"Bagaimana jika aku mencintaimu?"
"Bagaimana jika aku mencintaimu?"
Frank menoleh, terkejut luar biasa. Yakin sudah tidak bisa menggerakan kakinya.
Drake mendekat, menatap mata Frank dan berusaha meyakinkannya. Mungkin semuanya begitu mendadak. Dan ia nyaris mengumpat karena tidak dapat menahan diri.
Sekian menit berlalu, Frank belum juga mengatakan apapun. Ia masih bingung. Ia terkejut. Baiklah, katakan Frank menyukai Drake. Tetapi entah mengapa hadir keraguan untuk melangkah lebih lanjut lagi. Seperti ada sesuatu yang menahan Frank untuk mengatakan "Iya".
"Kau tidak perlu menjawab. Maafkan aku karena membuatmu terkejut." Drake meraih kepala Frank dan menciumnya lembut. Lalu perlahan melangkah menjauh. Meninggalkan Frank yang masih terdiam membisu.
***
Sea mempercepat langkahnya menuju apartemen. Matahari sudah terbenam sekian jam lalu, namun Sea baru saja selesai mengerjakan tugasnya. Tadi Sea memaksa Ann dan Frank untuk mengerjakan tugas di perpustakaan. Mengingat sebentar lagi ujian akhir semester akan segera tiba. Jadi mereka tidak bisa menyia-nyiakan waktu begitu saja.
Beberapa pekan ini Sea begitu sibuk. Ia masih bertahan tidak ingin bercerita kepada Singto tentang kerja sambilannya. Sea hanya tidak ingin Singto khawatir. Karena kakaknya itu sudah belasan kali mengingatkan agar tidak terlalu lelah. Sea yang takut ketahuan, sudah dari jauh hari mengingatkan Mark untuk tidak mengatakan apapun pada Singto. Dan berjanji akan mengatakannya sendiri.
Mark setuju, tentu saja. Asal dengan satu syarat. Seperti ini, sekarang Sea sudah melihat mobil yang dikendarai Mark berjalan pelan beberapa meter di belakangnya. Sea mengernyit sebal, apa Mark tidak memiliki kerjaan yang lain? Namun pertanyaan itu harus Sea telan kembali. Mengawasinya merupakan salah satu tugas yang harus dilakukan oleh Mark.
Langkah Sea terhenti saat sebuah kantung memenuhi pandangannya. Sea mendongak, Mark sekarang sudah ada di hadapannya.
"Saya lihat Nona belum makan malam," jelas Mark singkat.
Sea mengernyit,"Aku sudah makan. Dan bisakah kau berhenti mengikutiku?"
"Baik, tapi saya akan melaporkan seluruh kegiatan Nona pada Tuan Singto,"
Sea segera merebut ponsel Mark,"Awas kau kalau berani!" lalu tangannya meraih kantung kertas tadi. Ia sadar tidak sopan berlaku seperti itu pada Mark. Tapi apa boleh buat? Sea kesal sekali. Ia mengumpat tanpa suara dan melanjutkan jalan menuju kamarnya.
Sea memerhatikan pintu kamar Luke. Sudah nyaris sepekan Luke pergi dan belum memberi kabar. Sea sudah mencoba menghubungi beberapa kali, namun yang ia dapatkan hanya suara mesin yang mengatakan ponsel tidak dapat dihubungi.
Sea mengeluarkan kunci kamar dari dalam tas dan membuka pintu. Sadar akan sesuatu, ia menoleh dan menemukan Mark berdiri tidak jauh darinya.
"Astaga! Kenapa kau harus sampai ke sini?" tanya Sea tidak habis pikir.
"Saya hanya memastikan Nona sampai dengan selamat."
Sea membuka pintu kamarnya lebar-lebar,"Kau lihat? Aku sudah sampai. Dan kau, Tuan Mark yang baik hati, kau bisa pulang sekarang."
Mark membungkuk singkat dan berbalik, namun ia menoleh singkat. Memerhatikan pintu kamar sebelah Sea.
***
Sea baru saja selesai mandi. Segala penat yang tadi ia rasakan hilang begitu saja. Barulah Sea sadar bahwa ia sangat lapar.
Sea beranjak menuju meja makan, membuka kantung kertas yang diberikan oleh Mark. Membuka kotak makan di dalamnya, Sea terharu. Nasi goreng keju kesukaannya terlihat begitu menggoda. Sea yakin, sulit mendapatkan nasi di daerah yang mayoritas masyarakatnya mengonsumsi kentang atau roti sebagai karbohidrat utama. Mungkin Mark menyuruh seseorang secara khusus untuk memasakannya. Apapun itu, yang terpenting Sea sekarang memiliki tugas penting: menghabiskan makanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Terakhir 2
Lãng mạn"Kau mungkin menyukaiku. Tapi... kau mencintainya." "Pernikahan itu bukan hanya menyatukan dua insan, melainkan dua keluarga, Krist. Dan bagaimana kau melangkah lebih jauh jika kau saja tidak yakin?" Perjalanan kehidupan Krist, Singto, dan Sea diuj...