14 (MAAF)

596 81 85
                                    

14

MAAF

"Tak mungkin bisa lupa, jika kamu saja tak pernah menyuruhku untuk melupa."

Pagi hari ini benar-benar dingin, sepertinya salah waktu jika datang ke sini pada musim dingin. Seharusnya datang pada musim semi. Tapi ya mau bagaimana lagi.

Sudah jalannya harus datang pada musim dingin ini, daripada menunggu lebih lama dan mengakibatkan penyakit hati yang tidak-tidak nantinya.

Dalam kamar dengan luas lebih dari lima kali lima meter persegi, terdapat gadis yang masih meringkuk di ranjang, berselimut dan menghadapkan kepalanya pada jendela yang sudah menyembulkan cahaya. Walau begitu, tetap saja dia tak beranjak untuk melakukan apapun.

Malas baginya melakukan hal apapun saat ini. Semalaman menangis rasanya tak cukup, padahal matanya sudah sangat sembab karena terus-terusan menangisi cowok yang sama sekali tak menghargai kedatangannya.

Rasanya ingin dia menangis lagi. Tapi entah mengapa seperti tertahan dan justru merasa menyesal karena telah menangis. Lalu berpikir, untuk apa menangisi lelaki yang sama sekali tak menganggap dirinya ada?

"Nad! Bangun!" Itu suara Jery sambil mengetuk pintu kamar Nada.

Persetan dengan dia sekarang. dirinya hanya ingin berpikir bagaimana selanjutnya sekarang. Tetap atau pergi dari sini. Pilihan mudah namun terasa janggal baginya. Entah kenapa seperti tertahan oleh hatinya sendiri. Berat rasanya meninggalkan kota ini.

"Nad!"

Masih tak peduli sama sekali dengan Jery. Dia tetap berbaring di kasur dan kali ini malah menutupi seluruh badannya dengan selimut, memilih diam di kamar.

"Nad! Ada surat dari Nyokap tuh, di meja!"

Nada langsung terbangun duduk, mengernyit bingung dengan seruan Jery barusan. kenapa kirim surat? Bukannya bisa melalui email mauput skype? Tak berpikir panjang, akhirnya gadis itu melepaskan ikatan dirinya dengan kasur yang begitu kuat bak medan magnet.

Membuka pintu kamar dan berjalan menuju meja telepon. Dirinya terhenti saat melihat ada seseorang di sampingnya, melihat ke arah meja telepon dan tak ada satupun surat maupun selembar kertas yang berada di sana.

Dahinya mengerut, menunduk dan menengok dengan sangat hati-hati. Ternyata dia, yang dilihat adalah orang itu, cowok itu, yang membuatnya berhasil menangis semalaman. Tanpa mengucapkan sepatah kata, gadis itu langsung berbalik badan dan mencoba kabur dari pandangan.

"Nad! Kamu salah paham!"

Mendengar ucapan cowok itu. Nada, yang sudah berada di dalam kamar dan bersiap menutup pintu, seketika harus diam membisu, tak bisa bergerak akibat ucapan itu. dia penasaran, memang benar salah paham atau kenapa.

Cowok itu melangkah maju ingin ikut masuk ke dalam kamar untuk menjelaskannya. Namun Nada dengan cepat menyuruhnya berhenti karena tak ingin siapapun masuk ke dalam kamarnya termasuk cowok itu.

"Berhenti sampai di situ." Nada masih menunduk karena menyembunyikan wajahnya yang sembab.

Kini mereka berdua dibatasi oleh pintu. Nada yang berada di balik pintu dan Salman yang berada di depan pintu.

"Salah paham gimana?" tanya Nada dengan suara yang parau dan sedikit serak.

"Kamu mikirnya gimana semalam?" tanya Salman.

"Mikir gimana?" tanya Nada lagi.

"Mikir saya sama dia semalam."

"Oh!" Gadis itu terdiam senejak. "Mikir kalau gue cuma permpuan bodoh yang bisa-bisanya datang untuk merusak hubungan orang lain."

PAMIT (SEKUEL HE IS SALMAN) [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang