twenty nine

4.5K 420 35
                                    

Ch ini ga seru >.<
Cuma sambungan ch sebelumnya, sedikit penjelasan untuk beberapa hal, dan beberapa hints untuk kedepannya.

Bear with me yeah. Otaknya lagi ga kreatif 😭

▪︎■♧■▪︎

Satu jam terasa seperti satu tahun lamanya bagi Jaemin. Genggaman tangannya pada lengan Jaehyun tidak pernah terlepas sampai-sampai Jaehyun kebingungan. Makanan yang sudah disajikan untuk si manis pun belum tersentuh secuil pun.

Johnny yang duduk berseberangan dengan dua sejoli itu pun merasa aneh melihat Jaemin yang hanya menunduk, seolah menghindari tatapan orang-orang. Sangat amat berbeda dari 'Nana' yang ia lihat sebelumnya. Ia mengetuk-ngetukkan jarinya di meja untuk memanggil Jaehyun, lalu bertanya. "Ada apa dengan tunanganmu, Jay?"

Bagaimana Jaehyun menjawabnya sementara ia sendiri tidak tahu apa yang membuat Jaemin diam seperti itu? Ia pikir Jaemin akan banyak mengoceh atau melontarkan kalimat-kalimat sarkas saat membuntuti kekasihnya. Tetapi, diam seperti ini bukanlah apa yang ia bayangkan.

"Kitten, you look troubled. Anything bothering you? Hm?" Jaemin masih tidak menjawab. Masih ada perdebatan dalam dirinya, apakah ia harus tetap di sana atau pergi saja.

Pergi merupakan pilihan terbaik, agar ia bisa berpikir lebih jernih dan juga mengurangi risiko Jeno mengenalinya. Tetapi, tetap tinggal juga bukan hal yang merugikan. Ia bisa menguping dan mencaritahu apapun yang ia butuhkan.

Tetapi saat itu, ia merasa benar-benar bodoh. Bagaimana bisa ia tidak mengenali Doyoung dan yang lainnya saat mereka pertama kali bertemu di acara amal itu? Padahal, ia sering melihat foto mereka yang diambil oleh Bangchan setiap kali Jeno keluar untuk bertemu dengan 'hyungdeul'-nya.

Bagaimana bisa ia melupakan poin penting itu? Jika mereka memang benar-benar berada di satu circle yang sama dengan Jeno, maka mereka pasti mengetahui sesuatu. Termasuk Jaehyun sendiri.

Jaemin menoleh untuk melihat Jaehyun yang sudah menatapnya. Ia menatap kedua mata Jaehyun bergantian.

Mungkinkah dia mengenaliku dari awal? Apakah itu alasannya mendekatiku? Apa dia tau kalau Jeno adalah kekasihku? Apa dia bersekongkol dengan Jeno untuk membuatku menjadi penjahatnya? Apa semua yang sudah-sudah, hanya sandiwara belaka?

Pikiran Jaemin berkecamuk. Banyak asumsi-asumsi negatif yang berkeliaran di kepalanya. Dikhianati Jeno mungkin ia masih bisa untuk berpikir jernih. Tetapi dikhianati untuk yang kedua kalinya, terutama oleh Jaehyun, bukanlah keinginannya.

Tetapi, jika ia tidak salah mengingat, ia tidak pernah melihat wajah Jaehyun di antara semua foto yang pernah Bangchan kirimkan. Bahkan di akun sosial media yang beberapa kali ia stalk, tidak ada Jaehyun yang menyempil di antaranya. Ingatannya sedang tidak bermain trik dengannya, kan?

Jaemin memutar otaknya. Sebenarnya, apa yang dilewatkannya? Apa ini yang dimaksud sang mami saat beliau melemparinya dengan vas bunga? Bahwa Jaehyun dan Jeno berteman, dan ia menggali kuburannya sendiri dengan bermain api dengan orang yang salah?

Jaemin memalingkan wajahnya dari Jaehyun. Enggan menatap wajah tampan milik pria yang akhir-akhir ini mengisi hari-harinya. "I'm fine." ucapnya sedikit gusar.

"Tolong jangan seperti ini. Kalau ada masalah, beritahu aku." Mohon Jaehyun penuh kekhawatiran. Ia menunduk untuk melihat wajah si manis yang terlihat pias.

Si pemuda Park ingin mengamuk. Ia sudah mengambil tindakan yang riskan dengan berlama-lama duduk di meja yang sama dengan Jeno, namun tidak ada satupun informasi berguna yang ia dapatkan. Satu-satunya outcome dari tindakannya itu adalah anxiety yang jelas-jelas merugikan dirinya sendiri.

"Nana-ssi, kenapa makanannya gak kau sentuh?" Tanya Doyoung yang duduk di sebelah kanan Jaemin. Beberapa kepala pun menoleh ke arah Jaemin setelah mendengar ucapan Doyoung.

Jaemin tidak mempedulikan Doyoung. Pemuda yang satu itu sangat berisik dan mengganggu ketenangannya. Jaemin beringsut merapatkan tubuhnya dengan Jaehyun. Rasanya ia seperti ingin muntah. "Hyung. . ." Lirihnya.

"Hm? Ada apa?"

Saat Jaemin mau mengajaknya untuk pergi, seseorang berbicara terlebih dahulu. "Jay, aku rasa Nana sedang tidak enak badan." Ah, ternyata itu Johnny. Jaemin melirik pria itu dengan pandangan yang sulit diartikan. Dan matanya sedikit melebar saat suara klik gaib terdengar olehnya.

Pria itu. . . Bukankah mereka pernah bertemu sebelumnya, saat ia jalan bersama Jeno?

Jantung Jaemin berdegub kencang. Apa ia terlalu cuek dan tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya sampai tidak menyadarinya lebih awal?

"Eh, aku baru sadar ada orang lain di sini." Sambung suara lainnya. Itu suara Mark. Jaemin mengenalinya.

Rematan Jaemin terhadap tangan Jaehyun mengerat. Saat ini, ia benar-benar terjebak dalam situasi yang sangat tidak bisa dikontrolnya. Ia bukannya takut ketahuan oleh Jeno, tetapi ia sedang menahan diri untuk tidak meledak di depan orang-orang karena kecerobohannya sendiri. Ia memang tidak takut untuk ketahuan. Tetapi, saat itu bukanlah waktu yang tepat. Ia tidak mau rencananya terbongkar saat bukti-bukti yang ia miliki masihlah belum cukup untuk menjatuhkan Jeno.

Namun satu pertanyaan masih saja menghantui benaknya. Bagaimana bisa?

"Ah benar! Kalian bertiga pasti belum bertemu dengan tunangannya Jay!" Seru Doyoung kelewat antusias, dengan maksud membalas perkataan Mark. Jaemin menatapnya tajam, namun Doyoung tidak melihatnya. "Nana-ssi, mereka itu adik-adik kami. Yang berkacamata itu Mark Lee. Yang wajahnya sok imut itu adalah Kim Younghoon. Dan yang tersenyum bulan sabit itu adalah Lee Jeno. Mereka bertiga akan segera menikah. Lain kali kau harus ikut berkumpul lagi, Nana-ssi. Mungkin kau akan bertemu dengan kekasih mereka. I'm sure you'll get along with them!"

Seseorang berdeham cukup kuat, memotong Doyoung dari kalimatnya. "Hyung, kau cerewet sekali." Jaemin langsung menoleh ke arah Jeno saat suara pemuda itu terdengar. Jeno memberinya senyuman tak enak. "Maafkan Doyoung hyung. Akhir-akhir ini dia memang suka sekali menyebut-nyebut tentang pernikahan. Nana-ssi pasti merasa gak nyaman."

Kau masih menyimpan senyuman bulan sabitmu, Jen? Kenapa kau gak pernah menunjukkannya lagi padaku?

Tanpa Jaemin sadari, ia mengeratkan genggamannya pada tangan Jaehyun untuk yang kesekian kalinya. Jaemin pun hanya diam, tidak tau juga harus merespon ucapan Jeno dengan apa.

"Haha! Maafkan aku! Aku terlalu bersemangat." Doyong menepuk tangannya. "Nah! Kalian bertiga, cowok manis ini adalah Park Nana, tunangannya Jay!"

Dengan terpaksa, Jaemin menoleh ke arah ujung meja, dan memberikan senyuman palsu di balik kacamata bulatnya. "Nice to meet you all." Ia tidak menunggu respon mereka, dan kembali menaruh perhatiannya pada Jaehyun. "I'm finished. I need to go. Aku memiliki firasat gak baik. Ada hal yang harus aku bicarakan dengan Bangchan dan juga Choi Lia. Ahh tidak. Aku akan menghubungi mereka sekarang juga."

Dengan begitu, Jaemin bangkit dari kursinya dan pergi ke arah mobil Jaehyun sambil mengeluarkan ponselnya, dan membuat beberapa panggilan.

"BAJINGAN!" Pekik Jaemin saat sambungan telefonnya dengan Bangchan berakhir.

Masih di tempatnya, Jaehyun menatap punggung Jaemin yang semakin menjauh. Ia menghelakan napas dengan pelan. Ia masih bisa melihat Jaemin yang berada di luar, dan jelas sekali bahwa kucing kecilnya itu sedang merasa kesal. Jaehyun melihat sekelilingnya dengan samar sebelum mengirimkan kode kepada Johnny melalui tatapannya. Johnny mengangguk. Ia pun langsung beranjak dari sana dan pergi begitu saja.

Jaehyun menepuk bahu Doyoung dengan keras. Agaknya merasa kesal karena temannya yang satu itu suka sekali membeberkan hal-hal yang tidak penting. "I gotta go. See ya around."

Sebelum pergi, Jaehyun menyempatkan diri untuk menatap Jeno lamat-lamat.

Mungkinkah?





Annyeong

annyeong || 2jae ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang