"Aku berfikir aku sendirian, namun fikiran-ku salah, ternyata selama ini tuhan mendekapku."
Krisna
***
Malam ini, dimana Krisna bersenandung merdu membawakan lagu Resah milik payung teduh, anak itu sesekali terkekeh kecil. Mengingat kenangan-kenangan yang ia simpan dalam ingatan. Kadang kala Krisna bersiul mengikuti irama lagu tersebut.
Matanya yang asik berkelana kesana kemari tiba-tiba terpaku kepada satu map yang tergeletak dimeja, map itu seperti belum terbuka sama sekali. Dengan beranjak Krisna melangkahkan tungkainya, mengambil map itu, niat ingin membuka map itu urung. Demi tuhan dirinya gelisah bukan main.
Dengan pasti jari-jari lentik Krisna membuka map itu, senyuman tipis terukir disana. Bahkan sangat tipis nyaris tidak terlihat, "Oh jadi gini ya endingnya?"
Perasaan sesak itu muncul, serceca ucapan saja sulit keluar. Hatinya dibuat gundah hanya melihat map bertanda-tangan itu, Krisna meremas rambutnya sendiri. "Kenapa?"
Bertanya-tanya itu lah yang ia lakukan, malam ini. Malam dimana ia terpukul beban yang amat berat, ibarat jatuh, Krisna lah yang menghantam permukaan lebih keras. Dadanya sesak, bahkan berdiri pun ia tak sanggup.
"Kenapa?"
Bayangkan masa kecil yang begitu membahagiakan lenyap, angan-angan yang ia simpan untuk kehidupan selanjutnya bersama kedua orangtuanya lenyap, semua lenyap hanya karena keegoisan. Disaat semua tersusun rapi mengapa dihancurkan begitu saja?
Impian yang Krisna bangun pupus, ia fikir masih ada harapan kecil untuk mereka. "Jangan, Krisna gapunya siapa-siapa lagi.."
Krisna terjatuh dan terisak lirih, dimana hanya dirinya dan tuhan yang tau, ia merasakan dentuman keras, amat sangat keras yang terus menggerogoti, biarkan rasa sakit itu terus mengalir, hingga saat tepukan tangan sang ayah, Krisna berteriak marah.
"Puas?"
"Puas pi?"
"UDAH JARANG PULANG, JARANG NGASIH PERHATIAN, SEKARANG MAU NINGGALIN? Yaudah."
"Na-- maksud papi--" badan Andreas bergemetar, tangannya mengambil punggung tangan Krisna.
"Maksud papi mau buat Krisna hancur 'kan?" Andreas menggeleng cepat, memeluk anak satu-satunya yang tengah meraung merasakan sesak.
Dengan isakan lirih Krisna melepas pelukan Andreas. "Gapapa kalau papi sama mami mau pisah, Krisna biasa sendirian."
"Na, maksud papi bukan begitu sayang--"
Dengan terkekeh Krisna tersenyum. "Aku udah biasa kok sendirian, papi gausah mikirin. Papi fikirin karir papi aja."
Tertegun, dada Andreas berdenyut nyeri. "Na, dengerin papi."
"Dengerin apa? Dengerin omongan bohong papi? Udah Krisna gapapa, bukannya emang Krisna selalu gapapa ya? Krisna gabisa nolak atau larang papi dan mami ngelakuin apa yang kalian mau, jadi gausah ngejelasin apapun itu Pi. Udah cukup ya, ngasih rasa sakitnya kebanyakan."
Lagi-lagi dadanya dibuat nyeri hebat, Andreas menangis, fikirannya kalut. Jujur ia sudah lama ingin berpisah dengan Agnes, namun karena Krisna yang menjadi kekuatannya untuk bertahan, Andreas tidak melakukan tindakan apapun.
Sekarang ia tau, Dimata Krisna Andreas hanya kesakitan yang amat dalam, ia menatap wajah anaknya yang tepatri sedih, "Papi fokus aja sama kerjaan papi."
"Krisna.."
"Gapapa, Krisna gapapa. Kaya biasanya." Hingga isakan lirih itu terdengar, Krisna memutar tubuhnya. Melirik sang papi yang tengah terduduk seraya menangis. Badannya bergetar hebat, demi tuhan hatinya sakit sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tunggal Lanang || Dream
Teen Fictionkita sekumpulan anak tunggal yang begitu mendambakan kasih sayang, kita sekumpulan anak tunggal yang menyalurkan kerinduan. kita sekumpulan anak tunggal yang berdedikasi menyelamatkan negara dengan ancaman-ancaman monster pembunuh perasaan. kita sek...