Jingga

187 21 5
                                    


"Kau tidak akan pernah tahu, betapa aku sangat bersyukur dengan pertemuan ini."

"Phi Sing! Phi Krist!" Sea berlari dan memeluk dua pria yang berada tidak jauh darinya. Mark sigap mengikuti. Singto melarang Sea menjemput mereka, dan meminta adiknya itu menunggu di apartemen. Tetapi, tentu saja. Sea menolak.

"Aku sangat merindukan kalian...," ujar Sea hampir menangis.

Singto tersenyum, membalas pelukan Sea. Di belakang Sea, Mark membungkuk hormat. Ia sedikit canggung karena tidak dapat menahan keinginan Sea.

Krist mengusap puncak kepala Sea,"Bagaimana kabarmu?"

"Di sini makanannya tidak seenak di Bangkok, Phi," Sea beralih menatap Singto,"Bagaimana jika aku ikut kalian pulang ke Bangkok nanti?"

Singto mengernyit tidak suka. Mereka baru saja bertemu tetapi adiknya sudah berencana membuat ulah.

"Lalu bagaimana dengan laki-laki yang sudah membuatmu jatuh cinta?" tanya Krist lagi.

Sea melebarkan matanya, membeku. Singto tidak seharusnya mendengar pertanyaan ini.

"Apa?" Singto menyahut, menyelidik.

Sea melepaskan pelukannya,"Ah! Bagaimana jika kita segera pulang? Aku sudah sangat lapar...," melirik Krist penuh peringatan. Krist yang menyadari kesalahannya tertawa canggung. Habislah aku.

Alis Singto semakin mengerut,"Sea, pembicaraan ini belum selesai."

***

Beruntung percakapan di bandara cepat terlupakan. Sesampainya di apartemen, Krist memaksa untuk memasak. Keinginannya itu sudah mutlak, tidak dapat dicegah. Walaupun Sea sudah mengingatkan sekian kali,"Phi, kita pesan antar saja!"

Tipikal Sea.

Krist tidak mau. Ia cukup khawatir melihat Sea yang sepertinya menjadi semakin kurus. Jadi ia ingin memerhatikan asupan Sea selama dirinya ada di Manhattan.

Krist sedang menumis sayur saat sebuah tangan melingkar di pinggangnya,"Kau tidak lelah?" Singto mendekap Krist dan mencium lehernya.

Mata Krist membelalak,"Singto, ada Sea di sini!"

Singto tidak mendengarkan, tetap melanjutkan aktivitasnya,"Ia sedang sibuk menonton—"

"Aku masih bisa melihatnya, Phi!" teriak Sea tanpa melepaskan matanya dari televisi.

Singto tertawa, melepaskan pelukannya pada Krist.

Sea melihat Singto berjalan ke arahnya,"Eh? Tidak dilanjutkan, Phi?"

Singto menatapnya malas. Ingatkan dirinya untuk tidak menjitak kepala Sea.

***

"Bagaimana studimu?" Singto bertanya sambil mengunyah makanannya. Masakan Krist menyelamatkan mereka dari kelaparan.

Sea menelan makanannya sebelum mengunyah,"Hm..., baik-baik saja. Tugasku semakin banyak, kepalaku pusing hanya dengan memikirkannya saja," Sea meratap dengan melankolis. Kalau Nanon ada di dekatnya, pastilah Nanon sudah menghadiahi satu buah jitakan di kepala.

"Lalu, bagaimana dengan teman-temanmu? Ann dengan siapa—"

"Frank! Mereka sangat baik sekali. Ah, ya, Ann ingin sekali bertemu dengan Phi Sing,"

Singto mengernyit tidak mengerti, kenapa aku?

"Ann pernah melihat foto Phi Singto dan menurutnya Phi Sing sangat tampan,"

Bunga Terakhir 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang