thirty five

4.2K 434 39
                                    

Selama tiga hari, yang dilakukan Jaemin adalah uring-uringan di kamar megahnya. Ponselnya tidak berhenti berbunyi karena Jaehyun terus menghubunginya. Bahkan bel rumah pun tidak terlewatkan, sampai-sampai nyonya Park mengamuk karena istirahatnya yang berharga terganggu.

Sejujurnya, ia ingin agar hari-harinya tetap produktif. Tetapi ternyata, impact yang Jaehyun berikan padanya membuatnya menjadi seperti zombie. Tidak berguna.

Lalu di antara panggilan telefon yang masuk ke ponselnya, ada satu panggilan internasional yang sudah ditunggu-tunggunya selama hampir satu bulan. Karena ia sudah cukup lama menunggu, maka ekspektasinya pun meninggi. Yang disampaikan kepadanya adalah berita dan informasi yang baik, namun kebanyakan buruknya. Jaemin sendiri tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

Tok tok tok!

"Tuan muda, di luar ada Tuan Jeno."

Jaemin yang lagi-lagi tidak tidur, melirik malas pintu kamarnya. "Aku gak mau menemui siapapun hari ini."

Tok tok tok!

"Tuan muda, di luar ada Tuan Jeno." Ulang bibi Nam, karena ia pikir tidak mendapatkan respon apapun.

Di dalam, Jaemin menggeram kesal. "Aku bilang aku gak mau menemui siapapun!" Bentaknya menggelegar.

Ia bernapas dengan berat. Matanya bengkak bukan karena menangis, tetapi karena kurangnya waktu tidur yang ia dapatkan. Oke. Mungkin kurangnya jam tidur itu disebabkan oleh hatinya yang menangis.

Tok tok tok!

Jaemin memekik seperti kesetanan. Dengan langkah lebar dan menghentak-hentak, ia pergi ke pintu dan membukanya dengan murka.

"Apa kau tuli?! Aku-- apa yang kau lakukan di sini?"

Jeno terkekeh melihat penampilan si manis. Rambutnya acak-acakan seperti sarang burung. Wajahnya menunjukkan ekspresi masam. Matanya merah dengan kantung mata yang menggelap, dan bibirnya sedikit kering.

Tetapi, meskipun penampilannya seperti itu, kecantikan yang dimilikinya masihlah dapat dirasakan.

"You look good."

Jaemin memutar matanya. "Bodoh. Aku terlihat seperti monster." Tanpa melihat cermin pun ia tahu penampilannya melebihi monster. "Apa yang kau lakukan di sini, Jen? Ini hari kerja. Apa kau gak bekerja?"

"Aku mau ngajak kamu berkencan."

Jaemin mendengus. "Aku menolak."

"Oh, ayolah, babe. Udah lama kita gak jalan-jalan berdua."

"Dan itu bukan salahku." Jaemin menyilangkan kedua lengannya di dada. "Kau yang terlalu sibuk dengan duniamu sampai aku diabaikan."

Jeno tersenyum manis. "Aku sibuk membangun karirku, baby." Dan membangun hubungan romantis baru dengan orang lain. Sambung Jaemin di dalam benaknya. "Mau ya?"

Si manis berdecih. "Aku siapan dulu."

Saat Jaemin hendak menutup pintu kamarnya, Jeno menyela. "Aku gak dipersilahkan masuk?"

"Kau memalukan. Tunggu di bawah! Be a gentleman!"

--

Jeno membawa Jaemin mengelilingi kota. Mereka mengunjungi tempat-tempat yang biasa mereka kunjungi ketika masih remaja dulu.

Jaemin menghela pelan. Ternyata bermain di luar lebih menyenangkan daripada mengurung diri di istananya.

"Aku mau es krim."

annyeong || 2jae ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang