Mimpi Buruk

189 21 1
                                    


"Apa pun yang terjadi nanti, tolong jangan mengatakannya pada Phi Sing. Aku... Aku yang akan mengatakannya."

Krist tertawa melihat anak-anak panti sedang asyik bermain di halaman. Sebuah kebahagiaan yang tidak ternilai harganya. Mereka masih bisa menikmati indahnya kehidupan tanpa berpikir kesulitan yang mungkin akan mereka rasakan nanti saat dewasa. Anak kecil itu unik, mereka tidak seperti orang dewasa yang rumit. Rumit karena memikirkan berbagai hal dan kemungkinan dalam satu waktu.

Sudah sepekan Krist menginap di panti. Ia rindu dengan Singto. Tetapi entah mengapa masih enggan untuk kembali. Mungkin karena sudah sepekan pula Singto tidak memberi kabar atau mencoba menghubunginya. Krist ingin terus menjunjung tinggi egonya, namun ia khawatir. Dari Hero Krist tahu jika Pracahaya Company sedang mengalami banyak kendala. Ada beberapa pesaing yang mencoba mengambil kliennya. Sebenarnya itu masalah biasa, tidak jika pesaing-pesaing itu menggunakan berbagai cara licik.

"Jika kau sebegitu khawatirnya, kenapa tidak pulang saja?"

Krist menoleh, melihat Hero yang mengenakan pakaian santai, tidak menggunakan jas seperti biasa.

Hero berdeham, merapihkan dress bunga sederhana yang ia kenakan,"Apa terlihat aneh?"

"Tentu tidak! Kau cantik!" Krist tertawa hingga matanya menyipit. Tanpa sadar ia mengeluarkan ponselnya dari kantung. Menanti satu pesan singkat yang mungkin saja muncul.

"Kau tidak ingin kembali?" tanya Hero lagi.

"Aku—entahlah, aku masih ingin di sini,"

Hero mengernyit,"Kau berbohong, Krist. Sekarang katakan padaku, berapa malam kau habiskan dengan melamun sambil menatap jendela? Berharap mobil Tuan Singto muncul begitu saja?"

Krist menekuk mukanya, merasa seperti diperolok,"Hei!"

Tetapi Krist juga tidak bisa banyak protes. Perkataan Hero sempurna benar. Hanya saja Krist malu untuk mengakuinya.

Drt... Drt... Drt...

Sea is calling...

"Halo? Ada apa, Sea?"

Sea tertawa,"Phi Krist! Santai saja, tidak ada apa-apa,"

"Kau membuat Phi takut, Sea!" Krist menghela napas, berusaha menenangkan jantungnya yang berdegup kencang.

"Phi sedang apa?"

Krist melihat ke depan,"Sedang bermain dengan anak-anak, kau sedang apa?"

"Aku sedang dalam perjalanan pulang,"

"Hati-hati, Sea! Apa Mark bersamamu?"

Sea mengangguk, walaupun sadar Krist tidak dapat melihatnya.

"Kenapa Phi marah?" tanya Sea, sedikit banyak sudah menduga reaksi Krist.

Hening. Krist tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan Sea.

"Aku tidak ingin mencampuri urusan Phi Singto dan Phi Krist. Tapi aku rasa aku harus mengatakan ini—"

"Apa?"

"Phi Singto sangat membutuhkan Phi Krist, dan Phi tahu itu. Jadi..., jangan terlalu lama marahnya, Phi! Bumi tidak baik-baik saja kalau Phi Krist bersedih,"

Mau tak mau Krist tersenyum. Sea selalu memiliki cara untuk menghiburnya,"Aku baik-baik saja, Sea,"

"Benarkah?"

"Tidak! Hahaha!" Krist benar-benar tertawa. Kegundahannya tadi seperti terlupakan. Krist menyesal, seharusnya sejak awal ia bercerita pada Sea. Karena Sea selalu bisa diandalkan.

Bunga Terakhir 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang