Fakta

147 19 0
                                    


Bagaimana jika kebahagiaanmu selama bertahun-tahun harus rusak karena satu malam saja?

"Bisakah kau pulang lebih cepat hari ini?" keluh Krist sambil memakaikan dasi Singto.

"Ada apa, hm?"

Krist menggeleng. Tidak tahu bagaimana cara mengatakannya. Hanya saja ia merasa ingin terus bersama dengan Singto.

Singto memeluk Krist,"Ada Hero yang akan menemanimu,"

"Aku inginnya kau! Bukan Hero!" Krist memajukan bibirnya, kesal.

Singto tertawa. Krist sangat manis sekali.

"Aku janji akan pulang cepat,"

"Janji?"

Singto mengangguk. Mengecup dahi Krist lembut. Lalu segera berjalan menuju mobilnya.

Drt... Drt... Drt..

"Ya?" tanya Singto pada Ice di seberang sana.

"Pesawat Nona Sea sebentar lagi akan landing,"

"Baiklah."

Singto mengemudikan mobilnya, menuju Prachaya Company. Sebenarnya ia belum tahu apa yang akan ia katakan pada Sea. Semoga semua akan baik-baik saja, harap Singto.

***

Luke menapakkan kakinya pada kota Bangkok. Berhitung dalam hati.

"Tuan Luke?"

"Ya?"

"Nona Sea sudah tiba di Bangkok,"

Luke membelalakkan matanya. Jika seperti itu mungkin saja Sea berada di pesawat yang sama dengannya. Luke merutuk, mengapa ia abai? Ia harus menemui Krist sebelum Sea.

"Siapkan mobil—"

"Tuan besar ingin bertemu dengan anda terlebih dahulu," cegah seorang pengawalnya yang lain.

Luke mengumpat, Ayahnya pasti sudah mengendus rencananya. Mobil Range Rover berwarna hitam berhenti tepat di depan Luke. Ia segera masuk ke dalamnya. Mobil tersebut berjalan cepat membelah kedamaian kota Bangkok.

***

Sea menikmati pemandangan kota Bangkok melalui jendela mobil. Seberapa pun malasnya ia dengan kemacetan dan panasnya, tetapi Sea tetap merasa Bangkok adalah rumahnya. Seberapa pun buruknya rumah, kamu akan selalu menemukan alasan untuk pulang, kan?

Sea rindu segalanya. Namun bukan kerinduan seperti ini yang ia inginkan. Bukan dengan cara seperti ini ia ingin pulang. Entah apa yang akan terjadi esok hari.

"Mark?"

"Ya, Nona?"

Sea menunduk, menahan tangis,"Apa pun yang terjadi nanti, tolong lindungi kami,"

Mark mengangguk paham.

Sea mengatur napasnya. Berusaha untuk tidak menangis. Kenapa ia perlu khawatir? Ia masih memiliki orang-orang yang akan menjaganya. Selalu.

***

Mobil yang ditumpangi Sea memasuki pelataran halaman rumah. Sea turun dan memandangi rumahnya. Tidak banyak yang berubah, mungkin hanya kebunnya semakin rindang dan penuh akan bunga yang bermekaran. Sea yakin, pasti Krist begitu telaten merawatnya. Tidak mungkin Singto.

Sea menghentikan langkah sebelum membuka pintu. Menoleh pada Mark. Gelak tawa Krist sudah terdengar dari luar.

Mark menggangguk.

Bunga Terakhir 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang