Beberapa minggu setelah acara resepsi pernikahan membuat hubungan pasangan itu semakin erat dan tidak terlalu canggung lagi.
Pastinya tak hanya pasangan itu saja tetapi juga antara kedua keluarga.
Mereka mulai saling mengerti dan memahami keluarga masing-masing.
"Mas, udahan makannya," Rani menyodorkan piring yang ia baru makan lima suap kepada suaminya.
"Kenapa?"
"Pengen muntah" Rani menutupi mulutnya dengan tangan.
Setelah itu Rani langsung berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua makanannya.
"Ke dokter aja, gimana?" tanya Taufiq. Rani menggeleng dan selalu bilang kalo dia paling cuma masuk angin.
Di awal Taufiq hanya mengiyakan saja, mungkin udah merasa nyaman karena Rani udah ga muntah-muntah lagi.
Taufiq memberikan air hangat agar Rani meminumnya dan perutnya menjadi lebih aman dan hangat.
"Istirahat aja,ya, di kamar. Mau?" Rani hanya pasrah saja dan mengangguk.
Ia dituntun oleh Taufiq untuk naik ke kamarnya di lantai atas.
"Masih mual?" Taufiq bertanya setelah melihat raut wajah Rani yang berubah.
Rani hanya mengangguk tanpa menjawab, karena mualnya sangat kuat.
Taufiq mendudukkan Rani di kasur dan mengambil baju gamis serta hijab Rani langsung memakaikannya kepada Rani.
"Kita ke rumah sakit sekarang! Ga ada penolakan!"
Taufiq langsung menggendong Rani ala bridal style dan berangkat ke rumah sakit menggunakan mobilnya.
Di jalan ke rumah sakit, Taufiq menelpon dokter umum yang ada di rumah sakit tersebut.
Sesampainya di rumah sakit ....
"Sebentar jangan keluar dulu," tahan Taufiq saat Rani ingin membuka pintu mobil.
Taufiq keluar lalu memutar ke arah pintu Rani dan membukakan pintunya. "Silakan tuan puteri," ucapnya sambil mengulurkan tangan.
Rani menerimanya lalu berjalan masuk ke rumah sakit sambil memeluk lengan suaminya.
Banyak pasang mata yang melihat ke arah mereka, ah tepatnya ke arah wajah suaminya. Melihat itu Rani menjadi kesal dan badmood.
"Kenapa, hm?" tangan Taufiq terulur mengelus puncak kepala Rani yang sedang terlihat badmood.
"Kamu gantengnya kebangetan, sih?! Jadinya pada muja-muja kamu tuh para ciwi ciwi," nyinyir Rani melihat para perempuan berdecak kagum.
"Harusnya kamu seneng dong punya suami tampan kaya aku, buktinya aja para perempuan di sini iri sama kamu karena punya suami kaya aku udah gudluking, gudrekening pula," ucap Taufiq dengan percaya diri yang tinggi.
"Nyesel aku bilang kamu ganteng. Kamunya langsung kepedean!" Rani berucap sinis.
Itu adalah kalimat terakhir perdebatan mereka. Mereka sudah sampai di depan ruangan dokter umum yang akan mereka kunjungi.
Karena hari ini juga kebetulan antrian dokter umum sangat sepi jadi mereka bisa cepat masuk ke ruangan dokter.
"Silakan masuk," suara dokter mengintrupsi dari dalam ruangannya.
Mereka langsung masuk ke ruangan dokter dan di sambut dengan hangat.
"Keluhannya apa, Bu?" tanya dokter sambil menatap kedua pasutri dengan senyum lalu kembali membuang muka ke arah kertas kertasnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
PERJALANANKU [On Going]
Fiksi RemajaTanda "🎬" mengartikan bahwa bab tersebut telah di revisi. 18+ [Slow update] Blurb: Hijrah bukanlah satu hal yang mudah dijalani terutama pada Qirani Naura Wajdi anak dari ibunda Naura dan ayahanda Rizki. Memiliki satu Kaka kembarnya yang sangat me...