13; Sekolah Baru, Teman Baru (?)

633 70 4
                                    


"Permisi. Apa kamu yang tadi bersama adikku?" Brian bertanya pada si badut dengan seramah mungkin.

Badut itu tak langsung menjawab, ia lantas menarik bagian kepala dari kostum yang dikenakannya hingga wajah dari baliknya pun terlihat jelas.

Seorang lelaki—yang sepertinya—sebaya dengan Brian. Hanya saja terlihat lebih dewasa dengan bentuk rahang wajah yang begitu tegas.

"Oh? Jadi dia adikmu?" Alih-alih menjawab, sosok itu malah kembali melemparkan pertanyaan pada Brian.

"Ehm ... iya, dia adikku. Apa dia mengganggumu?" sahut Brian kemudian sembari melirik Marcel yang tangannya kini digenggam olehnya; agar tak hilang lagi.

"Oh? Tidak ... tadi aku melihatnya sedang duduk sendirian, kupikir ia sedang sedih sebab wajahnya terus merunduk ke bawah, jadi ku dekati. Tapi akhirnya ia malah mengikutiku," katanya sembari melirik si bungsu. "Maafkan aku, jika aku tahu ia datang bersama kakaknya tentu aku takkan mengajaknya untuk ikut menyebar remah-remah roti pada burung merpati."

Si badut berucap sembari sesekali mengibaskan tangan ke depan wajahnya yang penuh akan peluh. Kostum Winnie The Pooh yang ia kenakan itu sungguh membuatnya kegerahan hingga banjir keringat.

"Ah, jadi begitu ya ceritanya?" Brian tersenyum kecil, sementara Marcel malah sibuk menghentak-hentakkan kaki ke lantai beton; membuat beberapa burung beterbangan dengan riuh karenanya.

"Sekali lagi maafkan aku," ulangi si lawan bicara.

"Eh? Gapapa. Aku memang sempat cemas tadi, tapi juga senang saat tahu dia baik-baik saja," jawab Brian yang disambut seulas senyuman simpul dari sang badut.

Hening. Tak ada lagi yang bersuara, dan rasa canggung mulai merayap di antara mereka.

"Ah, sudah sore. Maaf aku harus pergi karena ada hal lain yang harus ku kerjakan," cakap si badut memecah keheningan. Ia pun segera bergegas kembali mengenakan kepala badutnya seperti semula, sebelum melambai ringan pada Marcel dan mengucapkan selamat tinggal. "Dahh, Achel!"

Ah, sudah saling mengenal rupanya.

Tapi sayangnya ucapan itu tak dihiraukan sama sekali dari si manis, yang kini malah asyik mengejar-ngejar sekawanan merpati sembari berteriak tak jelas.

"Euhmm ... maafkan dia. Dia memang agak sulit merespon karena kondisinya yang ...." Brian ragu melanjutkannya.

Tapi kemudian badut itu mendadak menjawab, "Aku tahu," membuat Brian kembali mengernyitka dahinya dengan amat jelas.

"Ha?"

"Ya ... gak perlu kamu jelaskan lebih rinci tentang keadaannya, aku sudah cukup mengerti," jelas si badut lagi.

Brian tak bisa melihat bagaimana rupa dan mimik di balik kepala badut itu. Tapi yang jelas, Brian menjawab kalimatnya barusan dengan senyuman tipis, sebelum kembali mengatakan terima kasih karena telah menjaga Marcel tadi.

Seperginya si badut tadi, Brian pun segera mengajak Marcel pulang. Walau agak susah karena adiknya itu masih kukuh ingin main di sana dengan kawanan burung merpati yang terus disebutnya sebagai ayam.

***

Belum memiliki pekerjaan dan hilangnya kepala keluarga di rumah tersebut, membuat Brian dan Marcel hanya bisa bergantung hidup menggunakan uang tabungan yang tersisa. Di tengah keadaan ekonomi negara yang tidak stabil serta seluruh harga bahan pangan melonjak naik, setidaknya Brian bersyukur karena adiknya itu tak begitu pemilih tentang makanan; asal bukan nasi, Marcel masih mau makan apa saja yang diberikan si kakak untuknya.

He's My Brother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang