K

152 20 3
                                    

"Mengapa aku selalu berpikir jika kau tidak pernah percaya padaku?"

Setelah sekian bulan tidak pernah berkunjung, Krist memutuskan untuk pergi ke Sapphire Blue Cafe. Krist rindu dengan segala yang ada di sana. Pekerjaan, teman, hangatnya suasana kafe. Walaupun Singto tidak pernah melarang secara langsung, Krist paham dengan keberatan Singto jika ia bekerja.

Krist sudah meminta izin untuk pergi dengan Singto. Tetapi mereka harus berdebat karena Singto bersikeras tidak mengizinkan Krist pergi dengan angkutan umum.

"Aku sudah terbiasa, Singto. Kau khawatir berlebihan!"

"Kau boleh pergi, tapi dengan Hero,"

Krist mendelik,"Hero lagi?"

Singto mengangguk, matanya tidak lepas dari koran yang sedang ia baca. Ia berusaha keras untuk tidak mengatakan lebih lanjut pada Krist. Untuk saat ini, Singto tidak ingin Krist tahu.

"Singto!"

Singto mendongak, tatapannya kaku,"Kau pergi dengan Hero, jika tidak, lupakan saja." Perkataan Singto sudah final dan tidak menerima tambahan.

Krist memandang Singto rumit, lantas pergi menuju kamar. Ingin bersiap. Tentu Krist ingin melanjutkan perdebatannya, tetapi ia memilih bersabar dan diam. Terserah apa yang diinginkan Singto.

***

"Jangan marah," Hero dari kursi depan memandang Krist melalui kaca tengah. Krist hanya mendengus. Luar biasa kesal.

Krist memastikan ia pergi lebih awal dari Singto dan tidak menyapa sama sekali. Ia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Namun menurut Krist, kekhawatiran Singto berlebihan dan tidak berdasar.

Mobil yang dikemudikan Hero sampai di depan Sapphire Blue Cafe. Krist menghela napas sebelum turun. Tujuan ia ke sini untuk bersenang-senang. Jadi kekesalannya tadi harus ia lupakan sejenak.

"Tunggu, Krist!"

Krist menoleh, melihat Hero menyodorkan jaket serta topi untuk Krist kenakan.

"Tuan Singto yang memintanya,"

Krist menggeleng, tidak percaya. Ia merebut jaket dan topi yang serba hitam itu dari tangan Hero dan segera memakainya.

Hero tersenyum kaku. Ia memahami reaksi Krist. Satu hal yang ia takutkan, jika Krist dan Singto akan berakhir dengan pertengkaran. Hero mengeluarkan ponselnya, memberi kabar pada Singto. Hari ini seharusnya menyenangkan.

***

Singto melihat pada ponselnya. Membaca berulang kali pesan dari Hero. Krist marah, Singto tahu itu. Tetapi Singto tidak bisa berbuat banyak untuk saat ini. Ia tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya pada Krist, karena sekali lagi, Singto tidak tahu. Singto tidak tahu apa yang sedang menantinya di depan.

Tok! Tok! Tok!

Ice muncul dari balik pintu setelah mengetuknya. Sedikit heran melihat Singto yang begitu lesu.

"Tuan, anda baik-baik saja?"

Singto mengangguk,"Ada apa?"

"Seseorang ingin bertemu dengan anda, Tuan,"

"Siapa?"

"Jack Sangpotirat,"

Singto mendengus,"Katakan padanya, ia tidak diterima di sini." Singto membuat gerakan mengusir. Kepalanya berdenyut menyakitkan. Ia ingin sendiri untuk saat ini.

Ice mengangguk paham.

Jack Sangpotirat...

***

Bunga Terakhir 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang