21. Hari Minggu kelabu

220 48 7
                                    

"Semua orang yang bernyawa pasti akan mati."

[ QS. Ali'imran : 145 ]

***

"NAZRIEL!!"

"JANGAN TINGGALIN GUE NAZRIEL!!"

Teriakan itu begitu menggema, disepanjang jalan ini dengan Bagas yang mengendong Nazriel, Bagas terus berteriak memanggil namanya, seolah-olah laki-laki itu akan terbangun. tanpa ada alas kaki, bahkan beberapa kali dirinya terjatuh, Bagas tidak pantang menyerah. Membawa Nazriel kerumah sakit.

"Tahan, sebentar tahan." Bagas terus menangis, berlari dan berlari, demi tuhan, jangan kau ambil nazriel, untuk saat ini saja..

"Nazriel, gue mohon tahan." Bagas terjatuh, lututnya menghantam aspal dengan parah. Bahkan parahnya dirinya hampir tersungkur, dan pada akhirnya bagas tersungkur dengan memeluk Nazriel.

Lagi-lagi ia menangis. "Na, maaf, mana yang sakit?"

"Ayok kita kerumah sakit, tahan na. Ini dikit lagi nyampe na."

Jalanan yang amat lengang pada jam sebelas malam menghantar kesakitan yang amat nyata, tidak ada motor yang berlewatan begitupun dengan mobil, seolah-olah Bagas merasa dirinya sendirian disini. "Yallah.."

Bagas menekan dadanya yang sangat amat nyeri, sementara itu kakinya terus melangkah menuju rumah sakit, "Lo kuat pasti na, lo kuat."

Saat sampai, Bagas berteriak meminta perawat yang menjaga segera memberi pertolongan, brankar sudah dikeluarkan dan Nazriel sudah dibaringkan, hingga dengan terburu-buru Nazriel masuk keruang IGD.

Namun, disamping itu bagas terus merancau doa, dimana doa yang terselip hanya untuk nazriel dan adiknya, tidak ada harapan lagi yang Bagas inginkan kecuali keselamatan sahabatnya, matanya sungkan untuk mengeluarkan air mata lagi, yang hanya bisa ia lakukan hanya berdoa meminta pertolongan dan meminta kuasanya.

"Na, lo pasti kuat.." hingga pada akhirnya, dirinya tidak bisa membendung air matanya lagi, rasanya menyakitkan melihat nazriel tertidur dengan damai, jika boleh Bagas ingin sekali mengantikan Nazriel.


Sepenggal cerita yang ingin diraih dan dibuat harus sirna, "Jangan lagi.."

Bagas terduduk lesu, melihat bangunan rumah sakit itu. Rumah sakit yang dulunya pernah langit singgahi saat tipes, Bagas melirik lagi keujung lorong dimana ia mengingat bapaknya yang tidak pantang menyerah mencari uang untuk biaya pengobatan langit, dan ia melihat kursi disebelahnya dimana saat itu ibunya menunggu Bagas dengan wajah lesu disana.

Rumah sakit ini saksi bisu saat langit terserang penyakit tipes, hingga pada saatnya langit meninggal saat demam.
"Yallah.." Bagas menangis, terus berdoa. Bahkan tidak mempedulikan rasa sakit dikakinya yang dari tadi mengucur darah akibat jatuh terlalu parah.

"Nazriel.."

"Nazriel lo pasti kuat Naz.." Bagas melirik pintu IGD tersebut, matanya tiba-tiba menatap handphone Nazriel yang terjatuh sedang berdering nyaring.

Ada panggilan masuk.

Mau tidak mau bagas mengangkat sambungan tersebut dengan nada lirih "DIMANA KAMU? KURANG AJAR UDAH BERANI NGELAWAN AYAH?"

"Om--"

"HARUSNYA KAMU SADAR KALAU KAMU PENYAKITAN NAZRIEL!"

Demi tuhan baru pertama kali Bagas mendengar ucapan semenyakitkan itu, dengan kalimat-kalimat yang kurang pantas, dibalik kalimat itu ada hinaan yang terus terdengar, demi tuhan bagas bersyukur yang mengangkat sambungan itu adalah dirinya.

Tunggal Lanang || DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang