eleven

8.4K 643 59
                                    

Jaemin menyeruput matcha dinginnya. Matanya menelisik setiap sudut ruangan tempatnya berada. Kakinya ia selonjorkan di sofa kulit yang ada di ruangan itu.

"Apa masih lama?" tanyanya yang mulai merasa bosan.

Jaehyun melirik Jaemin, mengalihkan perhatiannya dari layar laptopnya untuk sepersekian detik. 

"Kembali ke divisimu, na. Tuan Park menitipkan dirimu padaku bukan untuk aku babysit."

Jaemin cemberut. "Orang-orang di sana terlalu palsu. Penjilat. Telingaku panas mendengar segala bentuk sampah yang mereka ucapkan demi berada di sisi baikku."

Jaehyun terkekeh. "Ini dunia kerja. Kamu harus bisa terbiasa dengan orang-orang seperti itu."

"Aku sudah terbiasa dengan orang-orang seperti itu. Sangat menyebalkan. Kenapa tidak ada break biar aku bisa bernapas dengan sedikit leluasa? Menyebalkan."

Jaemin meletakkan minumannya di meja. Ia berjalan menuju rak buku yang ada di sudut ruangan, lalu mengambil bingkai foto yang ada di sana.

"Apa dia istrimu, hyung?"

Jaehyun menoleh ke arah Jaemin dan melihat bingkai foto yang ia pegang. Ia tersenyum menahan geli. "Apa ibuku terlihat semuda itu?"

"Ah, eomeonim?

Jaemin melihat kesamaan antara Jaehyun dan ibunya. Mata, bibir, dan senyumnya, terlihat sangat mirip.

"Aku pikir dia kakakmu, hyung."

"Oh? Bukan istriku?"

Jaemin melengos. Ia meletakkan kembali bingkai foto itu, dan melihat bingkai-bingkai foto lainnya.

"Kau terlihat sangat lucu. Kenapa fotomu bersama abeonim hanya fotomu saat bayi? Apa abeonim setampan dirimu?"

Jaehyun menyimpan file pekerjaannya lalu mematikan laptopnya. "Orangtuaku sudah lama bercerai."

Mulut Jaemin terbuka, "Ah, begitu." Ia menghampiri Jaehyun yang sudah menunggunya di ambang pintu. "Jadi, hanya kau dan ibumu?"

Keduanya berjalan beriringan menuju lift. Jaehyun mengangguk menjawab pertanyaan Jaemin. "Kamu mau makan apa?"

"Aku mau fettuccine pasta."

Karena Jaehyun sedikit telat menyelesaikan tugasnya gara-gara Jaemin yang terus mengusiknya, maka keduanya pun memutuskan untuk makan di kantin perusahaan yang berada di lantai tiga.

Kantinnya cukup luas, dan kursi yang tersedia cukup untuk digunakan seratus orang sekaligus. Variasi makanannya juga banyak, dan khusus makanan khas Korea. Tuan Park, papinya Jaemin itu, ia sangat mencintai budayanya. Bahkan ia membuat peraturan kebijakan untuk mengenakan hanbok sebulan sekali di hari Rabu ketiga.

Jaehyun menarik kursi untuk Jaemin. Keduanya pun duduk berhadapan. "Gak ada pasta di sini, na."

Jaemin mengedikkan bahunya cuek. "Aku lagi ngidam."

Jaehyun melihat jam tangannya. Tinggal empat puluh lima menit sebelum waktu istirahat berakhir. Ia pun menghela pelan lalu melepas jas hitamnya dan meletakkannya di kursi.

"Tunggu sebentar." Jaemin hanya mengangguk.

Sekitar tiga puluh menit kemudian, Jaehyun kembali ke meja mereka dengan nampan berisikan sejumlah dishes. Ada seporsi spaghetti carbonara, japchae, sundubu-jjigae, bulgogi, serta satu mangkuk nasi.

Jaemin memperhatihan spaghetti yang Jaehyun letakkan di hadapannya. "Kau bilang gak ada pasta, hyung."

"Memang gak ada." Jaehyun mengambil sumpitnya dan mulai makan. 

annyeong || 2jae ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang