38 (MEMBAGI KEBAHAGIAAN)

72 26 40
                                    

Vote, Komen dan Kritik adalah semangat untuk saya
Update setiap Rabu dan Sabtu
Saat mencapai Chapter terakhir akan ada Give Away.

****

"Setidaknya jangan pernah mengemis sebuah cinta lagi."

Sudah sekitar dua minggu sejak kepulangannya dari Yogyakarta untuk menyelesaikan sebuah masalah dengan Salman, kini hari-hari Nada begitu sangat bahagia. Tiada hari dia lewati tanpa senyuman. Dunia kembali direbut lagi olehnya. Sepertinya.

Bagaimana tidak bahagia? Setiap hari mereka berdua saling bertukar cerita lewat telepon, saling membagi dan bertukar kebahagiaan yang mereka rasakan, tak luput juga bercerita lagi tentang penderitaan yang mereka alami selama ini. Tepatnya selama menjalin hubungan tanpa status.

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam dan perempuan itu masih saja terduduk di kursi kerjanya yang telah tersedia teh hangat dan sepiring kue kering di meja yang di hadapannya. Tertawa terbahak-bahak mendengarkan suara dari seseorang yang sedang bercerita dari ponsel yang didekatkan di telinganya.

"Kok ketawa sih?" tanya Salman pada ponselnya.

"Ya lagi, habisnya. Kok bisa sih salah salah masuk kamar mandi?"

"Ya habisnya tanda pembedanya hanya tulisan, saya kan belum begitu paham bahasa Turki waktu itu, basah saya, Nad. Di siram sama perempuan-perempuan itu," kata Salman sedikit ada rasa malu.

Nada semakin terbahak tertawa bahkan suara itu sampai masuk menggema ke sebelah kamarnya, yaitu kamar Naya.

"Terus-terus?" tanya Nada masih merasa seru.

"Ya malu terusnya, bayangin, saya jalan keluar Mal dilihatin sama orang-orang di sana. si Arya juga malah ketawa saja lihat saya kuyub begitu. Paling di ghibahin saya sama orang-orang sana." Semuanya dia ceritakan saat pertama kalinya ke Turki pada waktu itu.

Nada kembali terbahak. "Ya kalau ada aku juga bakalan ketawa sih, bantuinnya belakangan aja," kata Nada seraya lengannya mengambil gelas teh miliknya. Kemudian tertawa lagi.

"Ketawanya jangan keras-keras," gumam Salman.

Nada menyesap teh hangat itu, kemudian meletakannya lagi. "Kenapa sih? Kok ngomongnya begitu?" tanya Nada. Bingung.

"Ya gak kenapa-kenapa! Kamu kayaknya bahagia banget."

"Ya gimana gak bahagia! Orang aku lagi teleponan sama orang yang aku sayang dari dulu."

Nada berdiri meninggalkan kursinya dan beralih merebahkan tubuhnya pada kasur empuk miliknya. "Oh iya! Kamu jadi kan minggu ini ke Jakarta?" tanya Nada seraya menggigit ibu jarinya. Tidak enak sebenarnya bertanya seperti itu.

"Emmm.... Jadi, Nad! Tapi kayaknya saya sendirian. Kata Dini, Ibu jangan di bawa jauh-jauh." Jawab Salman.

"Ya ampun. Semoga Ibu cepet sembuh ya."

"Iya. Aamiin."

"Nad... Boleh minta sesuatu gak?" tanya Salman, skeptis.

"Apa?"

"Nanti..."

"Nanti apa, Man?"

Pertanyaan terputus dari Salman benar-benar membuat Nada bangkit dari posisi tidurannya. Jantungnya berdebar cepat, panik, dan takut.

"N-nggak... gak apa-apa, gak jadi, Nad. Gak penting juga." sahut Salman diakhiri dengan tawa samar.

"Man, jangan bikin aku panik dong."

PAMIT (SEKUEL HE IS SALMAN) [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang