forty three

4.7K 438 28
                                    

enjoy!

▪︎▪︎■■♧■■▪︎▪︎

Sebulan telah berlalu, dan Dio pun tidak lagi mengunjungi Jaemin di apartemen Jaehyun. Alasannya? Karena masakan si manis sudah mendekati sempurna. Well, se-sempurna apapun yang bisa manusia lakukan.

Jaemin juga terkadang memasak ini itu untuk makan malamnya dengan Jaehyun. Dan meskipun ia tidak membeberkan fakta bahwa ia yang memasak, mendapatkan kalimat-kalimat dari Jaehyun yang mengatakan bahwa makanannya enak, sudah sangat menyenangkan hatinya.

"Kitten, besok aku libur. Ada rencana untuk besok?"

Jaemin mengetuk-ngetukkan jemarinya di dagu. "Eum. . . Sepertinya gak ada. Aku harus menyelesaikan bacaanku."

"How to Kill a Mockingbird?"

"Oh, aku udah menyelesaikannya beberapa hari yang lalu. Ini buku yang khusus direkomendasikan oleh mami." Jaemin mengisi ulang gelas Jaehyun dengan air putih. "Oh! Speaking of mami. . . Apa kau tau kalau mami dan mama Jung sering hangout bersama?"

Jaehyun mengangguk. "Mama sering mengirimi foto. Mereka terlihat seperti bestfriend. Sedikit mengerihkan sebenarnya."

Bukan tanpa alasan ia berkata demikian. Sang mama, bisa menjadi sangat licik dan manipulatif di waktu-waktu tertentu. Dan nyonya Park, well, nyonya Park. Keduanya bukanlah kombinasi yang baik. Apalagi ia masih sedikit ragu apakah sang mama sudah benar menerima Jaemin, atau itu semua hanya sandiwara belaka. Jika hanya sandiwara, itu adalah alasan terkuat mengapa sang mama dan sang calon mertua tidak seharusnya berlaga seperti dua orang sahabat.

"I totally agree!" Pekik Jaemin. Ia menggeser kursinya agar bersebelahan dengan Jaehyun. "Mami bahkan udah mendatangi toko percetakan dan bilang kalau tanggalnya udah mereka tentukan! Apa kau tau itu? Aku sangat terkejut! Itu tidak masuk akal! Bagaimana bisa mereka merancanakan pernikahan kita tanpa berdiskusi dulu?!

Aku bahkan belum memutuskan apapun! Aku belum menentukan pakaian yang akan kupakai! Bagaimana dengan makanan? Souvenir? Venue?! Yang paling penting adalah venue! Tidak. Semuanya penting, dan membutuhkan persiapan selama berbulan-bulan! Bagaimana bisa mereka mengurus undangannya sekarang?!

Dan, apa-apaan itu?! Apa mereka bahkan yakin aku mau menikah denganmu?!"

Jaehyun tersedak teh panas yang diminumnya. Ia meletakkan kembali gelas minumnya lalu memelototi si manis. "Apa maksud perkataanmu itu? Kamu mempermainkanku?"

Jaehyun menahan tangan Jaemin yang hendak menyentuhnya, dan menguncinya di samping pria manis itu.

"A-ah, u-umm. . ." Jaemin terbata, ia merasa ngerih melihat Jaehyun yang tatapannya sangat tajam diarahkan untuknya. "K-kau salah paham! Iya, benar kau salah paham!" Jaemin mengangguk-angguk karena gugup. "Ah aku ingat sesuatu! Mami menyuruh kita untuk menemuinya di Apgujeong. Ayo!"

Karena tangannya ditahan oleh Jaehyun, ia pun tidak bisa pergi kemana-mana. Ia merasa aura Jaehyun sedikit menggelap, dan itu cukup mengerihkan. Tentu ia percaya Jaehyun tidak akan pernah menyakitinya secara fisik maupun verbal. Tetapi mendapatkan cold shoulder dari Jaehyun, itu sudah sangat menyakitinya, baik fisik maupun verbal.

Jaemin menunduk dalam-dalam, menghindari tatapan mengintimidasi milik si pria dominan.

"Maafkan aku." Cicitnya. "A-aku terbiasa menghindari pembicaraan mengenai pernikahan. I-I'm so used to it t-that it came out so na-naturally. . ." Ia mendongak, menatap Jaehyun dengan penuh penyesalan. "I'm sorry."

annyeong || 2jae ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang