Janji

160 20 0
                                    

"Tolong jaga dia dari apa pun, dari siapa pun, termasuk aku."

Singto mengusap rambut Krist dengan lembut. Ia tahu Krist tidak bisa tidur nyenyak semalam. Ada saatnya Krist terus bergerak, meminta untuk dipeluk. Ada saatnya juga Krist melenguh, seperti terganggu. Singto menyadari ada yang tidak beres dengan Krist saat ia pergi membeli es krim. Namun Singto tidak dapat menebak apa yang membuat Krist begitu ketakutan.

"Krist...,"

Krist menggeliat sebentar, lalu membuka matanya. Singto menatapnya sambil tersenyum. Krist mendekatkan dirinya pada Singto,"Selamat pagi,"

"Kau baik-baik saja?"

Krist melepaskan pelukannya, tidak tahu harus menjawab apa. Singkatnya, ia memang belum baik-baik saja.

Singto mengecup dahi Krist. Lantas bangkit, ia harus segera bersiap kerja.

"Tidak bisakah kau di rumah saja?" tanya Krist penuh harap.

"Kau tahu, aku tidak bisa,"

Krist memikirkan cara lain untuk membuat Singto tetap di rumah. Ia takut sekali kalau harus berpisah dengan Singto. Krist berdiri dan mengalungkan kedua tangannya pada leher Singto. Mendekatkan wajahnya.

Singto menahan napas,"Krist, jangan menggodaku...," Singto berkata pelan, menahan segala napsunya.

Krist mengecup pipi Singto, kecupan yang perlahan turun menuju bibirnya. Jantung Krist berdegup dengan kencang, dalam hati merutuki dirinya yang nekat melakukan hal itu di pagi hari.

Singto sedikit terkejut, tetapi menyambut Krist dengan baik. Ia menarik pinggang Krist, berusaha memperdalam ciuman. Lupakan mengenai dokumen yang menumpuk, Singto lebih memilih Krist untuk saat ini. Singto membaringkan Krist perlahan di ranjang, mengecup leher Krist. Ia nyaris hilang kendali saat Krist mendesah di telinganya. Dan setelahnya dua insan tersebut menikmati kebersamaan mereka yang hangat.

***

Krist merebahkan kepalanya di lengan Singto. Setelah melakukan kegiatan yang 'panas' tadi, ia tidak memiliki daya. Singto selalu bisa memperlakukannya dengan baik, membuat dirinya merasa seperti sedang terbang ke langit. Perumpamaan yang bodoh, pikir Krist nyaris tertawa.

Singto mengelus bahu telanjang Krist, "Tempo hari Mark memberi tahuku, Sea meninju salah satu seniornya di sekolah,"

"Astaga! Apa Sea baik-baik saja?" Kepala Krist terangkat, menanti jawaban Singto.

"Tentu, ia baik-baik saja. Aku yang tidak," Singto menghela napas.

"Mengapa Sea meninjunya?"

Singto menceritakan pada Krist akar masalahnya. Tentang Frank. Hingga di hari Sea bertengkar.

Krist mendengus,"Kalau seperti itu, bagus sekali Sea meninjunya!"

Singto tertawa, menaikkan sebelah alisnya.

"Setidaknya pemuda itu pantas mendapatkan tinju Sea, kan?"

"Aku khawatir jika pemuda itu membalas perbuatan Sea—walaupun—ada Mark, tapi tetap saja,"

Krist mengecup bibir Singto, berusaha membuatnya tenang. Singto menarik Krist, balas memagut bibir Krist beberapa kali sebelum melepaskannya.

"Krist, kau harus tahu, aku tidak akan pernah mampu kehilangan kau dan Sea. Jika terjadi sesuatu pada kalian, mungkin aku akan merasa bersalah seumur hidupku."

Singto menoleh, menemukan Krist yang menatapnya dengan sedih. Ada apa?

Krist menggeleng, matanya terasa berat. Ia menguap, rasa kantuk menyerangnya. Ia masih bisa merasakan Singto memeluknya dengan erat.

Bunga Terakhir 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang