5.10

6 2 0
                                    

Sekarangpun aku masih tidak percaya, orang lain yang menyukai Safira adalah temanku sendiri yaitu Rehan. Dia sendiri cerita bahwa dia menyukai Safira lebih dulu sebelum aku, sepertinya Rehan yang sekarang sudah benar-benar tidak mau kalah denganku. Kalau begitu aku juga tidak akan kalah darinya.

Tidak lama dari saat aku memikirkan Rehan dan juga Safira, tiba-tiba suara bel rumah berbunyi. Siapa yang datang sore-sore begini? Paling cuman tetangga temannya ibu, ingin meminjam barang lagi dari ibu. Itu baru asumsiku saja sih.

"Angga tolong buka pintunya!" teriak ibu.

"Iyaa!"

Teriak ibu benar-benar kencang, bahkan sampai ke kamarku masih terdengar. Sepertinya asumsiku soal tentang ibu yang cocok menjadi penyanyi, sekarang sudah mulai menurun. Pasti yang mendengar teriakannya seperti ini akan sakit kuping.

Aku segera keluar kamar dan membuka pintu untuk tamu yang datang sore-sore begini. Namun setelah aku membuka pintu untuk tamu yang datang, aku terkejut dengan siapa yang datang saat ini. Dia adalah Melani.

"Ha–halo Angga," Melani yang gugup.

Dia ngapain datang sore-sore begini, kan latihannya baru mulai jam 19:00. Dan kenapa setiap bicara denganku dia selalu gugup gitu, bicaralah dengan normal, karena aku juga adalah temanmu ini. Haduh dia ini.

"Cepat sekali kamu datangnya, kan latihan baru mulai nanti," kataku yang masih sedikit terkejut.

"A–apa tidak boleh?"

Bukannya aku tidak membolehkan dia datang kesini sih, aku hanya kaget yang dia datang tiba-tiba begini. Aku tidak masalah jika dia datang berkunjung, tapi setidaknya dia hubungin aku dulu sebelum berangkat sangat awal-awal begini.

"Em...boleh sih, aku hanya terkejut saja kamu yang datang tiba-tiba begini, lain kali datang beritau aku dulu yaa."

"Baiklah, jika nanti aku ingin datang kesini lagi, aku akan memberi taumu," katanya dengan wajah tersenyum manis.

Tunggu dulu "jika nanti aku ingin datang kesini lagi?" apa dia akan datang lagi kesini seterusnya? Sepetinya kedepannya akan menjadi sedikit merepotkan. Tidak lama dari itu, ibu datang menghampiri pintu depan.

"Wahh, ternyata ada temannya Angga datang kerumah. Jarang sekali Angga kedatangan temannya. Selamat datang," kata ibuku, dengan wajah tersenyum senang.

Kenapa ibu jadi senang begitu, jarang sekali ibu begini ke temanku yang lain, walaupun emang jarang juga temanku datang ke rumah. Apa karena yang datang kali ini wanita, jadi ibu bersikap seperti itu, aku tidak tau bagaimana jalan pikiran wanita.

"Oiya aku membawa sesuatu," kata Melani, sambil menyatukan kedua tangannya.

Melani yang berkata seperti itu, kemudian dia memanggil Jeni untuk membawa sesuatu yang Melani maksud itu. Aku terkejut dengan apa yang Jeni bawa, sebuah kotak yang cukup besar, mungkin bisa dari perut atasku sampai kepalaku.

"A–apa i–itu?" aku yang terkejut dengan apa yang Jeni bawa.

Aku benar-benar terkejut dan bingung, dan juga penasaran dengan isi kotak yang dibawanya. Dan juga kenapa dia membawa sesuatu itu, apa dia tidak repot untuk membawanya. Yaa aku tau, Melani membawanya dengan mobil.

"Besar sekali," kata ibuku, dengan terkejut.

"Apa itu isinya?" tanyaku penasaran.

Dia hanya membalas dengan senyuman dan tidak menjawab sama sekali, tapi ibuku menyuruh Melani dan Jeni untuk masuk ke dalam. Jadi kami membuka barang ini di ruang tamu, karena sekarang kondisinya ayah sedang lembur kerja, dan Riska sedang kerja kelompok di rumah temannya. Di rumah hanya ada aku dan juga ibu saja.

Cinta Yang TersampaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang