PROLOG

1.4K 133 90
                                    


Sydney, Australia...

"Sudah hampir tujuh tahun berpisah melawan arus, menolak nafsu, menahan rindu. Dua merpati yang sudah saling menghilang, jarang bertemu, ingatan yang menolak lupa, walau dipaksa melupa pun tak akan bisa."

Siang ini tepat pukul sebelas siang waktu Sydney Australia, terdapat di bangku taman seorang gadis dengan pakaian dingin tengah asik menari-narikan jari jemarinya di atas layar ponsel. Menunggu kehadiran seorang yang spesial baginya, yang telah didapatkannya dengan susah payah, dengan usaha yang sangat berat, dengan menahan nafsu untuk bertemu. Tapi kini rindu itu akan hilang sebentar lagi, karena kedua insan itu akan saling bertemu, saling tersenyum lagi, bertatap wajah, tertawa riang, saling bercerita. Tak lama lagi itu akan terjadi.

Gadis itu mulai menempelkan ponsel ke telinganya.

"Man, dimana?"

"Emm...."

"Salman, jawab serius."

"Maunya dimana nih?" tanya laki-laki itu dengan sedikit cekikan tawa.

"Di injek! Man, serius ah, aku udah lama nih nunggunya," balas gadis itu dengan wajah yang sedikit kesal.

"Kamu tanya orang yang ada di depan kamu yang di deket pohon itu tuh, yang pakai jaket abu-abu."

"Terus?" tanya Nada, matanya memutar mencari dimana maksud tujuan Salman.

"Tanya sama dia, aku dimana?"

"Oke, jangan dimatiin teleponnya."

Nada mulai berjalan mendekati objek yang dimaksud Salman, walau ragu untuk mulai bertanya.

"Excuse me. I want to ask?" tanyanya pada pria itu, "can?" tanyanya lagi.

"Oh! Yes, sure, ask what?"

"Know where is, Salman?"

"Yes, of course, He is behind that tree," ucap pria itu sambil menunjuk ke arah pohon yang dimaksud.

"Oke, thank you."

"Yes, you are welcome."

Nada berbalik badan dan berlari mengejar ke arah pohon itu. mulai mendekatinya, Nada memelankan laju kakinya, mengendap-endap bak maling yang ingin mencuri. Hitungan ketiga di dalam hatinya dia mengageti orang yang bersembunyi di balik pohon itu, namun tak ada siapa-siapa. Wajah itu kaget melihatnya.

"Ih, kok gak ada."

"Baaa..."

Nada terkejut mendengar suara itu, tubuhnya juga sudah melompat tinggi. Berbalik badan dan dilihatnya, ternyata laki-laki itu, dia yang kini rambutnya mulai ikal entah karena apa.

"Ih! Apaan sih, kaget tau. Bohong banget katanya ada disitu. Tukang boong sekarang mah, males ah, ntar diboongin juga lagi," cetusnya dengan wajah cemberut.

Laki-laki tinggi itu hanya tertawa geli karena ulahnya dan efeknya kini.

"Dih kesel. Masih aja keselan, kirain udah dewasa, eh sama aja."

"Kata siapa? Udah dewasa, ini, tiap hari disini juga sendiri, jarang bareng temen," balas Nada.

"Emang punya temen?" ledek Salman.

"Tuh kan. Au ah males ah."

"Iya-iya maaf! Nad, dewasa itu masalah sikap dan tanggung jawab, bukan kemana-mana sendiri tanpa perlu bantuan orang lain, kalau itu namanya mandiri sama egois."

"Au ah bete."

"Yaudah-yaudah! Mau kemana kita. Emang gak dingin? Anginnya kenceng kayak gini?"

"Ke cafe, yuk."

"Yaudah, yuk."

Selangkah mereka berdua jalan, kupluk yang Nada pakai di kepalanya terbang karena angin yang begitu kencang. Kupluk itu terbawa dan terjatuh di jalan raya. Melihat itu, Salman tak tinggal diam, laki-laki itu langsung berlari untuk mengambilnya. Didapatkannya kupluk itu lagi. Namun, sesaat ingin kembali kepada Nada. Ada motor yang melaju kencang yang tiba-tiba sudah berada di samping mobil.

"SALMAN...." pekik Nada dengan kerasnya.

Lelaki itu kini terpental sekitar lima meter dengan kepala yang membentur aspal jalanan. Nada langsung menghampirinya, menangis di hadapannya, berteriak sekuat mungkin meminta bantuan.

"Man! Salman." Di goyang-goyangkan tubuh lelaki itu karena tak tau harus berbuat apa lagi, "Man! Salman! Help... please help me!"

Suara desisan napas yang terengah-engah, jiwa itu kembali mengisi tubuh yang telah tertidur selama hampir enam jam. Gadis itu terbangun dari mimpi buruknya. Matanya menatap kosong ke arah jendela rumahnya. Tangannya mengelus dada, dihembuskan napas leganya karena tadi hanya sebuah mimpi.

"Mimpi..." ucapnya dengan napas yang terengah-engah.

Walau mimpi, tetap saja hati itu tak tenang. Dilihat ke kiri tepat dimana sebuah kalender tertempel di dinding, terdapat lingkaran merah pada tanggal 10, tanggal dimana dirinya akan pulang kembali ke Indonesia, dimana tugasnya selama di Australia selesai, tepatnya sekitar dua minggu lagi.




Gimana Prolognya?

Kasih saran dan kritikan terus ya agar cerita ini bisa bagus

jangan bosen ya baca dan nunggu next partnya :)

comment jangan lupa 

PAMIT (SEKUEL HE IS SALMAN) [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang