08 (HOMESICK)

546 79 34
                                    

08

HOMESICK

"Karena rindu menyuruhku pergi ke sana."

Azan zuhur mulai menggema dari Masjid Yildirim Beyazit Cami, masjid yang luas dengan latar taman yang juga luas. Berhubung dirinya sedang di dekat masjid karena sedari pagi tadi dia sedang dilanda homesick. Sebuah rindu yang menyuruhnya untuk pulang. Bukan. Bukan menyuruh pulang, melainkan ada keinginan dari dalam dirinya untuk pulang ke Indonesia, namun entah untuk bertemu siapa rasa itu.

Dengan cepat setelah azan selesai dikumandangkan, Salman langsung berjalan masuk ke dalam masjid itu. Memang gaya arsitektur masjid-masjid di Turki ini sangat khas dan hampir sama semuanya.

Berjalan dia menuju tempat wudhu. Memasuki barisan shaf ketiga dan di sebelahnya sudah ada Arya yang selalu setia mendampingi ke manapun orang itu pergi.

Karenanya Arya menapatkan pelajaran hidup, karenanya dia mendapatkan motivasi dan semangat, karenanya dia menjadi lebih tenang dalam menyikapi sesuatu, padahal sebelum bertemu dengan Salman, Arya adalah sosok yang malas dan amburadul. Imam sudah takbir, barisan makmum mulai mengikutinya dengan khusyuk.

Seusai melanjutkan salat, mereka berdua memilih duduk di pojok sudut ruangan masjid dan berdiam diri di sana. Salman merenung sambil bersandar pada dinding masjid. Sedangkan, Arya hanya bisa menebak-nebak apa yang terjadi dengan Salman.

"Man!" Arya mulai berucap. "Ada apa?"

Salman menggeleng dengan lembutnya, kepalanya tetap menunduk.

"Ayolah, Man! Di sini gak ada siapa-siapa yang kamu kenal, ayolah cerita, siapa tau aku bisa bantu gitu?"

"Nggak, Ar! Saya cuma rindu rumah aja," jawabnya dengan nada yang sangat-sangat pelan. Bahkan Arya harus mencerna kata-kata itu dengan lama.

"Cuma itu?" Arya menautkan alisnya. "Waktu itu aku tanya, kata kamu, baru dua bulan masa udah kangen. Lah sekarang?"

"Nggak tau, tiba-tiba aja kangen sama Indonesia."

"Kangen rumah atau orang yang ada di Indonesia juga?" tanya Arya lebih menyudutkan ke arah perempuannya Salman.

"Siapa?" tanyanya balik sok lugu.

"Ya enggak tau. kamu aja gak pernah terbuka sama aku, Man. Gak pernah bilang masalah kamu sama aku, Man."

"Kamu pernah nggak, Ar? Pengen gitu rasanya pergi ke suatu tempat, tapi gak tau di tempat itu kamu mau ngapain?"

Arya berbikir sejenak berusaha mengerti maksud Salman. Tapi, pada akhirnya dia menggeleng karena tidak pernah mengalami apa yang dimaksud lelaki di hadapannya itu. "Memangnya pengen ke mana, Man?"

"Istanbul," jawabnya dengan mata menatap kosong mengarah ke atas.

Melihat Salman menatap langit-langit masjid, alhasil dia mengikuti dan mendangak memperhatikan langit-langit masjid, lalu menoleh lagi kepada Salman. "Bukannya ke Istanbul udah sering kita?"

Salman menghela napas. "Yaudah, yuk!" Salman beranjak berdiri.

"Ke mana lagi kita?" tanyanya sambil mengikuti arah laki-laki itu pergi keluar dari masjid.

Siang hari di negeri ini rasanya seperti dinginnya udara puncak pada malam hari. Jaket tak pernah terlepaskan dari badan mereka berdua karena memang sangat dinginnya.

Awalnya Salman tidak biasa dengan cuaca di negeri ini, tetapi lama-kelamaan dia bisa beradaptasi dengan cuaca di sini.

Mereka berjalan menyusuri jalan menuju rumah yang tak jauh dari masjid tempat tadi mereka melaksanakan salat. Arya terus mengikuti langkah kaki Salman berjalan.

Cowok ikal itu selalu ada di mana Salman pergi kecuali saat dia bekerja. Baginya Salman adalah sahabatnya, walau mungkin Salman tidak menganggapnya demikian.

"Makan Sop yuk, Man?"

"Di mana?"

"Ya di deket sini aja. Tapi makannya di rumah makannya, jangan dibawa pulang, gimana?"

Salman menggeleng. "Nggak, Ar!"

"Yeh! Sekali-sekali, Man! Makanan tuh kalau di bawa ke rumah gak enak, keburu dingin. Jangan begitu terus dong, kamu tuh deso atau gimana sih? Apa-apa di bawa ke rumah."

"Kamu kalau mau makan-makan aja, Ar! Saya mau pulang, ada urusan," jawab Salman menyudahi perbincangan diantara keduanya.

Salman berjalan dengan cepat meninggalkan Arya di belakangnya yang hanya mematung sambil menggaruk rambutnya karena bingung ingin ikut Salman atau makan siang. Akhirnya dengan cepat dia memutuskan mengejar Salman.

Sedapatnya Arya mengejar Salman dan kini tiba di rumah. Arya langsung mendapati perempuan yang berada di depan rumahnya dengan membawa kantong plastik. Perempuan itu memang sering datang ke rumah setiap akhir pekan.

"Annisa," sapa Arya dengan senyuman dan langsung mengambil kantong plastik yang dibawa oleh gadis itu."

"Habis dari mana kalian berdua?" tanya gadis itu.

Gadis bernama Annisa Hatice Andini, dia orang Indonesia yang berkuliah di salah satu Universitas di kota Edirne. Sudah hampir dua tahun dia berada di sini.

"Biasa, habis nyari angin. Aku masuk ya, seperti biasa aja, Nis, kalau dia begitu." Arya langsung masuk ke dalam rumah dan Annisa mengangguk tersenyum.

Di luar rumah, Arya meninggalkan Salman dengan gadis itu berdua. Karena memang kedatangan gadis itu hanya untuk Salman. Arya sengaja mendekatkan keduanya agar Salman bisa melupakan perempuannya di luar sana.

"Kamu habis ke mana, Man?" tanya Annisa.

Salman menunduk dan berjalan. "Maaf! Kalau mau masuk, masuk aja, udah dipersilahkan masuk kan sama yang punya rumah. Misi!" Salman benar-benar masuk ke dalam rumah itu meninggalkan Annisa seorang diri di luar rumah.

Masih benar-benar tak ada yang berubah dari Salman. Lugu dan kakunya terhadap perempuan yang benar-benar membuat para wanita kesal namun merasa tertantang untuk bisa dekat dengannya.

Gimana Sama Annisa?
Tunggu lanjutannya.
Vote & Comment jangan lupa.
Yuk bantu 1k pembaca ^...^

PAMIT (SEKUEL HE IS SALMAN) [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang