" Apa pun yg terjadi kita aharus terus bareng ya " ujar seorang wanita dg paras cantik sembari mengelus rambut pirang salsha.
"Iya, kita bakal tenun kamu terus pokonya ca , kamu janji ya kamu harus sembuh " tutur Steffi yg duduk siaamping nya .
"Kalo aku ngak sembuh ?" Tanya salsha dg air mata dipipinya
"Eeits you pasti sembuh , i yakin 100%" ucap cessi
Sejenak ingatan itu terlintas dalam fikiran salsha, disaat cessi masih berada di Indonesia , dia adalah sahabat salsha selain Steffi , namun ia pergi ke Jerman untuk melanjutkan sekolahnya . Salsha amat sangatlah mengerti kondisi cassi saat itu , Diaman ke 2 orangtua nya tak lagi dalam 1 ikatan pernikahan dan ia harus ikut dg ayahnya ke Jerman, namun rasanya berat ditinggalkan orang yang kta sayang.
Tak terasa air mata kembali menetes basahi pipinya . ....
Sementara itu Helen dan hasdi telah sampai dirumah sakit , sebelum memasuki ruangan salsha ke 2 nya terlebih dahulu menemui sang dokter untuk menanyakan keadaan salsha.
"Permisi dok " ucap hasdi sembari membuka pintu
"Hey , silahkan masuk " sang dokter dg senyum ramahnya .
"Dok , sebenernya gimana keadaan putri kami ?" Tanya Helen dg mata yg sendu
"Sebenarnya , saya ragu untuk berkata ini , tapi penyakit salsha benar-benar sudah sangat parah, saya bingung harus bagai mana lagi , berbagai upaya telah kita lakukan nampaknya sia-sia saja , saya harap kalian mulai menyiapkan mental kalian untuk ditinggalkan oleh salsha"
Tutur dokter , sontak Helen menangis dalam dekapan sang suami , tangisnya amatlah pecah , ia tak rela jika putri semata wayangnya harus pergi meninggalkannya.
"Ayaaaah ... " Gumam Helen pada suaminya
"Anak kita yaah " lanjutnya dg tangis
"Sudahlah sayang , salsha bukan anak yg mudah menyerah, dia pasti akan sembuh " hasdi mencoba untuk menenangkan Helen .Mereka beranjak dari ruang dokter menuju di ruang inap salsha , nampak disana sang putri sedang terlelap tidur, dg wajah yg amat pucat
"
Nak .." tegur Helen pada Aldi yg juga terlelap disamping salsha .
"Heem , eh Tante " Aldi terbangun dari tidurnya.
"Kalo mau pulang , pulang aja ya nak " tawar Helen pada Aldi
"Gak apa-apa Tan , Aldi di sini aja ya , lagian besok kan libur" tutur Aldi
"Yakin gak apa-apa?"
"Iya tan , gak apa-apa"
"Besok salsha pulang , kamu ikut ya , biar Tante masakin makanan yg banyak"
" Iya tan " aldi memperhatikan raut wajah wanita paruh baya itu , nampaknya guratan kesedihan menyelimuti wajah nya.
"Tante gak apa-apa kan ?" Tanya Aldi membuat Helen terdiam
"Tan ??" Aldi kembali dg tatapannya
"Ngak ko nak , Tante lagi mikirin salsha "
"Emang salsha kenapa Tan?"
"Eemm ,, .. Salsha , dia .."
"Bunda " suara salsha memotong pembicaraan sang bunda .
"Eh anak bunda udah bangun , nih bunda bawain makanan kesukaan Caca " ucap Helen sembari mengeluarkan box makanan dari tasnya .
" Tadi kata ayah kamu laper kan ? , Bunda bawain banyaak banget makannya " sambung Helen dg senyumnya yg palsu .
" Bunda kenapa ?? Bunda abis nangis ya ?" Tanya salsha melihat wajah sang bunda , nampaknya ia sudah sangat peka dg keadaan sang bunda .
" Engak sayang , bunda ngak apa-apa " ucapnya berbohong
" Bunda ngak usah boong sama salsha, " bujuk salsha
"Udah nak , orang bunda ngak apa-apa ko , nih bunda siapin ya " ujar Helen mengalihkan pembicaraan .
"Eemm , Bun salsha bisa makan sendiri ko " mengambil box makanan dari sang bunda .
" Ya udah bunda keluar dulu ya " Helen beranjak dari kamar sang anak .Salsha melahap makanan yg ada pada box tsb namun seleranya nampak tak seperti biasa nya . Pikiran nya sedang memikirkan banyak hal , walhasil makanan tsb pun hanya di aduk " saja .
"Perasaan dari tadi tu makanan di aduk-aduk Mulu" tutur Aldi
"Kasian pusing " sambungnya
" Kenapa sih sal?" Aldi terus bertanya
"Al gue kenyang , lu mau makan ngak ?"
"Ngak "
" Terus gimana dong ?"
"Tadi lu bilang laper "
"Ya kan tadi "
"Sekarang ?"
"Gak nafsu "
"Kalo gak nafsu harus dipaksa"
"Di ?"
"Heem"
"Ko lu gak pulang sih ?"
"Ngusir ?"
"Ya ngak "
"Terus ?"
"Nanya doang "
"Mau banget gue jawab gue khawatir?"
Pipi salsha seketika bersemu merah
"Apaan sih " jawabnya singkat.°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°