Chapter 12

6 2 0
                                    

Lorenz dan Raven berjalan bersama.

"Bagaimana pendapatmu tentang hubungan yang mulia dan putri itu?" Tanya Raven.

Lorenz menggeleng pelan. "Entahlah. Tapi menurutku, ini bukanlah hal yang akan merugikan beliau." Jawab Lorenz.

Raven terdiam sejenak. "Menurutku beliau akan merugikan yang mulia, karna masalah yang baru saja terjadi."

Ucapan Raven membuat Lorenz berhenti berjalan. "...Kamu benar juga..." Ucap Lorenz pelan.

Mereka berdua saling melempar pandangan.

"Apa yang harus kita lakukan, Raven? –Yang mulia terlihat begitu menyukainya." Tanya Lorenz.

Raven menggeleng. "Entahlah..."

Mereka melanjutkan perjalanan mereka dalam keheningan.

"Apakah hal ini akan membahayakan yang mulia?" Tanya Lorenz waspada.

"Menurutku tidak, tapi yang pasti akan membahayakan diri putri itu sendiri." Jawab Raven cepat.

Lorenz menghembuskan napasnya lelah membuat Raven melirik ke arahnya.

"Jangan terlalu dipusingkan." Ucap Raven membuat Lorenz menatapnya bingung.

"Sekarang kita fokus saja pada persaingan ini. Sebisa mungkin kita melindungi yang mulia dari jebakan licik para bangsawan itu. Untuk masalah yang lainnya kita serahkan saja pada yang mulia."

Mendengar ucapan Raven yang penuh keseriusan membuat Lorenz menatapnya penuh arti.

"Kamu benar."

Setelahnya Lorenz dan Raven berpisah karna Lorenz harus pergi ke markas ksatria sedangkan Raven harus kembali ke ruang kerjanya.


φ~ώ


Hendery menatap kosong kertas yang berada di hadapannya. Setelah Lorenz dan Raven keluar dari ruangannya, mendadak pikirannya menjadi penuh.

Hendery memutar-mutar pulpen emasnya.

Kuil suci... Tentu saja mereka mengetahui identitasnya.Tapi, kenapa mereka memindahkannya kesana?... Apa mereka memiliki maksud tertentu?... Batin Hendery.

Setelahnya Hendery meletakkan pulpennya dan mengacak rambutnya pelan.

Terlalu memusingkan... Batinnya lagi.

Tiba-tiba pintu ruang kerjanya terbuka, menandakan bahwa ada seseorang yang datang.

"Yang mulia," Panggil seorang wanita berambut indigo yang baru saja memasuki ruangan.

Hendery menatap wanita tersebut yang memiliki mata bermanik pink terang. Sedangkan wanita tersebut berjalan menghampiri meja kerjanya.

"Saya dengar anda memanggil saya, yang mulia."

Hendery memejamkan matanya sebentar, setelahnya balik menatap ke arah wanita tersebut.

"Aku mengutusmu untuk mendaftar menjadi murid di kuil suci."

Ucapan Hendery tersebut langsung membuat wanita itu membelalakkan matanya kaget. "Maksud anda?" Tanyanya.

"Bukankah kamu pernah bilang kalau kamu ingin menjadi pendeta? –Sekarang aku memerintahkanmu untuk pergi kesana." Jawab Hendery.

Wanita itu terdiam sejenak. "Namun, kenapa mendadak sekali, yang mulia?"

Have A Chance [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang