Biru tersenyum sendiri sambil duduk di kursinya. David yang baru masuk mobil langsung menaikan sebelah alis. Ia bingung dengan sikap Biru hari ini. "Anda baik-baik saja, Pak?" tanya David. Biru memang sering terlihat aneh walau ini bukan yang teraneh.
"Vid, kamu tahu enggak?" tanya Biru sambil cekikikan. David menaikan sebelah alisnya. "Kamu harus tahu seberapa hebatnya aku. Sekali aku lempar bola, pasti seluruh pin akan jatuh. Aku ini ahli main boling," ungkap Biru.
"Terus? Apa hebatnya. Aku juga bisa," timpal David julid.
"Sesekali kamu terima kelebihanku kenapa, sih? Puji sekali saja, gitu," protes Biru.
"Waw!" seru David lalu bertepuk tangan. Bukannya membuat senang, itu malah membuat mood Biru jatuh begitu saja.
"Sudahlah!" protes Biru. Tak lama pria itu langsung tersenyum lagi. Dia memajukan tubuhnya ke depan sambil memegang sandara jok mobil tempat David duduk. "Kamu tahu enggak? Aku rasanya enggak sabar jatuhin mereka satu per satu. Strike!" seru Biru geregetan.
"Inget, Pak. Kalau mereka cepat tertangkap, novel ini sebentar lagi tamat," sirik David.
"Jangan ingetin kenapa, Vid. Kamu tuh enggak suka banget denger aku senang, ya? Aku mau istirahat, Vid. Sudah cukup lelah aku mikirin orang lain. Hatiku ini lemah," curhat Biru.
"Hati adalah organ yang berfungsi dalam pencernaa, Pak," timpal David.
"Eurrrg!" protes Biru gemas akibat David lagi-lagi mematahkan perasaannya. Mereka sedang dalam perjalanan menuju tempat yang sudah mereka siapkan. Sebentar lagi mereka akan melakukan serangan besar untuk menjatuhkan Haris. Bukan lagi serangan diam-diam, tetapi bom besar yang ditujukan langsung pada anak-anak buahnya.
Para pimpinan yang dipanggil hari itu kebingungan. Mereka dikumpulkan disebuah aula besar. Saat satu per satu dari mereka tiba dan saling tatap. Kursi yang disediakan sudah tertulis nama mereka masing-masing, Biru susun sesuai dengan seberapa besar peran mereka dalam kejahatan keluarga Marga. Rencana Biru ini memang sangat cerdas. Dengan begini, dia bisa membedakan seberapa besar peran orang-orang Haris dan menyusun strategi untuk menjatuhkan mereka satu per satu.
Setelah semua kursi terisi, Biru baru masuk ke dalam ruangan. Pria itu tampak gagah dengan jas berwarna hitam dan kemeja putih. Mereka yang ada di sana kaget luar biasa karena email pertemuan itu dikirim melalui email pribadi Haris Marga, kolega mereka selama ini. Namun, Biru yang hadir di sana. Jelas mereka seperti hampir tertangkap basah.
"Kenapa kalian kaget melihatku ada di sini? Bukannya aku pimpinan yang kalian angkat? Selain itu aku juga menantu di keluarga Marga." Setiap kali Biru bersikap santai, lawannya langsung merasa terusik. Ia pintar memainkan keadaan psikologis seseorang yang berhadapan langsung dengannya. Hal itu membuat lawannya tanpa sadar malah mengakui kesalahan. Mereka yang hadir di sana memalingkan pandangan. Sebagian berdeham seolah merasa terganggu karena keberadaan Biru di sana.
"Harusnya kalian senang aku undang ke sini. Tahu kenapa? Haris Marga saja tidak kuundang. Ups, aku lupa ... sudah mengirim undangan melalui emailnya, dia sendiri tidak kuundang," canda Biru. Ia tertawa. Diliriknya satu per satu tamu undangannya hari ini. "Iya, 'kan? Aku ini memang luar biasa, tampan, pintar dan berbahaya. Wouh, pasti kalian takut sekali denganku, ya?"
Semua orang yang ada di sana pura-pura memperbaiki dasi mereka. Mata mereka pun tak ada yang langsung menatap ke arah Biru. Mereka seolah tak berani menghadapi Biru langsung dan sebagian malah terlihat meremehkan. Terutama orang-orang di barisan paling depan yang memiliki posisi paling atas di perusahaan.
"Katanya jika orang yang diajak bicara berdeham dan pura-pura batuk ... apalagi tidak memandang lawan bicara artinya mereka grogi. Pantas sih, pria tampan memang berbakat membuat lawan bicara grogi. Maafkan aku. Ketampananku ini bikin kalian semua silau, ya?" Biru terkekeh.
Tak ada yang bicara setelah itu. Biru sibuk membetulkan jasnya. Kemudian dia menaikan sebelah tangannya. Kode itu langsung dibalas anggukan oleh David. Tak lama David meminta beberapa staff memasang tripod dan kamera juga menyalakannya.
Setelah kamera terpasang menghadap para tamu, Biru berdiri. Ia meminta kursi yang ia duduki untuk disingkirkan. "Aku lebih tampan kalau berdiri. Coba lihat baik-baik! Kalian nggak tahu aku ini mantan saptam?" tegas Biru sambil menaikan lengan jasnya. Ia masukan sebelah tangan ke saku celana.
"Satpam, Pak," ralat Roni.
Sambil menutup Mata, Biru mengangguk. Ia mengambil oksigen dari udara untuk mulai ngawur lagi.
"Oke!" Dalam sekali tepukan, Biru membuka matanya kembali. "Ayo kita membuat pengakuan dosa. Permainnya begini, ungkapkan dosamu sebelum aku yang mengungkapkannya. Yang ingin maju duluan silakan ke depan," tegas Biru seperti guru SD yang tengah memberi latihan soal. Dia menunjuk sebuah kursi kosong yang ia siapkan untuk para terdakwa.
Tak seorang pun di antara pimpinan berjas itu yang maju. Lengan Biru melipat di depan dada. Ia semakin tak sabaran. "Kalian sudah pada tua jangan sok suci. Masa kalian nggak punya dosa? Pernah uniko alias usaha nipu kolot (orang tua) seperti beli LKS seratus ribu ngakunya dua ratus ribu, korupsi uang kembali dari warung, atau beli gorengan lima yang dibayar cuma siji alias darmaji? Atau pernah kalian salah masuk toilet? Akuilah, karena aku tahu semua hal yang kalian sembunyikan," ancam Biru, tetapi dengan nada penuh candaan.
Mendengar ucapan Biru itu, mereka tertawa terbahak-bahak. Jelas Biru ikut tertawa mendengarnya. Ia senang selera humornya bisa memancing tawa banyak orang. "Mungkin juga dosa memberi sponsor untuk suatu event yang hanya memberi keuntungan sedikit karena milik saudara, menjual produk asuransi dengan harga mahal agar bisa menombok uang yang masuk ke dalam kantung kalian? Satu lagi, melakukan laporan keuangan palsu seolah mendapat keuntungan padahal perusahaan menanggung banyak kerugian. Maju ke depan sebelum aku memanggil kalian ke sini," tegas Biru. Ia tatap satu per satu mereka.
Tawa yang tadi membahana mendadak membeku. Suasana menegangkan terjadi dan hanya hening di sana. Pucat sudah mereka yang duduk di sana. Tatapan mata Biru semakin menajam.
"Jangan kalian meremehkanku hanya karena aku diam selama lima tahun ini. Papaku mungkin tak mampu menggertak kalian. Hanya perlu ingat, aku bisa membangkrutkan grup ini biar kita terpuruk sama-sama." Biru berjalan bolak-balik di depan. Tak lama ia diam dan kembali menatap satu per satu lawannya.
David memberikan Biru sebuah dokumen. "Kita lihat saja siapa yang terlibat korupsi dana perusahaan asuransi Bamantara? Apa perlu aku sebut?"
Baru digertak begitu, seseorang dari kursi belakang mengangkat tangan. Ini yang membuat Biru mengumpulkan mereka dari eselon terendah hingga pimpinan tertinggi perusahaan. Mereka yang berada di eselon rendah mudah digertak.
🌱🌱🌱
KAMU SEDANG MEMBACA
Bride Of The Heir 2 (Season 2 Mr Tajir Jatuh Cinta)
RomanceSeason ke 2 Mr. tajir Jatuh cinta Apapun itu, aku akan terjang asal bisa bertemu dengan kamu lagi.