Ruangan yang mampu menampung hingga tiga ribu orang itu kini duduk para pimpinan perusahaan juga reporter dari berbagai media informasi. Panggung sudah ditata rapi dan podium di tengahnya siap digunakan.
Acara terlambat beberapa menit. Biasa, artis acara itu, Biru Bamantara datang terlambat. Itulah moto hidupnya, orang yang terlambat adalah orang yang terhormat. Belum lagi sulit sekali mengatur Minara urusan harus tampil di depan umum. Ia berhasil membuat pelayan satu rumah berjajar hanya untuk memegang seluruh gaunnya agar ia bisa memilih.
Membantu? Tidak, nyatanya tetap Langit yang memilihkan gaun. Kalau nggak, begitu mereka datang orang-orang di ballroom hanya tinggal tulang belulang.
Biru berdiri di ruang tunggu. Sedang Langit masih mematut gaun Minara. Anak itu sangat tidak bisa diam hingga kain roknya terlipat. Minara memang memiliki dua sisi seperti kutub magnet yang berbeda. Satu tempat begitu tomboy sedang tempat lain begitu centil. Mungkin karena jiwa Langit terperangkap dalam asuhan Biru.
"Bunda berdebar, nggak?" tanya Minara.
"Sangat. Sampai Bunda berkeringat dingin begini. Tangan Bunda juga bergetar," jawab Langit.
"Kata Papa, biar PD kalau bicara di depan orang, kita harus sok cantik. Makanya Ala sering sok cantik, biar PD terus," jelasnya.
Biru tertawa. Padahal maksudnya juga nggak ke situ. Maksud Biru hanya ketika mereka bertemu banyak orang di acara tertentu, bukan setiap saat.
"Kenapa harus sok cantik kalau memang putri Bunda ini cantik. Apalagi kalau Ara belajar tepat waktu dan bicara yang manis pada orang lain," nasehat Langit.
Ara mengangguk-angguk. Ia mengusap rambut Langit. "Bunda cantik, ih. Cantik sekali. Lihat, makanya Ara cantik karena Bunda cantik," puji anak itu.
"Papa?" tanya Biru tak ingin kalah.
Minara mengangkat jempol. "Papa juga cantik," jawab Minara konyol hingga membuat Roni dan David tersenyum geli.
"Puas kalian dengar aku diledek?" protes Biru.
Seorang staff mengetuk pintu. Pemandu acara hari itu sudah mengumumkan susunan acara dan saatnya Biru membuat sambutan. Ara turun dari sofa, begitu juga Langit. Biru menuntun tangan kanan Ara sedang Langit menuntun tangan kiri.
Berjalan menyusuri lorong, akhirnya mereka berada di depan pintu menuju panggung. "Kamu siap, Ila?" tanya Biru menatap istrinya.
Langit menarik napas lalu mengembuskannya perlahan lewat mulut. "Iya, aku siap Aa Ilu," jawab Langit.
"Ala juga siap," celetuk Minara membuat kedua orang tuanya berpaling padanya lalu tersenyum.
Pintu dibuka. Ilu, Ila dan Ala keluar ke panggung. Kilatan lampu kamera menghiasi ruangan ditambah tepukan yang menyambut mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bride Of The Heir 2 (Season 2 Mr Tajir Jatuh Cinta)
RomanceSeason ke 2 Mr. tajir Jatuh cinta Apapun itu, aku akan terjang asal bisa bertemu dengan kamu lagi.