Kehamilan Kedua 🎬

11 1 0
                                    

"Eyan dicini, Caca dicitu, Pipah ndak ucah itutan. Ini alea Eyan cama Caca." Ucap Keane kecil yang masih cadel dalam berbicara.

Khofifah yang tersingkirkan merasa bodo amat dengan kakaknya. Lalu ia memilih minggir dan duduk di sofa ruang tengah bermain sendiri dengan mainannya.

Khansa yang merasa dia hanya perempuan sendiri pun menangis karena ia tak mau sendirian tanpa Khofifah.

"Paaahhh, Pipaaahh..." Khansa terus merengek memanggil Khofifah.

Rani yang sedang memasak pun segera mematikan kompornya dan langsung panik melihat anak-anaknya pada nangis sahut menyahut dimulai dari Khansa yang menangis terlebih dahulu.

"ABBA!" Rani memanggil Taufiq karena ia kualahan dengan ketiga anaknya.

"Na'am Umma." Sahut Taufiq kepada panggilan Rani.

Taufiq langsung datang tanpa dinanti-nanti. "Eh? Ya allah anak anak Abba kenapa pada nangis semua kaya gini?" Ucap Taufiq yang kaget karena melihat semua anaknya menangis bersamaan.

"Sini-sini sama Abba!" Taufiq memerintahkan ketiga anaknya dengan bahasa yang menurutnya mudah buat dimengerti anak-anak seusia mereka.

"Ini kenapa anak-anak Sholeh Sholehah Abba pada nangis barengan?"

Bayi-bayi tersebut masih sesenggukan dan saling tunjuk menunjuk menyalahkan. Taufiq menurunkan tangan mereka semua satu persatu.

"Tolong tangannya diturunkan, ya, anak anak Abba yang Sholeh Sholehah. Tidak baik saling tunjuk menunjuk seperti itu. Daripada saling tunjuk menunjuk Abba tanya satu persatu, ya..." Triplet mengikuti apa yang diperintahkan oleh Abbanya.

"Mulai dari Keane dulu, deh. Keane kenapa nangis sayang?" Tanya Taufiq kepada Keane.

"Eyan nanis kalna Caca nanis, padaal adi agi ain cama Eyan."

"Lalu kalau dari Khofifah kenapa nangis?"

"Eyan culuh Pipah ain dili, ndak dijinin ain baleng Eyan. Telus batiba Caca nanis matanya Pipah tut nanis."

"Oke, terus kenapa Khansa nangis?"

"Coalna Caca ndak mau ain cewe dili. Matanya Caca nanis."

Taufiq yang akhirnya menemukan sebab mengapa mereka menangis pun terdiam sejenak mencari jalan keluar yang mudah dimengerti.

"Keane besok besok kalau main bareng bareng ya, kalian kan saudara jadi harus berteman baik tidak musuhan. Khansa anak sholehahnya Abba, Khansa boleh kok main cewe sendiri tapi syaratnya Khansa main hanya sama Mas Keane dan Mba Khofifah. Khofifah anak sholehahnya Abba, Khofifah dah pinter, ya, tidak rewel. Sekarang, kalian main lagi, ya, Umma mau masak itu belum selesai karena kaget dengar kalian bertiga menangis." Taufiq mencoba menjelaskan dengan bahasa yang ringan.

"Maap, ya, Pipah. Adi atu ucil tamu, maapin Eyan, ya." Keane memberikan tangannya untuk bersalaman permintaan maaf kepada Khofifah.

"Maap, ya, Caca adi Pipah inggal Caca dilian toalna Pipah ndak dijinin ain aleng ama Kak Eyan."

Lalu setelah saling bermaaf-maafan mereka berpelukan tanda saling memaafkan.

Rani yang berada di dapur pun tersenyum mendengar dan sedikit mengintip interaksi yang dilakukan oleh suaminya dan anak-anaknya.

Rani memegangi perutnya karena merasakan sakit, ia merasa anak keempatnya juga senang melihat kakaknya mulai bermaafan dan kembali bermain bersama.

Rani melanjutkan memasak dan menghidangkannya di meja makan. Rani memanggil Taufiq dan anak-anaknya untuk makan.

PERJALANANKU [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang