cerp3.

712 134 56
                                    

[Seoul 2006.]

“Paman Sehun!!” Taeyang memekik kegirangan. Melambaikan kedua tangannya kepada sepasang manusia yang baru saja menonton pertandingan futsalnya.

Bocah 7 tahun itu buru-buru berlari ke arah mamanya dan Paman Sehun itu seraya membawa piala kemenangan. Biasalah!

Dimana ada Taeyang, maka akan mudah saja membawa piala futsal itu untuk teamnya. Tetapi bukan memeluk mamanya, Taeyang malah memeluk paman blasteran Korea-Jerman itu.

“Hey jagoan, yang penuh keringat.” goda Sehun. Taeyang tersenyum dan membentuk eyesmile manis membuat Sehun gemas dan memeluk putra Tzuyu itu. Mereka berpelukan dan menyalurkan kerinduan.

“Kapan paman sampai? Kenapa tidak bilang sih? Tata mau siapkan masakan terenak mengalahkan masakan paman!” Tata masih saja menganggap pamannya ini adalah rival terbaik yang mudah digoda dalam segala pertandingan, dan selalu mengajak Paman Sehun duel apapun agar dia bisa menertawakan kelemahan Sehun.

Jelas saja Tata bisa menang, Sehun banyak mengalah agar Putra Chou bisa bahagia. Membuang semua harga diriku, untuk membuat Putra Chou tertawa riang. Itu motto hidup Sehun saat bersama bocah manis ini.

“Barusan saja paman sampai, anak manis. Seharusnya subuh tadi, sih. Tetapi paman mau ambil sesuatu di Gangnam. Dan tentu saja membuat surprise kecil buat mu.” dikecupnya pipi berlemak Tata dan mengelap keringat Tata dengan sapu tangannya yang selalu ia bawa kemanapun.

Tzuyu tersenyum manis melihat interaksi keduanya. Seandainya saja Sehun ayahnya Tata. Maka...

“Kamu semakin besar ya. Baru setahun paman tinggal tetapi sudah sebesar Hulk begini. Apa kamu ini tidak mau membantu mama mu? Malas-malasan dan malah rebahan saja. Pasti begitu kan?” goda Sehun membuat Tata menggeleng cepat.

“Tata selalu bantu mama. Tanya saja mama. Yakan, ma?” mata kecil manis itu menatap mama kokoh. Tatapan yang menyiratkan tolong bantu Tata menjelaskan pada paman Sehun, ma.

Tzuyu mengangguk manis. Dan sekarang Sehun yang tersenyum, terpesona kepada interaksi manis ibu dan anak ini.

“Paman jangan pergi lama-lama lagi ya.” Tiba-tiba setelah mengatakan itu Tata menatap mamanya takut. Takut pada kemenangan yang tidak membuat mamanya bangga. Kalau Paman Sehun disini, semua akan baik-baik saja. Semua akan terkendali baik hobbynya dan menjaga mamanya dengan baik.

“Mama—ini piala untuk mama. Mama bangga tidak?” Tata masih menatap mamanya takut seraya menyodorkan pialanya.

Karena Tzuyu tak kunjung bereaksi, membuat Sehun terpaksa menyikut pelan lengannya.

“Ahhh—kapan kau tidak membanggakan mama? Tentu saja mama bangga.” diusapnya surai lembut turunan pria sana. Menatap Tata penuh bangga dan sayang bersamaan. Inilah kehidupannya yang selalu menyenangkan hatinya.

Taeyang mengecup pipi mama dan tersenyum membalas ucapan mama barusan yang membuat Taeyang senang tak terhingga.

“Taeyang mencintai mama.”

Lagi-lagi Sehun terharu melihat pemandangan ini disajikan di hadapannya. Seandainya wanita ini mau menerima lamarannya. Seandainya. Semua hal akan lebih mudah, bukan? Tetapi, entah kenapa mama Taeyang ini selalu bilang “tidak” dengan baik.

“Ma, Tata lapar. Kita makan siang sama paman, ya?”

Sehun yang tidak tahan akan lucunya anak ini membuat Sehun bangkit dan menggendong Tata dalam pelukannya. “Tentu saja, bos kecil. Tata mau makan apa memangnya?”

“Tata harus makan nasi dulu ya, nak.” peringat Tzuyu tidak boleh diganggu gugat.

Kedua lelaki itu bertatapan seperti sinyal yang mereka sudah lama tahu bagaimana Mama Chou ini. Biasalah!

༄ᵗᵃᵉᵗᶻᵘ; 𝗖𝗮𝗿𝗽𝗲 𝗗𝗶𝗲𝗺🔐Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang