|Long Night (1)

380 41 0
                                    

Seorang Pria membuka knop pintu kamarnya perlahan, masuk lalu kembali menguncinya. Ia berjalan ke meja kerjanya, duduk lalu meraih kunci yang tergantung ditepi cermin panjang didepannya. Ia membuka laci hitam yang lebih rendah dari tempat duduknya, mengambil sebuah buku besar yang lebih bisa disebut dengan album dan menaruhnya diatas meja.

Pria itu terdiam, lalu tersenyum ketika mengingat pemandangan dua orang manusia yang saling dipertemukan kembali oleh takdir langsung didepan matanya. Tangannya meraih album itu lalu membukanya perlahan. Senyumnya semakin merekah ketika matanya menangkap sebuah foto tak berwarna didepannya. Ia pun mengambil foto itu, dan berkata..

“Perlahan aku telah menepati janjiku.” ucapnya pada pria yang berdiri di samping ibunya dalam foto tersebut.

Ia melihat foto lainnya. Kini ia memegang satu foto yang berisi dua laki - laki dengan salah satunya menggendong seekor kelinci putih, Ia lagi - lagi tersenyum.

“Bagaimana takdir Tuhan? Indah bukan?” Ucapnya pada laki - laki yang menggendong kelinci itu.

*krittt...

Pintu terbuka, Pria itu menoleh untuk melihat siapa yang datang.

“Bagaimana hari ini?” Tanya seorang wanita paruh baya yang baru saja membuka pintu.

Pria bangkit lalu membantu ibunya untuk duduk di sofa kamarnya. Ia tersenyum dan menunjukan sebuah foto dari ponselnya yang Ia ambil dari balik pohon siang tadi.

Wanita itu tersenyum, ia memperbesar fotonya, tidak sadar bahwa air matanya ikut turun, air mata bahagianya jatuh. “Putraku akan berhasil.”

Pria itu merangkul ibunya dengan erat. “Sebaiknya Ibu kembali ke kamar, biar aku antar.” Pria itu membantu ibunya untuk berdiri dan berjalan untuk pergi ke kamarnya.

Saat melewati meja kerjanya, Ia tidak lupa untuk menutup album yang bertuliskan..

|–Jongcheveevat’s Family–|

🌻🌻🌻

Awan gelap yang menyelimuti kota dan suara rintik hujan di luar sana saat ini menjadikan suasana semakin tenang dan nyaman bagi insan yang mendengarnya. Secangkir coklat panas menjadi teman ditengah dinginnya hujan malam ini. Ruangan putih dengan interior minimalis itu sangat lengang meski didalamnya ada dua orang pemuda yang duduk bersebelahan, salah satu sumber suara yang ada hanyalah sebuah televisi yang menampilkan acara berita harian Thailand.

Tidak ada percakapan sejak kejadian siang tadi, mereka berdua hanya pulang bersama, berjanji akan menceritakan semuanya saat sampai dirumah —condo New lebih tepatnya. Tapi, sampai jarum jam menunjuk pada angka tanpa ujung itu pun belum ada sepatah kata yang keluar dari bibir mereka. Hanya percakapan kecil seperti “Ingin minum apa?.” dan dijawab “Apa saja.” yang sesekali keluar dari bibir salah satunya.

New yang duduknya lebih dekat dengan jendela, menatap setiap rintikan hujan yang jatuh ke bumi. Ia ingin memulai percakapan lebih dulu, tapi egonya meminta Ia untuk tetap diam dan membiarkan orang disampingnya lah yang memulai percakapan.

Bukan Tay egois, Ia sangat merasa bersalah dan takut. Merasa bersalah karena Ia tidak menceritakan apapun pada New dan takut pada kenyataan bahwa jika sehabis ini New pergi meninggalkan dirinya.

“Tay.”

New berhasil melawan dirinya, Ia ingin ini cepat selesai dan Ia pun bisa tenang. Tapi tidak ada jawaban dari Tay. New mendekatkan duduknya hingga menempel pada Tay.

“Tay.” Panggilnya lagi, sedangkan yang dipanggil hanya menoleh sekilas lalu kembali menatap televisi didepannya.

“Bicara padaku.” New menggoyangkan lengan Tay agar mau bicara padanya.

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang