Walau merasa malu, Langit tetap berusaha menelpon ibunya pagi itu sebelum mereka sarapan. Untung Minara sedang sibuk main dengan peliharaannya. Jadilah pasangan itu memanfaatkan waktu untuk menelpon agar bisa menitipkan Minara.
"Langit? Ada apa?" tanya Fitri di balik telpon.
"Ibu apa kabar?" tanya Langit di telpon.
"Baik, La. Kamu gimana? Ara sama Biru?"
"Baik, Bu. Ara lagi ngasih makan kadal-kadalnya. Aa Biru ada di sini. Lagi siap-siap mau ke kantor. Sambil nunggu sarapan habis salat subuh tadi," jawab Langit.
"Alhamdulillah."
"Kak Mega sama Ayu gimana?"
"Baik juga, La. Aldi barusan berangkat ke tempat kerja. Kapan kamu ke sini lagi?"
Langit nyengir kuda. "Nanti Langit ke sana. Sekalian aku ada keperluan, Bu. Enggak apa-apa 'kan kalau Langit mau ngerepotin Ibu?" tanya Langit merasa tak enak.
"Enggak apa-apa. Aku ini Ibu kamu. Ada apa, La?"
"Gini, Bu. Aku sama Aa Biru 'kan baru sama-sama lagi. Terus belakangan dia lagi sibuk di kantor sama urusan persidangan. Nah, sekarang urusannya sudah selesai, Bu. Jadi, kami baru punta waktu untuk berdua." Langit bingung hendak menjelaskannya dari mana.
"Kamu mau ada waktu berduaan sama suami kamu?" terka Fitri. Di sana Langit terkekeh. "Mau nitipin Minara di sini?"
"Ya gitu, Bu. Maaf sebelumnya. Langit tahu selama enggak ada, Ibu juga yang jaga Minara. Sekarang, ada pun masih nitip-nitip. Jadi malu."
"Lha, orang dititipin cucu ibu sendiri."
Langit menatap Biru dengan wajah bingung. Tak lama dia mengambil napas. "Gini, Bu. Biar Minara enggak curiga, Langit sudah susun rencana. Jadi nanti Ibu sama Kak Mega ajak Minara jalan-jalan ke mana gitu. Biar nanti Aa Biru yang bayar semuanya. Kalau alasannya jalan-jalan, pasti dia mau," jelas Langit. Fitri langsung berpikir. "Bisa, Bu?" tanya Langit di telpon.
"Bisa. Nanti Ibu mau bilang sama Mega. Biar sekalian saja kita mau liburan keluarga. Pengen ke pantai," jelas Fitri.
"Pantai mana?" tanya Langit.
"Pangandaran, La. Teman ngaji Ibu kemarin pada ke sana. Boleh?"
"Boleh lah, Bu. Nanti dipesenin hotel sekalian, ya? Ke sana mau naik mobil saja atau mau Langit siapin travel?"
"Biar Aldi saja yang nyetir mobil, La. Kapan harinya kamu telpon Ibu lagi, ya? Biar Ibu sekalian yang bujuk Minara.
"Iya, Bu. Makasih banyak."
Setelah menutup telpon, baik Langit dan Biru sama-sama langsung tersenyum. "Bisa?" tanya Biru.
"Bisa. Ibu mau ke pangandaran. Aa bisa siapin semuanya enggak?" pinta Langit.
"Apa yang enggak bisa buat berduaan sama kamu?" Lekas Biru mengambil ponsel di naka samping sofa. Ia menelpon Roni. Cukup lama Roni mengangkat telpon. Pria itu masih bersiap hendak pergi kerja.
"Ada apa, Pak?" tanya Roni dari balik telpon.
"Oom, rencananya aku sama istri mau ke Eropa. Bisa bantu urus Visa dan kebutuhan lainnya? Sekalian mertuaku mau ke Pangandaran. Carikan hotel terbaik di sana, ya? Resorr juga boleh. Karena Minara akan ikut, jadi siapkan sekalian pengamanannya," pesan Biru.
"Baik, Pak. Untuk berapa lama? Terus negara tujuan di Eropannya ke mana?"
Biru menggaruk kepala. Ia menatap Langit. "La, kita bulan madu berapa lama? Enggak mungkin sebulan, 'kan? Masa kita minta Ibu tinggal di Pangandaran sebulan?"
"Sebentar saja, A. Seminggu paling. Terus di Pangandaran sekalian ke banyak tempat. Biar selama seminggu enggak bosen," jelas Langit.
Biru mengangguk. "Kalau gitu, aku di Eropa lima hari. Mungkin aku pilih Austria sama Swiss saja."
🌱🌱🌱
"Bye, Minara!" pamit Biru dan Langit. Ara melambai dari dalam mobil. Ia akan pergi berlibur dengan Fitri dan keluarga ke Pangandaran.
Tak ada lagi cara lain untuk menitipkan Minara. Anak itu sempat bertanya kenapa Biru dan Langit tak ikut. Akhirnya mereka tak punya cara lain, kecuali Langit dan Biru pura-pura demam.
Awalnya sempat gagal. Apalagi Minara bukan anak yang mudah dibohongi. "Kenapa bisa demamnya barengan? Pasti karena tidurnya sekamar. Makanya kalau sakit jangan dekat-dekat," protes anak itu.
"Kalau kamu mau jagain Papa dan Bunda di rumah nggak apa-apa. Nanti Papa tinggal bilang sama Nenek kalau kamu nggak mau ikut," ancam Biru.
Di sana Minara luluh. Ia rela pergi liburan tanpa orang tuanya. Bahkan dalam mobil ia terlihat sedih. "Bunda, maafkan Ara durhaka. Ara jalan-jalan padahal Bunda lagi sakit," ucapnya sedih.
Itu lima menit yang lalu. Begitu mobil tiba di gerbang, lain lagi. Minara bersorak bahagia. "Yeay! Ara mau lihat pantai sama kuda. Di sana ada paus nggak, Nek? Ara mau pelihara paus, tapi aquariumnya nggak ada yang cukup," cerita anak itu. Sama sekali tak ada kekhawatiran dalam dirinya.
Minara tak tahu karena sepeninggal ia, kedua orang tuanya langsung bersiap pergi. Mereka hanya punya waktu seminggu untuk bulan madu. Kalau pergi ke Eropa tentu akan habis di dalam pesawat. Akhirnya mereka putuskan pergi ke Anyer. Langit tak protes. Baginya yang penting pergi ke pantai.
Mereka naik mobil berdua. Sengaja agar bisa berduaan sepanjang jalan. Masuk melalui gerbang tol buah batu, mobil bersiap masuk dari satu gerbang tol menuju gerbang lainnya.
"Mobilnya nyaman, ya? Mentang-mentang baru," sindir Langit akibat Biru berganti mobil hanya dalam jangka waktu dua bulan.
"Paling penting istrinya masih yang lama," timpal Biru sambil nyengir kuda.
Langit hanya bisa melihat tembok pembatas tol dari jendela mobil. Karena berangkat pagi, tol sangat lengang. Kabut juga masih menutupi jalan.
"Baru dua jam, aku sudah kangen sama Minara. Punya anak rasanya begini, ya?" tambah Langit.
Tak seperti biasanya Biru juga mengangguk. "Aku kenapa nyesel nitipin dia, ya? Kayak merasa bersalah begitu," timpal Biru.
Keduanya saling tatap. Dalam bayang memang sudah terajut bagaimana romantisme mereka berdua. Hanya saja tiba-tiba pikiran mereka jadi tak jelas. "Mana Ara itu kalau nggak diikuti suka nekat. Kalau renang ke tengah laut gimana?" pikir Biru yang mengasuh Minara sejak kecil. Tentu ia tahu bagaimana putrinya bersikap.
Sedang Minara tak memikirkan orang tuanya sama sekali. Ia menikmati pemandangan. "Di Amerika kalau di pantai ada pohon cemaranya. Namanya cemara laut. Kalau kena angin goyang kanan dan kiri," cerita Minara.
Sekitar enam jam perjalanan, mereka akhirnya tiba. Kang Aldi turun dari mobil lebih dulu ketika sampai di parkiran hotel. Minara menunggu Neneknya turun baru menyusul. Setelah yakin pintu mobil terkunci, keluarga itu langsung masuk ke dalam hotel. Baru sampai pintu masuk, mereka terkejut.
"Kok Bunda sama Papa ada di sini?" tanya Minara bingung. Padahal ia sudah membayangkan kebebasan tanpa larangan Langit juga Biru.
Langit memeluk Minara erat. "Bunda mendadak baikan. Makanya langsung nyusul ke sini. Takutnya kamu main terlalu dekat ke pantai terus kebawa ombak. Bunda khawatir," jawab Langit.
"Mana kamu itu nggak mau diem. Kasihan Oom Aldi sama Tante Mega yang jagain kamu. Pasti pusing," tambah Biru.
Minara berkacak pinggang. Rasanya ia ingin menangis saat itu juga. "Hancur sudah liburanku," batinnya sambil merengut.
Biru dan Langit tentu sampai duluan karena memotong jalan ke selatan. Mereka juga memakai mobil yang memiliki kecepatan tinggi. Selain itu, Kang Aldi tak selihai Biru dalam menyetir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bride Of The Heir 2 (Season 2 Mr Tajir Jatuh Cinta)
RomanceSeason ke 2 Mr. tajir Jatuh cinta Apapun itu, aku akan terjang asal bisa bertemu dengan kamu lagi.