Investigasi

6.6K 1.2K 301
                                    

Sudah tak ada waktu untuk beruwu-uwu. Siang harinya Langit memberi keterangan pada detektif polisi. Mereka datang ke rumah atas pertimbangan keamana Langit. Wanita itu mendapat jaminan perlindungan dari kepolisian karena menjadi salah satu saksi sekaligus korban dalam kejadian yang menimpa keluarga Bamantara. Polisi pun tak terlalu kesulitan dalam menyelidiki karena Biru dan orang-orang di baliknya ikut membantu.

"Kami akan bongkar makam itu malam ini juga," ide Detektif.

"Apa bisa pembongkaran itu tak diketahui oleh keluarga Marga? Kemungkina jika mereka tahu, pasti akan mengambil ancang-ancang bahkan melenyapkan bukti yang masih ada," tanya Biru.

"Kami akan berusaha, Pak. Sebaiknya kita lakukan diam-diam. Kami akan mencari petugas yang bisa diajak kerja sama. Jika anda yakin, kami akan lakukan malam ini juga."

"Aku ikut."

Malam itu Minara tidur di kamar orang tuanya. Biru mengenakan pakaian serba hitam. Dia bangun sebelum tengah malam. "Aa jadi pergi?" tanya Langit.

"Iya, kami janjian di belakang pemakaman keluarga jam setengah dua belas," jawab Biru.

Langit bergidik. "Emang Aa enggak takut apa ngebongkar makam orang yang sudah meninggal?" Langit masih belum yakin apa yang Biru lakukan itu benar.

"Kenapa takut? Kita juga suatu hari nanti mungkin akan meninggal. Doakan saja semoga aku sukse, ya?" pesan Biru. Ia cium pipi istrinya lalu berjalan ke luar kamar. Langit turun dari tempat tidur lalu berlari mengikuti suaminya. Sampai diteras, barulah Langit biarkan kepergian Biru sambil melambaikan tangan.

"Hati-hati, Suamiku!" pesan Langit.

"Iya, kamu juga. Tidur yang nyenyak," pesan Biru.

Mobil itu terus melangkah di atas jalan kota Bandung, menaiki dataran tinggi hingga tiba di belakang makam keluarga Bamantara. Biru menepikan mobil agak jauh dan berjalan ke belakang makam. Rupanya David dan Detektif sudah menunggu di sana.

"Anda siap, pak?" tanya Detektif yang langsung dibalas anggukan Biru. Mereka lekas pergi ke dalam lingkungan makam. David membobol kunci pagar belakang tanah makam, tak lupa ia pun menyiapkan gembok baru yang sama persis agar tak terlihat ada yang membobol. Karena batas bagian belakang makam adalah pabrik terbengkalai, tak ada satu orang pun yang lewat ke sana. Keadaan yang sepi itu mereka manfaatkan agar dengan mudah membawa jenazah yang berada di dalam makam Langit.

Mereka berjalan di antara makam-makam anggota keluarga Biru. Di sini Biru yang memimpin untuk menunjukan jalan karena dia yang paling tahu. "Yang ini," tunjuk Biru pada makam yang pernah ia kira istrinya. Di sana Biru sering menyimpan bunga dan mendoakan Langit. "Kalau ingat aku pernah nangis di sini, rasanya konyol," keluh Biru memancing tawa yang lain.

Namun, orang-orang yang ikut malam itu berusaha menahan agar suara mereka tak terdengar sampai jauh.

"Pastikan jangan terlihat seperti bekas di bongkar, ya?" pesan Biru. Petuga makam yang mereka bayar langsung bekerja. Mereka dengan rapi mengangkat rumput hias yang menutupi makam itu.

Setelah rumput diangkat, kini tanah makam digali. Satu per satu papan penutup makam yang sudah rapuh di buka. Jenazah yang belum diketahui identitasnya itu kini hanya tinggal kerangka yang masih terbalut kain kafan.

Mereka angkat jenazah itu dan langsung dimasukan ke dalam kantong mayat. Kini mereka tutup lubang makam dan menanam kembali rumput dengan hati-hati. Setelah semua beres, jenazah itu mereka angkat ke mobil. Tak lupa David kembali menggembok pagar belakang. Tugas mereka selesai dengan lancar hingga mengantarkan jenazah ke rumah sakit yang akan mengidentifikasinya.

Besok paginya pintu kantor Biru terbuka. Roni masuk ke dalam ruangan. Pria itu melakukan perjalan ke daerah Batam dan Sulawesi untuk mengumpulkan banyak bukti.

Ingat pria berpakaian hitam yang menjadi kaki tangan Angga. Pria itu kini membantu Biru. Hanya mantan sekretaris Angga yang tak dilibatkan karena memiliki riwayat panggilan telpon beberapa kali dengan Haris.

"Laporan kehilangan yang dilakukan keluarga, beberapa cocok dengan sketsa pelaku. Tahun hilangnya mereka bertepatan dengan kematian Nyonya Mira dan hilangnya Nyonya Langit," cerita pria berpakaian hitam yang kini sedang David tatap penuh tanya.

Pria itu selalu membuat David penasaran, hanya latar belakangnya sulit sekali dilacak. Ia memiliki banyak identitas dengan berbagai latar pekerjaan dari tukang sedot WC sampai karyawan swasta.

"Mereka meninggal dengan cara diledakan sesuai dengan temuan David. Dengan ini akan sulit menemukan pelaku pelenyapan pelaku. Pusing memang." Biru memijiti kepalanya.

Biru melirik ke samping, ia berniat menyegarkan otak dengan pemandangan di luar dan kaget karena wajah David tiba-tiba ada di sana. "Kamu mau ngapain?" pekik Biru sambil memeluk dirinya sendiri.

David memberikan sebuah amplop. "Potongan kamera dashboard mobil para penjaga yang mengikuti anda. Kita tinggal membuat dugaan dengan ini. Seperti mengisi soal UTS. Isilah titik-titik di bawah ini dengan jawaban yang benar," jelas David. Ia memang sekolah SD di Indonesia jadi sangat akrab dengan soal semacam itu.

Biru menerima amplop yang berisi flashdisk itu. "Kamu yakin ini nggak ada virus flu burungnya?" tanya Biru seenak jidat.

"Virus flu burung bukan untuk komputer," ralat David dengan datar. Pria itu kembali ke sofa. Matanya masih tertuju dengan pria berpakaian hitam yang duduk berhadapan dengannya.

Pria berpakaian hitam itu melakukan hal yang sama. Dia juga merasa aneh dengan keberadaan David yang identitasnya tak cocok dengan penduduk di negara mana pun. Jelas, David sangat pintar memblock akses atas data kependudukannya.

Flashdisk itu Biru masukan ke dalam lubang USB. Ia menonton rangkaian video dan mencocokan dengan ingatannya. Biru menekan tombol pause. "Mobil ini. Temukan pemiliknya." Dengan pen tab, Biru melingkari gambar di video lalu ia berikan tangkapan layar ke ponsel David.

"Lalu Bang Ron, apa saja yang telah kamu temukan?" tanya Biru.

"Pemasok senjata ilegal dan tekstil daftarnya ada di sini. Lebih dari itu, ada penyelundupan obat terlarang dan juga mesin kapal. Jenis obat yang diselundupkan terkandung dalam obat penenang milik Nyonya Nila dan obat ini dilarang oleh negara kita," jelas Roni.

Biru bertepuk tangan sambil memutar kursi putarnya. "Baiklah, kita kumpulkan para investor, CEO, Predir dan Dirut yang namanya akan aku emailkan nanti. Sediakan tempat rahasia. Kita akan bermain boling. Satu kena, semua terkapar." Biru menjatuhkan pulpennya ke lantai.

"Nyonya Sarah sudah melaporkan kebocoran data di perusahaannya juga aktivitas daring ilegal. Langkah yang sama dilakukan Tuan Adnan dan Tuan Randy. Merusak perlahan dari kaki, lama kelamaan akan sampai ke otak," tegas David.

Biru menggeleng. Ia berdiri sambil menarik celananya yang sedikit melorot. "Salah, kita akan langsung memotong urat nadi. Keluarkan Surya dari rumah sakit Bamantara. Kita akan paksa Nila mengakui perbuatannya. Petunjuk paling jelas ada di mulut wanita itu," tegas Biru.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bride Of The Heir 2 (Season 2 Mr Tajir Jatuh Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang