Chapter 19

5 2 0
                                    

Indine Torquela. Namanya sangat terkenal di kalangan para murid baru maupun pendeta. Hal ini disebakan karna dirinya merupakan orang pertama yang diangkat menjadi murid oleh salah seorang pendeta utama kuil suci. Dan lagi, orang yang menjabat sebagai gurunya tersebut adalah murid pertama pendeta agung kerajaan Solvench, Evan Mildred.

Berbicara tentang Evan Mildred. Dia merupakan pribadi yang dingin. Sekalinya berbicara, dia akan mengatakan semuanya tanpa memikirkan perasaan orang yang bersangkutan. Namun, walaupun kepribadiannya begitu, orang-orang tetap tidak akan benar-benar bisa membencinya. Itu semua dikarnakan para wanita bangsawan yang menyukai wajah tampannya.

Wanita-wanita di pergaulan kelas atas memiliki daftar pria tampan yang diberi gelar tidak resmi sebagai 'harta nasional kerajaan ini.'

Selain kedua pangeran kerajaan Solvench, Hendery Eidj de Solvench dan Millear Rohn de Solvench, adapula ksatria pedang yang setia, Lorenz Albert dan si jenius, Raven Aschel.

Evan Mildred sendiri adalah pria yang ke sekian dari banyaknya pria yang berada di dalam daftar 'harta nasional kerajaan ini.'

Rambut biru gelap dan mata kuningnya yang mempesona. Lalu, hidung mancung dan bibir merah alami yang tidak terlalu tipisnya. Yang terakhir, tubuh yang tinggi dan kepribadiannya yang tajam tak tersentuh itu. Wanita manapun pasti akan berdecak kagum melihatnya.

Namun, apa mereka yang bersangkutan tahu mengenai gelar tidak resmi yang populer di kalangan wanita di pergaulan kelas atas tersebut? Tentunya, tidak. Entah apa yang akan terjadi kalau hal tersebut sampai tersebar dan terdengar ke telinga mereka.

Mengingat kepribadian pria-pria tersebut, mungkin saja mereka akan menyeret wanita-wanita yang membicarakan mereka serta menghukum mereka atas pencemaran nama baik. Dan pastinya tidak ada satupun yang menginginkan hal tersebut terjadi.

"Kenapa melihatku begitu?"

Saat ini Indine dan Evan sedang berada di dalam ruang kerja Evan. Masing-masing dari mereka tidak ada yang berbicara, karna Evan sendiri sibuk membaca berkas-berkas yang entah apa isinya.

"Memangnya saya melihat anda bagaimana?" Ucap Indine memasang wajah tak mengertinya sambil tersenyum canggung.

Jika orang yang mengenalnya melihat ekspresinya saat ini, dapat dipastikan orang itu akan bertanya, 'Apa yang salah dengan wajah bodohmu itu?' –Ya , untungnya hanya ada mereka berdua di dalam ruang ini.

"Kamu melihatku seolah-olah kamu akan mengurungku di dalam lautan wanita."

Mendengar jawab Evan, Indine langsung menggelengkan kepalanya cepat. "Bagaimana mungkin saya melakukan hal seperti itu pada anda, guru Evan?"

"...Tidak ada yang tidak mungkin kamu lakukan ke depannya. Apa lagi aku tidak benar-benar tahu apa maksud tersembunyi dari kedatanganmu." Ucap Evan penuh penekanan dan menatap Indine tanpa ekspresi.

Tetap menjaga ekspresinya, Indine berusaha sebisa mungkin menarik sudut bibirnya untuk membentuk senyuman.

"Saya tidak paham apa maksud perkataan anda, namun hal seperti itu tidak pernah ada." Balas Indine sambil membalas tatapan mata Evan.

Evan tidak menyahuti perkataan Indine dan kembali membaca berkasnya.

"...Kitab kuno."

Dengan cepat Indine meraih kitab di depannya dan mengantarkannya ke meja kerja Evan. Setelahnya, tanpa berbicara dia kembali ke tempatnya dan membaca kitab yang sudah diterjemahkan.

Kenapa dia berbicara seperti itu? Apa dia menyadarinya?... Batin Indine, namun setelahnya dia menggeleng pelan.

Tidak mungkin... Belum ada seminggu sejak aku datang kesini...

Have A Chance [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang