32 (DIBAWA KE TITIK TERENDAH)

102 40 31
                                    

VOTE DAN KOMEN : untuk membantu cerita ini berkembang.

Karena cerita sudah selesai ditulis versi word. Siap-siap update setiap hari rabu.

"Terbiasa Sendiri, Bukan berarti saya mampu menghadapi hal sulit apapun sendiri."

Segar udara mendung di Yogjakarta menjelang magrib membuat siapapun yang menghirupnya terasa tenang dan damai. Apalagi kondisi sekitaran komplek yang tentram dan damai tanpa adanya hiruk piruk kendaraan yang lalu-lalang.

Semilir angin tipis yang masuk melalui rongga jendela rumahnya membawa dirinya larut dalam lamunan lama yang tidak bisa dikendalikan. Menjadi halu pikiran karena kehampaan isi hatinya. Matanya memandang layar laptop, ya, memandang, tapi pandangan kosong, pikirannya yang kosong, pergi jauh memutar kembali ingatannya dulu.
Dia yang sangat disesali perpisahannya, sangat dibenci asal pertengkarannya, dan sangat malu untuk meminta kembali dengannya. Membiarkan, mengikhlaskan seolah sudah menjadi pilihannya.
Tidak ada pelarian yang tepat baginya. Kecuali kembali bersamanya.

Disela-sela lamunannya, ponsel Salman bergetar tanpa dering, menandakan ada panggilan masuk. Dilihatnya, Dini yang menelepon.

"Halo!" Angkat Salman, "Kenapa?"

"Man, Ibu kabarnya gimana?" tanya Dini.

Sudah jauh dan tak bisa sesering dulu lagi bertemu dengan Ibu dan Adiknya, hanya telepon satu-satunya yang bisa dia gunakan untuk berkomunikasi.

"Baik, kok! Gue bisa urus Ibu, Lo urus suami lo saja baik-baik." Kata Salman dengan datarnya.

"Lo gimana, Dek?" tanya Dini.

"Apanya?" Salman bertanya Balik.

"Ya kabarnya lah!"

"Oh!" kata Salman sambil mendengus gelisah, "Gak kenapa-kenapa. Udah gue bilang tenang aja, gue bisa jaga diri gue sendiri."

"Man! Gue Kakak lo, gue tau lo seperti apa. Jangan lo pikir di sini gua seneng-seneng aja sama suami gue?" sergah Dini masih dalam kadar yang lembut karena dia paham sedang berbicara dengan siapa. "Kalau ada masalah, cerita, Man! lo Adik gue satu-satunya. Gue mau lo bahagia. Mungkin lo terbiasa menyelesaikan masalah lo sendiri. Tapi perlu lo ingat satu hal. Terbiasa sendiri bukan berarti lo bisa menjalani hidup tanpa ada yang mendampingi. Tolong jangan egois."

"Kak! Tolong!" Potong Salman.

"Man! lo dari kecil sudah terlalu banyak pikiran, Man! lo menanggung beban yang seharusnya bukan lo yang ngatasin. Lo terlalu memaksa diri lo sendiri."
"Kak! Berhenti atau gue matiin telponnya?" sergah Salman, sedikit membentak.

"Oke-Oke! Dek!" Lembut sekali Dini ketika dirinya tahu kondisi adiknya sedang tidak baik-baik saja.
"Man!" Lanjut Dini dengan suara yang sangat lembut untuk menenangkan adiknya tersebut, "Kalau sayang, kalau masih mau lanjut, perjuangkan, jangan dilepas. Gue tahu pasti maupun lo atau Nada gak bakal semudah itu ngelupain semuanya."

Hening, tak ada balasan apapun dari Salman, hanya hembusan napas yang samar yang terdengar.

"Man!"

"Y-ya?" sahut Salman.

"Jangan siksa diri lo sendiri ya, Dek! Kalau sayang, perjuangkan sampai perjuangan lo gak dihargai sama sekali."

Tut... tut...

