malam? Ayolah, aku belum pernah pergi keluar denganmu sebelumnya," ajak Lyra mulai sedih.
Namun Zion menggeleng mantap, seolah tak ingin dibantah. "Mungkin lain kali saja."
Lyra menunduk sedih. "Yasudah, aku akan pergi sendiri," ucapnya lesu, kemudian beranjak dari kursi dan pergi meninggalkan Zion yang sedang dilanda kesedihan, sama seperti Lyra.
Sebenarnya dirinya juga sangat ingin pergi berkencan dengan Lyra, namun pekerjaannya lebih penting buatnya. Ah, mungkin Zion harus lembur hari ini supaya dirinya bisa pergi ke festival dengan Lyra besok.
* * *
Selesai dengan pekerjaan, aku langsung mengganti pakaianku dengan baju yang lebih santai. Hari ini, aku berencana untuk pergi ke festival bersama Zion.
Sayangnya, dia lebih mementingkan pekerjaannya dari pada diriku, cih.
Masa dia tidak bisa menunda tugasnya itu sih. Setiap hari kan dia sudah bekerja, apa tidak ada hari liburan karena sudah bekerja keras?
Hmm... tapi aku juga bangga sih dengan dirinya. Aku bersyukur sekali karena telah bereinkarnasi ke tubuh seorang Duchess dan memiliki suami pekerja keras dan bertanggung jawab seperti dirinya.
Aku tidak bisa membayangkan jika diriku bereinkarnasi ke tubuh seorang gelandangan. Mau jadi apa diriku ini, hiks.
"Nyonya, kereta anda sudah siap."
Suara dari Nora menyadarkan diriku dari lamunan randomku ini. Aku mengangguk sebentar menyetujui ucapannya, kemudian keluar dari ruangan dengan membawa sebuah tas di tanganku.
Kali ini aku memakai kaos yang aku pesan khusus dari toko butik dengan desainku sendiri. Aku mendesain baju layaknya baju yang sedang trending di kehidupanku dulu.
Ehehehe... lumayan sih untuk menarik perhatian semua orang. Dengan sweater dan celana panjang yang lumayan ketat dengan warna cerah, aku berhasil menarik perhatian semua orang saat sampai di festival.
Wow! Aku kira hanya ada beberapa ratus orang saja yang datang ke festival ini. Namun nyatanya, festival ini lumayan besar dan terdapat lebih dari seribu orang di sini.
Dan lebih parahnya lagi, sebagian besar dari mereka sedang menatap diriku. Ada yang menertawaiku, ada yang saling berbisik, ada yang mengumpat, bahkan ada yang mendongeng.
Dan lebih parah parahnya lagi, mereka bukan memujiku. Melainkan mempermalukanku.
Sial!!
Sebenarnya apa yang mereka bicarakan sih!
Hiks, biacarin orang itu tidak baik lho, apalagi di depan muka orang itu sendiri.
Yasudahlah. Mari kita abaikan mereka semua, lyra. Hari ini adalah hari keberuntunganmu. Jangan sampai hanya karena omongan tidak bertanggung jawab dari orang orang sampai mempengaruhimu.
Aku melanjutkan jalanku yang sempat tertunda tadi. Di sepanjang jalan, aku bisa melihat kedai kedai yang sudah ditata sedemikian rupa. Ada yang berjualan makanan, ada yang menjual baju ala ala bangsawan, oh! Ada juga yang menjual balon ternyata. Beli ah!
"Pak, aku mau balon itu satu, dong!" pekikku sembari menunjuk salah satu balon yang menurutku paling lucu.
Dengan segera, si Bapak mengambilkan balon yang kumaksud tersebut, kemudian memberikannya kepadaku.
"Nora, cepat berikan dompetku!"
Setelah membeli balon, aku mulai menjelajah semakin dalam menuju berbagai kedai di festival ini dengn Nora yang berada di belakangku. Untuk apa? Untuk membawa barang barangku tentu saja, ehehehe.
Ah, sudah berapa jam aku berkeliling? Langit sudah berwarna jingga, ini mungkin sudah sore dan aku harus segera pulang.
"Nora, ayo kita pul–"
Ucapanku terjeda saat diriku berbalik. Di belakangku, tidak ada Nora ataupun dua prajurit yang tadi bersamaku.
Kemana mereka bertiga pergi? Perasaan tadi masih ada, deh!
Duh, mana sudah gelap lagi, bagaimana ini?
"Nora!" teriakku sembari kembali berjalan ke jalur yang sebelumnya aku lewati.
Sudah sekitar lima belas aku mencari keberadaan mereka, namun aku masih tidak menemukannya.
Sial! Sial! Sial!
Ini sebenarnya hari keberuntungan atau hari kesialanku, sih?
Matahari sudah tenggelam beberapa menit yang lalu. Dan sekarang, aku masih berjalan tanpa arah sembari berteriak dengan sia sia. Tentu saja sia sia, suaraku saja tenggelam oleh ramainya suasana festival ini, hiks.
Maka kuputuskan untuk terus berjalan saja, sembari mencari jalan untuk kembali ke kediaman Vixen.
Aku tanya orang orang yang terlihat pintar di mataku. Untung saja mereka baik hati sehingga mau menunjukkan jalan kepadaku.
Dan akhirnya, aku terpisah dari festival yang sangat ramai itu. Kupandangi pemandangan yang berganti di depanku saat ini.
Sebuah jalanan yang lumayan sempit dengan pohon pohon di sekelilingnya. Ah, mungkin ini jalan cepat menuju kediaman Vixen kali yak?
Yasudahlah, mari kita coba.
Lima menit kemudian, aku menyesali pilihanku untuk terus masuk ke jalan ini. Sungguh sangat sial diriku ini, kawan. Ini ternyata bukan sebuah jalan, apalagi jalan cepat menuju Vixen.
Ini adalah hutan, dan aku tersesat, mampus!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.