Setelah Taufiq berucap seperti itu di rumah sakit, ketika ia pulang ia langsung berbicara kepada bundanya.
"Assalamualaikum," salam Taufiq ketika masuk ke dalam rumah. Ia melihat bundanya lagi nonton tv sambil makan cemilan ringan.
"Waalaikumsalam."
Bundanya tidak peduli akan kehadiran Taufiq, ia masih menonton acara televisi itu dengan penuh fokus.
"Bun, ada yang mau Taufiq bicarakan. Penting!" ucap Taufiq. Karena satu kalimat itu bundanya menengok ke arahnya.
"Apa?"
"Taufiq mau nikah." Hanya tiga kata, iya karena tiga kata itu Sang Bunda terbatuk-batuk karena tersedak makanannya.
Taufiq buru-buru memberikan air kepada bundanya yang terlihat kesakitan.
"Sama siapa?"
"Rani."
"Tunangan dulu, kan?" Taufiq mengangguk. "Masih kuliah di semester awal ini nikahnya nanti aja pas lulus kuliah." Lanjut Sang Bunda.
Taufiq membantah, "ga mau." Bundanya tersenyum lalu tertawa ngakak melihat ekspresi wajah anaknya.
"Rani pesonanya terlalu besar, ya?" Setelah berkata seperti itu Sang Bunda melanjutkan tawanya. Taufiq hanya mengangguk saja karena itu memang kenyataannya.
"Niatnya Taufiq mau tunangan itu pas hari esoknya ketika Rani udah keluar dari rumah sakit, terus nikahnya seminggu setelah tunangan." Sang Bunda menghentikan tawanya. Menatap anak semata wayangnya tak percaya.
Ibunda hanya menghela napas panjang mendengar penuturan anaknya. Ia pun berkata, "Tanya sama Ayah sana, jangka waktunya terlalu pendek."
Taufiq meninggalkan bundanya yang sudah fokus menonton acara televisi kembali, ia pergi ke tempat Sang Ayah berada.
"Yah, Taufiq mau nikah." Ayahnya tersenyum lebar ketika tau anaknya yang sudah besar itu ingin menikah.
Taufiq menjelaskan detail-detail yang ia inginkan. Ayahnya mengangguk setuju saja.
*******
Rani melihat kaca di samping ranjang rumah sakitnya dengan senyum yang terpaut di wajahnya.
Cahaya matahari menyinari tempat itu membuat dirinya seakan seperti baru hidup karena pancaran sinar tersebut.
Lamunan Rani buyar saat ada yang mengetuk pintu kamar rumah sakit, ternyata yang masuk adalah suster yang sering memeriksa kesehatannya.
"Lagi seneng, ya?" tanya Sania. Iya, nama susternya Sania. Rani hanya menanggapi dengan tertawa kecil.
"Ketara banget kalo aku seneng, ya?" Sania hanya tersenyum sambil memeriksa kesehatan Rani.
"Ini ada resep antibiotik baru, nanti siang udah boleh pulang." Sania memberikan sebuah lembar kertas berisi resep obat baru.
Rani mengambilnya tanpa luntur senyuman di wajahnya. "Makasih, San." Sania hanya menggelengkan kepalanya melihat Rani.
******
Rani yang sudah ada di rumahnya merasa sangat rindu dengan hawa rumah, merasa udah lama aja ga menghirup hawanya.
"Ran, katanya dengar-dengar ada yang mau ngelamar kamu. Siapa?" Rani hanya diam menatap mamanya dengan kesal.
Sebenarnya mamanya mungkin sudah tau karena diberitakan sebelumnya oleh Gio, mulut comel yang tidak tertahankan itu.
Rani kesal karena mamanya bertanya dengan nada menggoda, ia malu? Tentu sangat. Bisa bisanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
PERJALANANKU [On Going]
Teen FictionTanda "🎬" mengartikan bahwa bab tersebut telah di revisi. 18+ [Slow update] Blurb: Hijrah bukanlah satu hal yang mudah dijalani terutama pada Qirani Naura Wajdi anak dari ibunda Naura dan ayahanda Rizki. Memiliki satu Kaka kembarnya yang sangat me...