Sambungan terputus, sengaja Salman memutuskan panggilan tersebut. Dirinya hanya butuh ketenangan. Karena tanpa sadar beberapa hari ini dirinya dibawa ke titik terendah karena pikirannya sendiri.

Kembali pria itu menghembuskan napasnya, menghela lagi lalu mendangakkan kepalanya menatap langit-langit kamarnya. Seandainya saat itu dia tidak egois, seandainya saat itu dirinya mampu menahan emosinya, pasti kejadian sekarang tidak akan seperti ini. Saling sendiri, mengurung sepi dengan berpura-pura ramai, tentram seolah baik-baik saja.

Menghela lagi pria itu lalu mulai mengatupkan mulutnya.

"C-coba, saja," tatapan itu kosong. "Coba saja saya gak emosi saat itu, Nad! Pasti kita gak akan begini sekarang. Saya nyesel, Nad!"

Dirinya kini mencoba untuk tenang dan merebahkan tubuh itu ke kasur dengan seprai bewarna biru pekat. Menarik napas untuk mencoba tenang lagi, walau untuk tenang saja rasanya sangat susah.
"Saya Minta maaf, Nad! Mungkin ini takdirnya. Mungkin ini balasan dari perbuatan saya dulu. Tapi kali ini kenapa di saat saya sudah mulai benar-benar mengosongkan hati hanya agar kamu bisa masuk ke dalam hati saya.... kenapa? Nad? Kenapa?!"
Kata-kata seperti itu saat di ucapkan rasanya seperti sebuah kata klise, tak ada artinya, sebagaimana kita berbicara dengan dinding dalam ruangan yang kedap suara. Menggema namun tak terdengar sampai ke luar.

Setiap hari seperti terasa berat dijalani. Menulis yang biasanya menjadi sebuah hobi baginya kini terasa sangat hambar untuk dilakukan.

Karena, semangatnya perlahan pudar, apalagi yang dahulu semangatnya dalam menulis adalah karena bisa membuat dirinya merasa senang sebab bisa mengatur dengan indah karekter tulisannya ingin menjadi seperti apa kisah itu.

"Nad." Tanpa Sadar mulut itu mengatakan Nama itu walau hanya sepenggal.

Terasa sudah penat dalam dirinya. Sebab, rindu mau di kurung dalam benteng sekuat apapun tidak akan bisa tertahan, karena sejatinya obat rindu ialah dengan bertemu.

Tanpa itu semuanya seperti sia-sia. Menangispun akan menambah volume kerinduan itu sendiri. Bercerita juga akan membuat suasana hati menjadi semakin sedih dan tak terkendali.

Megurung diri tetap saja tidak akan berguna kan? Karena tubuh dikurung namun pikiran tidak akan pernah bisa dikurung.

Mau seperti apa hubungan mereka?
Memang benar kata pepatah, manusia berencana tapi tetap Tuhan yang menentukan. Sebenarnya kisah ini tidak terlalu rumit bagi mereka? Tidak serumit cinta beda agama, tidak pula serumit cinta tanpa restu orangtua. Ini hanya cinta yang ditutupi oleh benteng gengsi yang sangat tinggi.

Mereka ingin kembali menyatu tapi mereka lupa untuk melakukan usaha, hanya bersandar pada dinding tebal gengsi tersebut. Padahal jika salah satu di antara mereka ada yang melakukan usaha untuk meminta maaf pun rasanya masalah mereka akan cepat selesai.

Tapi pikiran Salman tidak seperti itu, Nada pun sama. Hanya karena sebuah masalah menimbulkan pisah lalu rindu lalu ingin kembali namun ragu.
LDR kali ini rasanya sangat berbeda dengan yang sebelumnya. Karena dalam hubungan kali ini ada rindu yang tak kunjung bertemu.

Update setiap hari Rabu Ya!
KARENA CERITA SUDAH SELESAI SEPENUHNYA!

Terima kasih sudah setia sama SALMAN & NADA
JANGAN LUPA COMMENT DAN VOTE YA
KRITIK DIPERLUKAN :)

PAMIT (SEKUEL HE IS SALMAN) [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang