"Tidak apa-apa... tidak apa-apa..."
Singto melirik Krist yang sejak tadi tidak berhenti tersenyum. Singto dan Krist kembali setelah makan malam. Anak-anak begitu tidak rela cepat berpisah, sehingga mau tidak mau mereka harus bertahan sampai anak-anak itu tidur.
"Sudah marahnya?" goda Singto. Krist tertawa dan mengangguk. Ia tidak akan pernah bisa lama marah dengan Singto.
"Tapi kau kan besok harus bekerja...,"
"Lalu?"
Krist mendesah,"Aku tidak ingin kau kelelahan."
Singto menggeleng. Ia baik-baik saja. Malah sangat bahagia. Ia jadi banyak mengenal malaikat-malaikat kecil yang begitu ceria. Singto berjanji akan mengajak Sea begitu Sea kembali nanti.
Krist menyandarkan kepalanya pada bahu Singto. Merasa bersalah telah marah dengan laki-laki di sampingnya ini. Laki-laki yang selalu membuatnya merasa berharga. Laki-laki yang akan melakukan apapun. Sekali lagi, apapun. Hanya agar Krist bahagia.
"Singto?"
"Hm?"
"Aku mencintaimu,"
Singto menoleh, mengecup puncak kepala Krist,"Aku juga mencintaimu, Krist."
***
"Jadi bagaimana, Hero?" Singto baru saja sampai di kantornya dan langsung masuk ke dalam ruang rapat. Beberapa karyawannya juga sudah memenuhi kursi. Siap berdiskusi.
"Saya sudah berdiskusi dengan beberapa klien, mereka setuju untuk mengundur waktu pengerjaan, tetapi sebagai gantinya mereka meminta pengurangan dari total pembayaran."
New yang baru saja tiba nyaris terjungkal dari kursinya,"Bagaimana bisa?"
Hero menjelaskan kembali hasil rapatnya bersama dengan klien,"Sebenarnya sudah satu dua yang ingin membatalkan kerjasama ini."
"Aku tidak paham. Sepertinya beberapa bulan yang lalu tidak ada masalah dalam perjanjian ini," Maprang memijat kepalanya yang mendadak terasa pusing sambil menatap lembaran kertas di hadapannya.
Singto menyahut,"Mungkin ada seseorang yang sengaja menekan mereka dengan imbalan harga yang rendah."
Hero bangkit dari kursinya dan mulai mempresentasikan solusi yang diberikan oleh tim Prachaya Company di Jepang. Segala perhitungan jika memang ingin menurunkan harga. Kurang dan lebihnya.
Rapat selesai saat jam makan siang tiba. Semua divisi memiliki tugas yang harus mereka kerjakan setelah makan siang nanti.
Singto sudah kembali ke ruangannya dan menatap pada langit yang terlihat dari jendela. Ia memerintahkan Ice dan Hero untuk makan siang bersama dengan yang lain. Singto sedang tidak ingin diganggu.
Singto mendesah. Beban yang harus ia pikul sangatlah berat. Jika sejak dulu Papa mau mengajarkannya sedikit demi sedikit tentang perusahaan, mungkin ia tidak akan terlalu kesulitan. Papa hanya sangat perhatian, tidak ingin memberatkan tanggung jawabnya pada Singto yang saat itu masih sangat muda. Tapi Papa keliru, Papa tidak pernah memikirkan kemungkinan jika suatu saat tidak bisa mendampingi Singto.
"Hari yang berat?"
Singto menoleh, Krist berada di ruangannya sambil membawa tas berisi kotak makan. Ia tersenyum tipis, mengibaskan tangannya. Meminta Krist mendekat.
Singto menarik lembut pinggang Krist, dan memeluknya. Kepalanya ia tumpukan pada bahu Krist. Mengeluh.
Krist membalas pelukan Singto. Berusaha menyalurkan kekuatan yang ia punya. Sebelum masuk ke ruangan Singto, ia bertemu Ice. Dan Ice mengatakan suasana hati Singto sedang tidak baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Terakhir 2
Romance"Kau mungkin menyukaiku. Tapi... kau mencintainya." "Pernikahan itu bukan hanya menyatukan dua insan, melainkan dua keluarga, Krist. Dan bagaimana kau melangkah lebih jauh jika kau saja tidak yakin?" Perjalanan kehidupan Krist, Singto, dan Sea diuj...