12. Rindu yang terungkap

263 48 9
                                    

"Hari Jumat, rasaku masih sama."

Ahmad Syamil yarsuna

***


Pada dasarnya manusia tidak bisa menahan rindu yang amat besar, terkadang rindu itu sendiri yang menggerogoti hingga tidak bisa pulih kembali, contohnya seperti ini. Dua hari ditinggal oleh Raffa, Syamil terus-terusan terisak lirih, bahkan sampai sekarang ia enggan keluar dari kamarnya untuk sekedar makan ataupun minum.

Sarah yang khawatir nyaris meminta seseorang mendobrak pintu kayu jati itu, bahkan Adam tak segan menendang-nendang pintu kamar Syamil.

Terkadang Adam berteriak marah, namun hanya ada balasan sepihak. Itu pun seperti tidak niat, hingga sampai klimaksnya Syamil keluar dari kamar untuk pergi kesekolah.

"Udah cukup kamu ngurung diri kamu dikamar, ada apa? Bisa cerita sama ayah?"

Syamil yang tadinya memakai kaos kaki hanya diam, tidak mau membalas. "Kamu punya mulut 'kan Syamil?"

Cowok berjaket Levis itu hanya terdiam, sampai sekarang tidak ada niatan membalas tegur sapa seseorang maupun dari orang tuanya, masih menjadi misteri dimana Raffa berada, difikirnya hanya ada Raffa dan Raffa. Hingga decitan dan langkah kaki terdengar mendekati.

"Maaf, ayah ngebentak kamu tadi." Adam mengusak rambut putranya, Syamil mendongkak. Melihat sepasang mata hazel yang menatapnya teduh, Syamil berdiri lantas memeluk ayahnya.

"Adek yang harusnya minta maaf sama ayah, adek durhaka ya?"

Adam menggeleng, mengecup kedua mata Syamil yang hampir mengeluarkan liquid lagi. "Enggak, adek anak baik."

"Saking baiknya sampe bego nangisin gue."

Raffa.

Ia melihat Raffa terduduk dimeja makan dengan sehelai roti buatan ibunya, baju anak itu juga sama. Berseragam, Syamil tersentak, menatap Raffa tidak percaya.

"Kenapa Lo?"

Raffa melirik Sarah yang ikut memakan roti. "Bu, Syamil kenapa?"

"Kaget liat kamu."

Syamil yang masih dipelukan Adam mencoba berfikir, mengapa bisa-bisanya Raffa disini? Bukannya dia sedang sakit?

Hatinya membuncah bagai seorang yang tidak menemukan belahan jiwanya, Syamil belari lalu memeluk Raffa dengan erat, tidak akan pernah lagi ia kehilangan Raffa, tidak akan pernah.

Walau sedikit lebay, siapa yang tidak khawatir jika sahabatnya tidak ada kabar selama dua hari, dan Syamil baru menyadari ada beberapa luka yang mengering, di pelipis, ujung bibir dan yang terlihat sangat jelas adalah di punggung tangan anak itu.

Lebam.

Dan...

Bergaris panjang, seperti tergores benda tajam.

Syamil mengambil tangan itu, mengusapnya perlahan agar sang empu tidak merasa kesakitan.

"Jangan bikin gue khawatir lagi,"

Dalam diamnya, raffa tertawa getir. Ia melupakan satu hal, bahwa dirinya sangat berharga untuk mereka. Untuk Mereka yang menginginkan dirinya lebih dari apapun, Raffa terkekeh, melepas genggaman Syamil. "Lagian pake khawatir segala, woles boy!"

Syamil mencibik, menyempatkan untuk menjitak kening Raffa dengan pelan. "Lagian sakit kok enggak ngabarin, bukan gue doang yang khawatir. Anak tunggal Lanang juga pada khawatir, lo dimana sih emang?"

Tunggal Lanang || DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang