"Jauhi dia, demi kebaikanmu..., Nona."
Krist menatap Hero penuh curiga. Tidak biasanya Hero seperti ini. Tadi Hero mendadak memaksanya untuk pergi ke salon. Alasannya pun terdengar mencurigakan.
"Apa kau tidak ingin membuat Tuan Singto senang?"
Seorang staf salon sedang merapihkan rambut Krist. Krist akui, memang sudah sejak lama ia tidak menata rambutnya. Mungkin terakhir saat ia akan menikah. Itu juga karena Sea memaksanya.
Setelah selesai dengan rambut Krist. Sekarang giliran perawatan kulit. Krist dibawa ke sebuah ruangan dan diminta mengganti bajunya dengan kain. Lalu para staf mulai bekerja, ada yang memijat tubuh Krist, ada pula yang memakaikan masker wajah. Krist nyaris menguap, ia bisa tertidur kapan saja.
Setengah jam kemudian, Krist sudah selesai dengan segala perawatannya. Hero berdecak kagum, Krist begitu cantik.
"Hero, mengaku saja. Apa hari ini hari spesial untuk Singto?"
Hero menggeleng.
"Lantas mengapa kau mengajakku ke salon?"
"Aku sendiri bingung, mengapa kau tidak pernah memanfaatkan fasilitas seorang istri Singto Prachaya?" Hero jelas menyindir Krist, tetapi kemudian tertawa. Muka Krist yang ditekuk seperti itu begitu lucu menurutnya.
Diam-diam Hero mengakui, Krist begitu cantik namun ringkih. Hero paham mengapa Singto setengah mati ingin menjaganya. Walaupun alasan mengapa ia diberikan tugas khusus seperti ini, tetap membuat Hero penasaran.
***
Frank menghela napas berat. Karena bersikeras mencari buku di perpustakaan, sekarang ia terjebak hujan. Besok akhir pekan, jadi Frank, Sea, dan juga Ann sepakat untuk mengerjakan tugas bersama dan menginap. Frank merutuki dirinya sendiri, haruskah ia menerobos hujan dan berujung kebasahan? Tapi jika tidak dan lebih memilih menunggu, sebentar lagi malam akan tiba.
Frank masih mempertimbangkan dua pilihan tadi saat ia menangkap sepasang sepatu yang ia kenali di dekatnya. Ia menggeleng tidak percaya. Haruskah mereka bertemu kembali?
"Frank?" Drake melihat tatapan datar Frank.
"Kau mau apa?"
"Frank, maafkan aku. Itu semua salah paham, aku tidak—"
"Salah paham?" potong Frank sengit, tangannya bergerak mengusap mata yang sudah memanas.
"Drake, kau—kau setuju dengan taruhan itu. Aku sudah menerimanya. Lalu mengapa kau di sini? Mengapa kau mengatakan omong kosong ini?"
Drake menarik Frank, memeluknya dengan erat. Berusaha menghentikan Frank.
"Frank, dengarkan aku—"
BUG!
Frank mendorong Drake sekuat tenaga dan meninjunya. Sekarang Frank sudah terisak, hatinya sakit sekali. Drake sudah menyakiti dan mempermainkannya. Sekarang Drake kembali begitu saja? Frank miris, hidupnya begitu miris dan menyedihkan.
Sambil terisak Frank berkata,"Aku mohon, Drake! Tolong—tolong pergi! Tolong tinggalkan aku! Aku tidak sanggup—aku tidak sanggup lagi!"
Setelahnya Frank berlari menerobos hujan. Ia tidak berhenti sekali pun. Ia tidak menoleh. Frank terus berlari, berharap dengan seperti itu sakit di hatinya bisa sedikit berkurang.
Tok! Tok! Tok!
"Sea! Sea!" panggil Frank dengan napas yang menderu.
Sea tergopoh-gopoh membukakan pintu,"Frank? Astaga, kau kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Terakhir 2
Romansa"Kau mungkin menyukaiku. Tapi... kau mencintainya." "Pernikahan itu bukan hanya menyatukan dua insan, melainkan dua keluarga, Krist. Dan bagaimana kau melangkah lebih jauh jika kau saja tidak yakin?" Perjalanan kehidupan Krist, Singto, dan Sea diuj...