6.6

7 2 0
                                    

Waktu terus berjalan, saat detik-detik terakhir round dua. Aku mengecohnya dengan kaki depanku dengan cara memutar-mutar kaki di saat aku menggantungkan setara pinggul. Aku terus memutar, sampai dia tidak bisa membuang kakiku yang ada di hadapannya. Lalu dengan cepat saat sedang berputar, aku menendang bodynya, dan berhasil mendapat 2 point, skor 6-5.

Hasil dari round dua adalah 6-5. Aku unggul satu point darinya, lalu kami di pisahkan untuk istirahat ke dua sebelum melanjutkan ke round 3.

"Ingat, ini round terakhir. Jangan bikin kesalahan aneh-aneh, jika sampai membuat kesalahan dan kamu kecolongan point, sabeum takutnya emosimu jadi tidak terkendali, dan kamu bermain dengan acak-acakan. Sabeum minta fokus! Oke?" kata pelatih Markus.

"Okee!!"

Wasit memberi tanda untuk peserta memasuki lapangan kembali, untuk melanjutkan round yang terakhir. Round ke-3 di mulai.

Aku langsung meluncurkan serangan kepadanya, namun mudah baginya menangkis seranganku barusan. Diapun sama, dia mencoba untuk menyerangku, namun mudah bagiku untuk menghindar dari serangannya barusan.

Skor masih 6-5, dengan aku yang memimpin sementara skornya. Kami terus menyerang dan bertahan, belum ada di antara kami yang mendapat point. Dan membuat suasana arena menjadi memanas, karena point hanya selisih satu angka.

Ayoo aku pasti bisa. Aku belum mendapat point lagi sejauh ini, diapun demikian. Perasaanku mulai bergejolak karena seranganku dari tadi tidak berhasil mengenainya, suasananya menjadi tegang begini. Waktu sebentar lagi mau habis hanya tinggal beberapa detik lagi. Dan skor belum ada yang berubah sejak round 3 di mulai.

5...4...3...2

Tiba-tiba saat aku mencoba untuk mendorongnya, karena posisiku kaki depan sedang terangkat setara pinggul. Kaki belakangnya langsung mengarah cepat ke arah perutku dan berhasil mengenai body protektorku, tendangannya pun berhasil masuk sensor. Skor 6-7.

1...Selesai.

Angga – Melani

***

Pertandingan klaster ke-3 Angga sudah berakhir, di detik-detik terakhir Angga kecolongan point dari lawannya, hingga skor akhir menjadi 6-7. Kemenangan untuk Darla Febius dari Bogor.

Angga benar-benar terkejut dengan serangan terakhir Darla, hingga dia tidak bisa menghindar dari serangannya. Namun, hasil akhir sudah di tentukan, waktu tidak bisa di ulang kembali. Apapun keputusan sekarang adalah kenyataan. Dengan begini Angga hanya menjadi juara ke-2.

Angga pergi keluar lapangan menghampiri pelatih Markus, dia berjalan dengan wajah yang sangat kecewa. Dia menundukkan kepalanya dan pandangannya mengarah ke bawah, ia seperti tidak sanggup untuk berjalan tegap dan pandangan ke depan.

Ketika Angga sampai di hadapan pelatih Markus, di situlah sosok seorang pelatih ada untuknya. Pelatih Markus memegang kepalanya dengan tangan kanan, wajah pelatih Markus tersenyum bangga kepada Angga, tidak ada penyesalan terhadap kekalahan Angga di final.

"Kamu udah melakukan yang terbaik, Angga."

Pelatih Markus yang memegang kepala Angga dengan wajah tersenyum bangga. Pelatih Markus puas dengan usaha Angga selama dua bulan ini, karena pelatih Markus tau bahwa kita tidak akan tau bagaimana hasilnya nanti. Namun dengan melihat usaha Angga, dia merasa cukup puas akan hal itu.

Kemudian Angga memeluk pelatih Markus sambil menangis dalam pelukannya, rasa sedih, kecewa, bercampur menjadi satu di dalam perasaan Angga. Dia hanya bisa menangis dan menerima kenyataan dari hasil tadi.

"Menangislah Angga, tidak ada yang melarangmu untuk menangis," kata pelatih Markus kepada Angga yang ada dalam pelukannya.

Memang perasaan Angga sedang sangat tidak bagus, usaha selama dua bulannya berlatih sangat keras. Kini dia menerima hasil yang kurang memuaskan, dia merasa usaha dan latihannya hanya sia-sia. Namun, sekali lagi pelatih Markus, sosok pelatih yang mengerti perasaan anak didiknya.

"Kamu boleh menangis, tapi jangan pernah menganggap untuk berhenti berusaha. Ini bukan akhir, perjalananmu masih panjang. Kamu belum kalah, sabeum gak bilang kamu kalah. Kata kalah hanya akan ada ketika kamu berhenti berusaha dan berjuang. Masih banyak kejuaraan di kedepannya, jadi persiapkan dirimu. Oke."

Pelatih Markus kemudian memegang kedua pundak Angga dengan kedua tangannya, lalu berkata kepada Angga. "Ayoo kita kembali," dengan wajah tersenyum tulus.

Mereka berduapun pergi meninggalkan lapangan pertandingan, mereka turun kebawah memasuki lorong yang menjadi akses menuju arena pertandingan. Ketika turun dan memasuki lorong Angga berkata kepada pelatih Markus.

"Sabeum, aku ingin menyendiri sebentar."

Pelartih Markus yang paham maksud dari ucapannya Angga, dan menerimanya. "Baiklah, jangan lama-lama yaa. Semua orang pasti sedang menunggumu di atas sana."

Kemudian pelatih Markus meninggalkan Angga di sana. Angga ingin menyendiri sementara waktu, untuk menenangkan pikiran dan hatinya. Dia duduk di pinggir jalan lorong, gelap dan tidak ada siapapun yang lewat di lorong itu. Angga duduk dengan menekuk kedua lututnya lalu menutupi wajahnya. Dia kembali menangis di sana, menangis sendirian di lorong yang gelap.

Sementara itu Melani terkejut dengan kekalahan Angga, dia melihat Angga menangis di pelukan pelatih Markus. Perasaan Melani ikut sedih atas kekalahannya, namun ia juga sangat bangga kepada Angga karena usahanya yang begitu keras dan tidak mudah menyerah.

Melani menoleh dan melihat pelatih Markus yang naik ke kursi penonton menuju perkumpulan teamnya. Namun Melani tidak melihat ada Angga di belakangnya, pelatih Markus jalan sendirian ke atas tanpa ada Angga. Melani penasaran kemana perginya Angga.

"Ayah aku pergi sebentar yaa," kata Melani kepada ayahnya.

"Mau kemana kamu?" tanya ayahnya penasaran.

"Sebentar saja kok, aku mau turun ke bawah."

Melani dengan buru-buru turun ke bawah, ia pergi menuju lorong yang menjadi penghubung ke dalam arena lapangan. Ia sangat tergesa-gesa dengan jalan cepatnya, dia turun dan memasuki lorong gelap itu dan melihat di sana Angga yang sedang duduk menundukkan kepalanya.

Melani melihat Angga di sana, sendirian, seperti merenung atas kekalahannya. Melani yang melihat itu kemudian mengeluarkan air matanya, dan segera berlari menuju Angga yang sedang sendiri. Ia berlari begitu cepat untuk meraih Angga di sana.

Sesampainya Melani langsung memeluk Angga yang sedang bersedih. Dia mendekap Angga dalam pelukannya di iringi dengan air mata yang mengalir di wajah Melani.

"Kamu sudah melakukan yang terbaik, Angga," kata Melani sambil menangis.

"Aku sudah kalah oleh Rehan, aku sudah kalah."

"Tidak, kamu tidak kalah. Rehan sendiri yang berbuat curang pada saat itu, sekarang tidak ada hubungannya lagi dengan hal seperti itu. Kamu tidak perlu memikirkan soal itu lagi, kamu hanya perlu memikirkan dirimu saja."

Melani mencoba untuk menenangkan Angga di sana, di dalam lorong gelap dengan minim suara dari luar. Perasaan Angga mulai membaik saat Melani mencoba menenangkannya, ia merasa hangat di pulakannya, hangat dan membuat hatinya tenang.

Aku akan selalu bersamamu, membantumu dalam kesulitan. Ketika kamu sedang dalam keadaan sulit, aku akan datang untuk membantu dan menemanimu. Rasa yang membuat dirimu sakit, kesal, jengkel, aku akan menerima semua rasa itu bersamamu. Kata hati Melani.

"Teruslah berjuang, Angga."

***

Cinta Yang TersampaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang