Dia Milikku!

244 21 3
                                    


"Mungkin ini saatnya kami berpisah?"

Beberapa jam yang lalu

Singto memilih berangkat ke kantor lebih cepat dari biasanya. Ia tidak ingin bertemu Krist terlebih dahulu. Ia takut akan tidak mengacuhkan Krist dan berujung menyakitinya.

Tok! Tok! Tok!

Ice membuka pintu dengan ragu. Ia memberi paham pada yang lain untuk tidak mengganggu Singto terlebih dahulu. Dari Hero dan Mark, Ice tahu kekacauan semalam. Dan sekarang pengacau tersebut dengan begitu berani menghampiri Singto.

"Ada apa?"

"Luke ingin bertemu denganmu, Tuan,"

Singto mendengus. Pandangannya tak lepas dari jendela ruangannya. Ia tahu cepat atau lambat ia akan bertemu lagi dengan Luke. Oh, Singto begitu tergoda untuk menghabisi pemuda satu itu.

Singto mengangguk,"Suruh ia masuk!"

Luke datang sekian menit kemudian. Mukanya tidak jauh muram dari Singto, walaupun Luke berusaha keras menutupinya.

"Katakan apa maumu, dan pergi," kata Singto datar.

Luke tertawa, Singto begitu emosi ternyata.

"Aku ingin membawa Krist menemui Ibuku,"

Mata Singto berkilat,"Tidak,"

Senyuman Luke sirna,"Singto, jangan bohongi dirimu sendiri. Perusahaanmu sedang kacau! Kau kira kau bisa menjaga Krist dari ancaman pesaingmu yang lain? Dari Ayahku?"

"Ayahmu—aku ingin sekali menghajarnya!"

"Kau tahu, Krist bukan anak kandungnya. Ayahku begitu napsu membunuh Krist sejak dulu!

Berikan Krist padaku—"

BUG!

Singto meninju pipi kiri Luke, mencengkram kerah bajunya,"Krist milikku,"

"Kau tidak punya pilihan,"

"Itukah yang kau lakukan pada Adikku? Menyakitinya dengan sengaja?" sindir Singto.

Luke terdiam. Sekarang ia merasa hatinya yang ditinju tanpa ampun oleh Singto. Nama Sea selalu memberi pengaruh tersendiri untuk Luke.

Singto berpikir, ia tahu posisi Krist sangat terancam. Di sisi lain ia tetap harus mempertahankan perusahaannya. Jangan salah paham, Singto akan memilih Krist melebihi apa pun. Tetapi Singto juga tidak bisa bohong, Krist terancam jika berada di dekatnya untuk saat ini. Satu fakta yang membuatnya terluka.

"Baiklah, kau boleh membawa Krist dengan 2 syarat. Pertama: bawa ia ke rumahku. Ada rumah keluarga Prachaya di pinggir kota Bangkok,"

Seribu alasan untuk menolak sudah berada di ujung mulut Luke,"Apakah aman?"

Singto mengangguk,"Rumah itu tidak pernah diketahui milik keluarga Prachaya. Sejak Orang tuaku pergi, rumah itu dibiarkan kosong,"

"Kenapa harus di sana?"

"Karena aku tidak percaya, rencanamu bisa dengan mudah bisa diketahui oleh Ayahmu itu,"

"Tapi—"

"Kau tidak punya pilihan," ulang Singto sama persis dengan perkataan Luke.

"Baiklah, lalu syarat yang ke dua?"

"Tinggalkan Sea. Jika kau mendekatinya lagi, aku akan membunuhmu."

Luke terkesiap. Mata Singto berkilat begitu berbahaya. Jika Singto akan membiarkan dirinya telah menyakiti Sea, Luke salah besar. Singto cukup dekat untuk membunuhnya. Ia bisa melakukannya kapan saja. Luke telah mengusik seorang Singto Prachaya.

Bunga Terakhir 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang