Merah Muda

294 27 4
                                    


"Bagaimana jika aku menyukaimu?"

Singto mengangkat kepalanya dari buku yang sedang ia baca. Ia melihat Krist yang sedang berjalan ke belakang dan ke depan seperti ular tangga.

"Kau baik-baik saja?" tanya Singto pada Krist yang tidak juga menghentikan kegiatannya. Krist mengangguk, sibuk dengan ponselnya.

Tak lama Krist berdecak dan mengeluh.

Singto menarik tangan Krist untuk duduk di sampingnya,"Ada apa?"

"Sea belum membalas pesanku. Bukankah seharusnya ia belum tidur?"

Singto menyipitkan matanya,"Ku kira hanya aku yang khawatir berlebihan." Kata Singto sambil menirukan nada bicara Krist tadi. Krist hanya menyengir lima jari, dan kembali memusatkan perhatian pada ponselnya.

Singto menarik ponsel pada tangan Krist, menaruhnya di meja nakas,"Sea akan baik-baik saja.

Bagaimana jika kita melakukan sesuatu yang lain?" Singto mengusap lembut pipi Krist, matanya menyorot penuh makna.

Tersenyum saat tidak melihat penolakan dari Krist, Singto menangkupkan wajah Krist dan mencium bibirnya lembut. Dengan pelan, Singto merebahkan badan Krist. Mereka larut dalam sentuhan satu dengan lain.

Ah, malam ini akan menjadi malam yang panjang.

***

Krist bangun ketika matahari sudah sangat tinggi. Jelas sekali ia menikmati tidurnya. Walaupun ia tidur lama sekali, tetapi badannya masih terasa sangat pegal. Hasil dari 'kegiatan'nya dengan Singto semalam.

Merasakan kosong di sampingnya, Krist menoleh. Singto tidak ada. Krist meraih catatan kecil di meja nakas.

"Maaf meninggalkanmu, ada rapat mendadak.

I'll see you tonight.

S."

Krist terkekeh. Entah mengapa ia merasa Singto sangat romantis. Krist tidak akan terkejut jika sebentar lagi Singto akan menghubunginya.

Krist menghela napas, ia masih cuti hari ini. Dengan tertatih Krist bangkit menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya.

***

Singto mengusap wajahnya lelah. Ia dan timnya sudah rapat sejak pagi. Sekarang matahari sudah nyaris tenggelam, tetapi mereka belum juga menemukan keputusan yang tepat.

Pihak cabang Prachaya Company dan beberapa kolega Singto di Jepang, ingin mempercepat proyek mereka. Bukan tanpa alasan, kompetitor Singto sangat banyak. Jika mereka tidak cepat tanggap bergerak maju, maka banyak klien yang akan diambil alih oleh kompetitor-kompetitor itu.

Maprang berujar dengan nada tinggi,"Tidak bisakah kita tunda sejenak? Beberapa minggu lagi?"

"Lihat saja, klien akan lari kalau seperti itu," sahut New sewot.

Maprang dan New melanjutkan debatnya. Semakin membuat ruangan sesak.

"Cukup!" Singto mengusap kepalanya yang seperti akan meledak. Mungkin sebentar lagi ia akan membanting meja di ruangan ini.

Ruangan mendadak hening. Semua tidak ada yang berani mengeluarkan suara.

Singto menghela napas untuk yang ke sekian kalinya,"Besok aku akan rapat dengan tim dari Jepang, membicarakan bagaimana baiknya. Sekarang kita cukupkan sampai di sini. Terimakasih atas kerja sama kalian."

Satu per satu mengucapkan terimakasih dan pamit undur diri. Esok hari mungkin akan jauh lebih berat lagi. Mereka harus mempersiapkan diri.

New mendekati Singto,"Bagaimana bulan madumu?"

Bunga Terakhir 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang