02; Tangisan Bocah Lima Tahun

836 95 3
                                    

Di seluruh pelosok dunia, orang tua dominan dengan label pahlawan. Seluruh tindak-tanduknya erat dengan kata melindungi, memeluk, mencintai. Mereka terlalu posesif sehingga seluruh tindakan anak selalu di letakkan di bawah kendali mereka; apa yang mereka larang semata-mata bentuk afeksi yang dalam. Bahkan, binatang serupa kucing saja begitu protektif terhadap anak-anaknya. Lantas, bagaimana bisa orang tua ini membuang bayi tak berdosa di bawah seluncuran seperti ini? Mungkin hati mereka memang telah mati. Deana menangis mengangkat tubuh mungil tak berdosa ini.

Tangan si kecil bergerak menggapai sesuatu di udara, bibir mungilnya mencebik mengeluarkan tangis yang pilu. Bukankah orang tuanya adalah iblis? Menelantarkannya yang begitu ringkih, yang terlalu rapuh, sendirian; terlalu buta untuk dunia yang begitu luas dan keras. Bagaimana jika ia kehujanan? Bagaimana jika ada binatang buas datang, seperti anjing misalnya? Bagaimana jika bayi ini di kerumuni binatang-binatang kecil, semut, dan sejenisnya? Oh, Deana seperti disayat belati tumpul.

"Ya Tuhan, di saat banyak orang menginginkan keturunan, kenapa ada orang lain yang justru tega membuang buah hatinya begini? Nuraninya mati!"

Benar-benar tak bisa di nalar. Bayi itu ditinggalkan dalam keadaan masih berlumuran darah, di atas koran bekas yang dilapisi keresek hitam kotor. Bejat! Wajahnya nampak memerah, basah karena air mata dan juga keringat, tangannya masih terus bergerak seolah mencari sesuatu, kaki kecilnya pun terlihat tengah menendang-nendang, dan di atas perutnya masih ada segumpal daging kemerahan yang tak lain adalah ari-ari.

Sepertinya bayi itu baru saja dilahirkan beberapa menit yang lalu. Bukan hanya karena ari-arinya yang masih menempel pada tali pusar, namun juga karena kondisi tubuhnya yang masih berbalutkan sisa-sisa darah bekas persalinan; mungkin sekitar seperempat jam mengingat darah-darah yang menempel belum sepenuhnya kering.

Dengan perlahan dan sedikit takut, tangan berjari lentik milik Deana pun mulai mengangkatnya, memisahkan bayi malang itu dari koran kotor yang menjadi alasnya, kemudian membalutnya menggunakan cardigan yang ia pakai sebagai penghangat agar tubuh kecil itu tak lagi kedinginan.

Tangisannya begitu kencang. "Sstt, jangan menangis lagi ya, sayang. Ada Mama di sini." Tangis sang bayi pun berangsur-angsur seusai medapat pelukan dari gendongan Deana; setiap bayi pasti tahu di mana rasa aman itu berada. Dengan cemas, ibu muda beranak satu itupun segera membawa si bayi ke rumah sakit guna memeriksakan keadaannya, dan juga mencari petunjuk tentang siapa orang tuanya.

"Ma." Oh, hampir saja Deana lupa. Di sampingnya, Brian menatap bayi itu cemas. "Dedeknya enggak apa-apa, kan?" tanyanya terdengar sedikit bergetar.

Perempuan itu tersenyum, memperlihatkan ketenangan kepada jagoan kecilnya. "Tidak, kamu pahlawannya di sini. Ayo, kita obati adik manis ini," seru Deana antusias disambut Brian yang terhipnotis oleh kata-kata Deana.

Namun tanpa Deana ketahui jika di balik kresek yang menjadi alas dari si kecil tadi itu tersimpan secarik kertas, dengan serangkaian tulisan berupa permohonan. 'Tolong rawat dia, Leonard Malvino Alexander' yang sayangnya hancur karena darah serta cairan yang masih menempel di tubuh bayi --benar-benar tidak berbentuk.

***

"Kok bisa?" David bertanya penasaran dengan yang terjadi sebenarnya. Dirinya tidak puas sama sekali dengan penjelasan sang istri melalui sambungan telepon beberapa waktu lalu. Oleh karena itu sekarang David berada di rumah sakit bersama istri dan anaknya. Mendapat kabar bahwa sang istri di rumah sakit, pun bayi yang ditemukan oleh putranya membuatnya nyaris kehilangan kesadaran; tadi.

"Aku juga gak tau," sahut Deana memasang mimik sendu.

"Jadi? Udah dapet hasilnya? Bayinya baik-baik aja 'kan?" tanya sang suami lagi, namun jawaban yang diterimanya hanya sekedar gelengan kepala. Mengerti seperti apa perasaan sang istri, David segera memeluk Deana, mengusak helaian rambutnya mencoba menenangkan.

He's My Brother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang