"Tidak perlu di pukuli, ucapanmu sudah menyakiti."
Jiran Putra Arsyad
***
"Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima, Enam, Tujuh. . ."
"Kok-- Tujuh!"
"Satu, Dua, Tiga, Emp--"
"WOI!!" Teriakan itu membuat Bagas yang sedang menghitung dengan khidmat tersentak kaget hingga semua perhitungan yang sudah ada diotaknya buyar.
Cowok berbaju olahraga tersebut, meraup banyak oksigen karna lelah lari dari lapangan menuju kelasnya hingga kemudian dirinya berucap. "Buruan kelapangan ditunggu sama doi," Raffa menjeda ucapannya.
Lalu melanjutkan "b-bbawa rr-raketnya." Setelah itu dirinya meraup lagi oksigen begitu banyak, Seisi kelas beranjak lalu terburu pergi kelapangan.
Jadi begini ceritanya, Raffa yang sedang adem ayem duduk di koridor kelas sebelas Mipa Lima dikejutkan oleh Pak Firman yang menatapnya tajam seraya memasang net. Pria berusia lima puluh tahun itu menyuruhnya untuk mendekat.
Raffa menurut, kakinya melangkah dengan perasaan cemas. Hingga pak firman bersuara. "Ini Jam olahraga kan? Kamu ketua kelas sebelas IPS dua kan? Kenapa kamu nggak suruh teman kamu turun kebawah buat olahraga?!" Sentak pak firman, mata guru itu seolah menelanjangi Raffa.
Raffa terdiam, ia mengangguk layaknya orang bodoh lalu ngabrit begitu saja ketika pak firman menyuruhnya memangil seisi kelas sambil membawa raket.
Bagas mendesah lelah, pria itu masih menghitung uang hasil penjualan kaos kakinya. "Kenapa gak kelapangan?"
Matanya menelisik Bagas, ia duduk disamping cowok itu. Hingga semua fokusnya terbuyar. "Lo liat gue lagi ngapain?"
Raffa mengangguk, duduk disamping Bagas dan mengambil kaos kaki merah muda bermotif bebek, tersirat diwajahnya ia begitu gemas dengan kaos kaki jualannya Bagas.
"Gue beli ini satu!" Raffa menyerahkan uang dua ribu rupiah, Bagas terdiam melihat uang itu. Jaringan otaknya sedikit konslet sebelum menerima reaksi kesal.
Raffa yang sudah ingin melepas sepatunya tersentak ketika Bagas mengambil kaos kaki itu kembali. Ia mengemasi semua kaos kaki tersebut dan memasukinya kedalam Tote bag.
"Eh! Agas! Itu kaos kakinya mau gue beli!" Teriak Raffa.
Bagas mengibaskan tangannya seolah tidak peduli. "Lo punya otak kaga? Masa kaos kaki harganya dua ribu! Udah gua mau kelapangan! Kalau mau beli abis olahraga aja!" Bagas berlari mengambil raketnya.
Raffa melongo polos menjerumus ke arah bego, dan melirik empat orang yang sedang tertawa, ketiga orang itu tertawa yang satunya tampak dongo celingak-celinguk tidak jelas.
"Raffa ditolak ya sama Agas?" Syamil yang sedang asyik tertawa, melirik sinis Krisna. Lengan olahraganya ia gulung sampai diketiak.
Syamil menjitak kepala Krisna kesal. "Na, kok Lo jadi dongo gini sih? Waktu kita awal ketemu perasaan Lo pinter. Kenapa jadi idiot?" Ujarnya tidak terima.
Krisna diam, mengetuk jari telunjuknya didagu. Seolah berfikir ia tersentak ketika mengingat dirinya tidak mempunyai otak. "Gue idiot gara-gara berteman sama kalian gak sih?"
Saat SMP Krisna mempunyai notabe anak pintar dan berakhlak mulia. Terkadang ia merasa sedikit tersanjung atas panggilannya itu, namun setelah masuk SMA otaknya lambat laun menjadi bodoh, selain faktor pertemanan dengan para anak tunggal Lanang. Krisna sempat terjeduk beberapa kali. 99% keidiotan yang berasal dari mereka, 1% itu kewarasan yang dimiliki Krisna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tunggal Lanang || Dream
Teen Fictionkita sekumpulan anak tunggal yang begitu mendambakan kasih sayang, kita sekumpulan anak tunggal yang menyalurkan kerinduan. kita sekumpulan anak tunggal yang berdedikasi menyelamatkan negara dengan ancaman-ancaman monster pembunuh perasaan. kita sek...