"Nanti kita cerita tentang rasa sakit yang gue alamin ya."
***
Detakan arloji milik Syamil Seakan-akan menunggu sesuatu, sesuatu yang tidak pasti namun terus ia tunggu. Sudah pukul tujuh lewat lima belas, teman sebangkunya belum datang. Beberapa kali dirinya mengirim pesan tidak ada balasan sama sekali kecuali ceklis satu yang ia lihat diujung bubble chatnya.
Syamil mendesah Gusar, sama seperti Jiran yang terus mengigit kukunya. Anak itu berdiri dilawang pintu, menunggu orang yang sama.
"Mas Raffa masih belum datang ya?" Syamil menengok, melihat Krisna yang ikut sama gusarnya. Bahkan anak itu tidak memakan bekal yang ia bawa.
Sudah kebiasaan Krisna, setiap pagi ia akan makan bekal ditempat makan kuning bermotif bebek miliknya, Syamil menggeleng, menelfon uknom
Yang terus membuatnya khawatir."Gak diangkat na, bahkan nggak berdering." Krisna menunduk lesu, sama seperti lainnya. Hatinya gusar setengah mati, apakah ini yang dinamakan ikatan batin seorang sahabat?
"Udah bell, Raffa kemana?"
"Gue gatau." Balas Syamil atas pertanyaan Nazriel, lagi-lagi kelimanya dibuat lesu.
Hingga suara ketukan sepatu membuat seisi kelas terdiam karna pelajaran pertama akan dimulai, Bu Farah menata buku sekaligus materi untuk anak muridnya. Memerhatikan satu-satu wajah mereka, hingga matanya terpaku pada tempat duduk kosong sebelah Syamil.
"Syamil, Raffa kemana?" Syamil yang ditanya mengidikan bahunya tidak tau.
Bu Farah mengangguk. "Kira-kira yang lain tau?"
Seisi kelas kompak menggeleng, alis Bu Farah menukik bingung. Kemana anak itu? Biasanya jika ia tidak hadir akan ada surat izin atau konfirmasi atas ketidak hadirannya.
"Yaudah kalau tidak ada yang tau, sekarang berdoa dulu sebelum pelajaran dimulai, silahkan Syamil pimpin do'a." Suruh ibu Farah, anak itu segera memimpin doa.
Setelahnya benar-benar mengikuti kelas Bu Farah dengan hening, Bu Farah yang notabenya guru sejarah merasa ada yang janggal. Biasanya setiap ia menulis atau menerangkan pasti akan ada pertanyaan yang keluar dari mulut berfaedah anak tunggal Lanang.
Terbiasa dengan pertanyaan - pertanyaan unfaedah itu, Farah mengehela nafas ketika kelasnya mendadak sepi. "kalian tidak ada yang mau bertanya?" Tanya Farah, tertuju pada semua murid disana. Sebenarnya pertanyaan Farah menuju kepada para anak tunggal Lanang.
Namun kelimanya menggeleng lesu, tidak ada satu anak tunggal lanang, tidak ada penyemangat, mau melakukan apapun terasa mager dan tidak bergairah. Lagi-lagi Farah dibuat mendesah gusar, sampai kelasnya berakhir matanya tetap tertuju kepada para anak-anak itu dan sesekali menatap yang lain.
"Beneran tidak ada yang mau bertanya? Biasanya Nazriel semangat sekali kalau ada pelajaran ibu." Sengaja, Bu Farah sengaja memancing Nazriel agar bertanya.
Nazriel menatap wajah Bu Farah yang tengah tersenyum, sebelum helaan lesu keluar. "Biasanya Raffa duluan yang nanya, kalau gaada Raffa kita gabisa nanya."
"Yaudah sekarang Nazriel duluan yang nanya." Balas Bu Farah.
"Gabisa, harus Raffa duluan. Kalau engga Raffa kita semua gamau nanya Bu." Ucapan Nazriel membuat Farah tertegun, sebegitu eratnya 'kah persahabatan mereka? Atau memang tidak ada bahan yang ingin ditanyakan?
Beberapa anak perempuan dikelas itu dibuat gemas oleh tingkah Nazriel, begitu 'pun sebaliknya, mata Krisna yang lesu memicing tajam melihat beberapa anak lelaki tertawa kecil akan tingkah Nazriel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tunggal Lanang || Dream
Teen Fictionkita sekumpulan anak tunggal yang begitu mendambakan kasih sayang, kita sekumpulan anak tunggal yang menyalurkan kerinduan. kita sekumpulan anak tunggal yang berdedikasi menyelamatkan negara dengan ancaman-ancaman monster pembunuh perasaan. kita sek...