"I love you...,"
Sea membuka matanya, ia merasa seakan sudah tidur berhari-hari. Melirik pada jendela yang tidak jauh darinya. Matahari sudah tinggi, bersinar menerangi kehidupan di bawahnya.
Sedikit mengeluh, Sea mencoba untuk bangkit. Demamnya sudah hilang, kepalanya pun sudah tidak sakit. Namun, Sea masih merasa sangat lemas. Mungkin hari ini ia tidak bisa masuk kelas.
Sea mengucek matanya berulang kali. Memastikan apa yang ia lihat nyata. Luke sedang berada di dapurnya, memasak. Tapi bayangan itu tidak hilang, berarti memang benar adanya.
Luke menoleh saat merasa diperhatikan,"Pagi...," Ia meletakan spatula yang sedang dipegangnya, lalu mendekat. Tangan kanannya mendarat pada dahi Sea, dan tersenyum ketika mengetahui Sea sudah tidak demam lagi.
Sea masih melongo, ia tidak tahu harus melakukan apa. Sangat terkejut diperlakukan seperti itu. Mungkin sebentar lagi mukanya akan memerah karena sekarang jantungnya sudah berdegup dengan kencang. Badannya pun semakin terasa lemas.
"Kau tiba-tiba saja pingsan di depan pintu, dan demam semalaman. Jika kau tidak membaik juga, mungkin aku akan membawamu ke rumah sakit," jelas Luke.
"—ngomong-ngomong, siapa Singto?"
Sea yang sudah duduk di sofa, tiba-tiba menegakkan badannya,"Kakakku, kenapa? Apa ia menelpon?"
Luke terkekeh,"Tidak, kau meracau dan menyebutkan namanya, kupikir pacarmu."
Sea mengusap dahinya, merasa sedikit pusing,"Phi Sing sudah menikah. Bisa-bisa ia langsung terbang ke sini jika tahu aku sakit."
Sea teringat Mark. Mungkin ia harus menghubungi Mark terlebih dahulu, dibandikan harus menelpon Singto saat ini. Sea meraih ponsel, ada beberapa pesan singkat dari Ann dan juga Frank. Bahkan Ann menelpon 10 kali. Mendesah, Sea mencari nomor Mark pada kontaknya.
"Hal—"
"Ada apa, Nona?"
"Astaga, bahkan aku belum selesai mengucapkan salam. Aku sakit, tidak masuk sekolah. Dan, oh iya, jangan hubungi Phi Sing,"
"Saya akan menghubungi dokter—"
Sea nyaris berteriak,"Tidak perlu! Aku baik-baik saja, sungguh. Sudah, ya?"
Sea langsung menutup sambungan. Mendadak sedikit menyesal telah menghubungi Mark. Mungkin sebentar lagi Mark akan menyuruh seseorang untuk memeriksa keadaannya.
Luke menuang bubur ke dalam mangkuk dan menaruhnya pada meja makan. Lalu ia mengambil piring berisi roti bakar yang terlihat lezat. Tanpa diperintah, Sea segera menuju meja makan.
"Apakah roti itu untukku?"
Plak!
Luke memukul pelan tangan Sea,"Kid, kau makan bubur saja!"
Sea merengut,"Aku masih sakit, tau?" Luke mengangkat bahu sambil tersenyum mengejek, seolah berkata oleh karena itu, makan buburmu!
Setelah berdebat kurang lebih 5 menit, akhirnya Luke mengalah. Ia memberikan sepotong roti bakarnya dengan syarat Sea juga harus memakan buburnya.
"Ku beri tau, ya? Kalau di masa depan aku sakit lagi, lebih baik kau memasak nasi goreng saja buatku, oke?"
"Kau berharap sakit lagi?"
Sea tertawa renyah sambil menggelengkan kepalanya. Lanjut melahap bubur yang tadi sempat ia tolak. Ternyata enak sekali! Pikir Sea.
Luke membersihkan peralatan masaknya dan juga alat masak yang mereka gunakan. Walaupun Sea sudah melarang, berkata nanti akan ia cuci kalau ia sudah membaik. Luke tetap tidak mendengarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Terakhir 2
Romance"Kau mungkin menyukaiku. Tapi... kau mencintainya." "Pernikahan itu bukan hanya menyatukan dua insan, melainkan dua keluarga, Krist. Dan bagaimana kau melangkah lebih jauh jika kau saja tidak yakin?" Perjalanan kehidupan Krist, Singto, dan Sea diuj...