24. Malam senin bersama rahma

178 31 0
                                    

"Kalau hari ini aku ajak kamu pacaran mau?"

***

Hendaknya sebelum pergi main itu mempersiapkan semua hal, dimulai dari jas hujan atau pun barang-barang kecil lainnya, diteras rumah ini setelah hujan reda hanya ada kicauan burung yang sebentar lagi tidak terdengar, porak-poranda hatinya terus berjalan langsung tanpa bisa diberhentikan, setelah mengutarakan rasa ingin menjadikan Rahma sebagai pacar kini raffa terus menggenggam telapak tangan Rahma dibawah adiwarna langit senja yang sebentar lagi akan berwarna gelap, niatnya hanya untuk bermain kini diganti dengan menjadikan Rahma miliknya. "Kak.."

Dibalik senyumnya raffa menoleh dengan semburat merah yang tidak tau kapan datang dan kapan sirna, hingga. "Serius bener aku jadi pacar kakak?"

Jika boleh dihitung ini kali ke tujuh Rahma menanyakan hal serupa, seolah-olah tidak ingin mempercayai namun harus dipaksa percaya. "Ini kamu nanya sama kakak udah tujuh kali loh."

Yang dijawab hanya cengengesan, tidak mungkin dirinya percaya begitu saja, takut-takut Raffa merangkap menjadi kupu-kupu kan bahaya, gamungkin dirinya ter- Raffa - Raffa, bisa gila jasmani sama rohaninya.

"Ibu kamu kemana?"

"Ibu? Ibu kerumah uti, kebetulan uti engga puasa, tadi dia minta dibikinin semur jengkol sama ibu." Anggukan lirih itu yang dapat Rahma lihat.

Jam setengah enam sore diarea perkomplekan ini begitu ramai, didepan 'pun setelah hujan banyak yang berjualan, padahal sebentar lagi akan memasuki waktu magrib dan akan berbuka puasa. "Abis isya mau ikut ga?"

"Kemana?"

"Mancur, kamu suka makan bbq? Atau kamu suka tauge goreng?" Semulanya Rahma tengah berfikir hingga munculah seorang wanita cantik berbaju biru dengan tentengan rantang, Raffa yang terduduk bangkit. Ingin menyalami wanita itu.

"Eh? Basah kuyup amat? ama ini temennya engga dikasih baju ganti?" Raffa terkekeh pelan, dibalik kekehnya dia tersenyum senang. Rupanya keluarga Rahma begitu welcome, serasa dirinya memiliki jiwa yang sudah lama hilang namun didapatkan lagi, adakalanya raffa merasakan kesenangan tiada Tara Sampai lara yang disimpan sudah hanyut entah kemana.

"Suruh ganti baju rahma, kok malah diem aja?"

Gadis itu mengusak rambutnya. "Ka Raffa gamau ibu, katanya handuk aja udah cukup.."

"Dasar kamu ini gapeka jadi anak! Ambilin baju aa sana!"

"Eh i-iya--" dengan terburu gadis itu berlari kecil setelah dicubit pelan, sementara itu Raffa hanya bisa tertawa dengan gelengan, yang tidak luput dari adiwarna senja yang merekam jelas kegiatan meraka.

Hingga, "Ayok nak, masuk kedalem, dingin loh disini, yallah si rahma meuni engga dikasih baju atuh kamu basah begini."

"Gapapa bu, serius. Saya cuman kebasahan dikit aja." Lagi-lagi itu hanya dibalas dengan usapan, bahkan dengan tegas ibunda dari Rahma itu menuntunnya agar masuk kedalam rumah dengan bahagia.

Bisa diibaratkan kini raffa adalah burung, yang menemukan induknya dan menemukan sarangnya. Dulu, saat itu induk sang burung telah pergi tanpa persetujuan yang jelas, sarangnya pun dirusak parah hingga tidak terbentuk lagi, ingin dirinya menjamah sarang tersebut dan memperbaikinya, namun tuhan berkata lain. Raffa mendapat kembali induk dan sarang yang dirinya mau.

"Ibu, kalau rahma saya ajak makan di mancur boleh?"

"Kapan?"

Mendudukan diri di sofa hangat, Ningsih menuangkan teh hangat yang sudah siap siaga di meja, memang setiap harinya pasti ningsih akan selalu menepatkan teh itu dimeja ruang tengah, meja kesukaan sang suami. "Malam ini, bu saya boleh nanya?"

Tunggal Lanang || DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang