15; Achel, Byan Pulang

690 66 9
                                    

Pintu kaca itu berderit pelan saat sebuah tangan mendorongnya dari dalam. Tak lama kemudian Brian muncul dan keluar dengan wajah sumringah. Puji syukur ternyata ia langsung diterima di perusahaan itu setelah mengikuti sesi wawancara. Kepala depertemen HRD di sana pun nampak ramah padanya, tak seperti yang ia dengar jika orang pada posisi itu biasanya akan terkesan ketus, galak, atau penuh aura intimidasi yang kuat. Tidak, perempuan yang menjabat di posisi tersebut berbeda sekali dengan apa yang ada di dalam pikirannya.

Bahkan saat Brian mengatakan bila ia memiliki masalah dengan keadaan adiknya, hingga meminta ijin untuk keluar kantor setiap kali masuk waktu istirahat agar diperbolehkan menjemput Marcel sekolah pun wanita itu mengijinkannya.

"Hi, Brian! Bagaimana wawancaranya?" tanya Weynie—yang tak sengaja bertemu di depan lift saat ia baru saja keluar dan berjalan menuju lobi.

"Kau tahu?" Senyum di wajah Brian mengembang luas sekali mana kala ia berucap, "aku diterima!" Dengan nada yang amat ceria.

"Sungguh?!" Weynie nampak antusias mendengarnya, dan ada senyuman serta rasa syukur yang ia perlihatkan dari raut wajahnya.

"Ya! Mulai besok aku sudah bisa kerja di sini!" pekiknya gembira, dan Weynie menyambut itu dengan tepukan di bahu beberapa kali.

"Sudah kuduga, kau pasti diterima," katanya.

Ah, Brian jadi sedikit curiga, apakah kepala departemen HRD tadi sudah dibujuk oleh Weynie agar ia diterima kerja? Jika memang benar adanya, sepertinya Brian punya hutang budi pada lelaki ini. Tapi yang bagian itu sebaiknya disimpan untuk nanti saja, karena saat ini mendadak terdengar suara berseru pada salah satu di antara mereka.

"Kak Win!"

Tak hanya Weynie, seruan itupun seketika membuat Brian ikut menoleh ke arah suaranya, dan mendapati seorang gadis tengah berjalan—dengan sedikit berlari—mendekati keduanya.

"Oh, kamu udah ketemu sama Om Arga?" tanya Weynie segera setelah si gadis berdiri di depannya.

Yang ditanya nampak mengangguk seketika sebelum menjawab, "udah kok. Papa katanya mau ketemu sama klien hari ini jadi aku gak bisa lama-lama ada di ruangannya," paparnya. Tapi setelah itu ia melirik ke arah Brian yang sedari tadi hanya diam mendengarkan.

Pun seolah sadar pada apa yang diperlihatkan gestur dari si gadis, Weynie segera membuka suara, "Oh, Brian kenalkan, ini sepupuku namanya Adara," katanya, tapi kemudian berbisik kecil ke telinga si kawan, "Anak yang punya perusahaan ini," tambahnya.

Oh?

Brian nampak sedikit tertegun mendengarnya, pun setelah itu Weynie menoleh ke arah si gadis, bergantian memperkenalkan sosok lelaki di sebelahnya ini. "Ara, kenalin ini Brian, dia karyawan baru di sini bagian internal auditor," tuturnya.

"Oh, jadi ini yang waktu itu Kak Win cerit—hhmmpp!" Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, mendadak Weynie membekap mulut si gadis dan membawanya menepi ke sisi dinding lobi. Membuat Brian yang melihat menjadi sedikit curiga akan keduanya.

"Ssstt ...!" Weynie mendesis dengan telunjuk menempel pada depan bibirnya, sedangkan sepupunya itu justru membulatkan bibir sembari mendengkus. "Jangan bilang yang itu!"

"Iya, iya, maaf lupa."

Baiklah, Brian sepertinya memang layak menaruh curiga pada Weynie perihal diterimanya ia di perusahaan ini.

"Halo, Kak Brian, aku Adara sepupunya Kak Winnie," cakap si gadis kemudian dengan tangan terulur menuntut sambutan.

Tentu saja Brian takkan mengabaikan hal itu, ia segera membalas jabatan tangan Adara dan menyebutkan namanya. "Halo, senang bertemu denganmu, aku Brian," jawabnya.

He's My Brother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang