Retak

281 19 2
                                    

"Aku salah. Aku salah telah berharap. Ternyata dunia memang tidak seindah itu."

Krist memerhatikan Singto yang sedang tertidur pulas di sampingnya. Singto begitu tampan, nyaris sempurna. Terkadang Krist masih sempat berpikir, betapa beruntung dirinya, mengapa Singto ingin bersamanya, dan apakah ia pantas mendampingi Singto. Namun Singto dengan segala kesempurnaannya, mampu membuat Krist percaya diri. Mengingatkan jika mereka membutuhkan satu dengan yang lain.

Penting sekali mengetahui love language dari pasangan. Sedikit demi sedikit Krist memahami jika love language dari Singto adalah tindakan. Krist tidak perlu meminta sekian kali, Singto sudah memberi apa yang Krist inginkan. Satu hal yang terkadang membuat Krist harus hati-hati mengutarakan keinginannya. Singto akan mengalah, memberikannya apa pun. Sekali lagi, apa pun yang Krist inginkan.

Sebuah tangan menariknya mendekat, Singto memendamkan wajahnya pada leher Krist,"Tidak bisa tidur?"

Krist mengangguk. Besok adalah hari mereka pulang. Kembali ke Bangkok. Tapi entah mengapa Krist tidak rela untuk meninggalkan Sea. Seperti ada yang menahannya.

"Sea akan baik-baik saja," sahut Singto, sudah paham dengan apa yang ada dipikiran Krist.

"Bisakah kita tinggal satu atau dua hari lagi?"

Singto membuka matanya,"Sekarang kau terdengar seperti Sea," tadi sehabis makan malam, tiba-tiba saja Sea merengek. Tidak ingin Singto dan Krist pulang. Ingatkan Singto jika mereka sudah berada di Manhattan hampir dua pekan. Singto tidak bisa meninggalkan perusahaannya terlalu lama.

"Phi bisa meminta Phi Ice untuk mengurus perusahaan," pinta Sea sambil menangis. Bagus sekali. Sekarang ia sudah mulai menangis.

Singto menghela napas,"Tidak mungkin, Sea, kau tahu itu." Lalu Sea lanjut menangis. Singto memijat keningnya yang berdenyut, merantau tidak membuat Sea mengurangi kadar manjanya.

Krist berpikir, mencoba mencari celah,"Sepertinya masih ada tempat yang ingin kukunjungi,"

Singto mengangkat alisnya, nyaris tertawa,"Sebutkan!"

"Apa?"

"Sebutkan nama tempat itu," Singto sudah telak mengenai titik lemah Krist. Singto tahu, bahkan Krist tidak repot mencari tempat wisata yang ada di Manhattan. Tujuan Krist murni hanya ingin menemui Sea.

Krist memajukan bibirnya. Ia tidak bisa mengelak lagi. Dan Singto tahu itu.

"Besok kita tetap pulang." Kata Singto final, tidak menerima bantahan. Walaupun setelahnya kembali memeluk Krist erat, tidak tega dengan Krist yang terlihat sedih.

***

"Berhenti memasang tampang seperti itu, Sea. Tidak berhasil," Singto menyindir Sea sambil berbincang dengan Mark. Singto memerintahkan Mark untuk lebih mengawasi Sea, apalagi sejak ia mengetahui tentang pemuda itu.

Mereka sedang berada di Bandara. Menunggu pengumuman untuk memasuki pesawat yang akan membawa mereka ke Bangkok.

Krist mendekat pada Sea, memeluknya. Kalau sudah seperti ini Sea akan kembali menangis.

"Phi...," usaha terakhir Sea adalah membujuk Krist. Tapi Krist tetap tidak bisa melawan Singto. Ada saat di mana keputusan Singto sudah tidak bisa diganggu gugat.

"Tenang saja. Akhir tahun kita akan bertemu kembali," jawab Krist lembut.

"Tapi itu tiga bulan lagi, Phi!"

"Tiga bulan itu waktu yang sebentar," sahut Singto. Sea melirik Singto dengan sinis sebelum kembali memeluk Krist erat.

Pengumuman mengenai penerbangan menuju Bangkok terdengar. Dengan berat hati Krist melepaskan pelukan Sea. Waktunya untuk berpisah, sementara.

Bunga Terakhir 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang