14. Tangisan Klan Malam Itu

471 100 90
                                    

Sikap gue emang sering bikin orang salah paham ya?—Bella Adiretno

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sikap gue emang sering bikin orang salah paham ya?
Bella Adiretno

Sikap gue emang sering bikin orang salah paham ya?—Bella Adiretno

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lonceng sekolah

Bel, gw ke rmh lo ya |
Ada yg mo gw omongin |

Di sepanjang perjalanan pulang setelah membeli sate pesanan Bunda-nya, yang ada di pikiran Klan hanya tentang Rasna. Bagaimana santainya pemuda itu ketika Klan memergoki foto Bella yang Rasna simpan di galeri hpnya, sampai saat pemuda itu mengutarakan maksudnya sebagai tanda akhir obrolan mereka. Dan entah kenapa Klan merasa harus berbicara dengan Bella perihal Rasna.

"Non, udah sampai." Suara sopir yang mengantar Klan membuyarkan lamunannya. Tanpa banyak basa-basi lagi, Klan bergegas keluar, membuka pintu mobil dan menutupnya kembali dengan bantingan yang cukup kuat.

Pak sopir yang mengantar Klan hanya bisa elus dada sambil geleng kepala prihatin, batinnya berucap, anak muda kalau habis ketemu tambatan hatinya jadi kayak orang gila ya? Pak sopir tersenyum geli sebelum mulai menyalakan kembali mesin mobil untuk dipindahkan ke dalam garasi.

"Bunda!" Tidak biasanya Klan masuk rumah tanpa salam dan berteriak memanggil Bunda Ririn.

Ayah Setya yang memang tadi lagi ada di ruang tamu lantas menyahut duluan. "Kenapa, Ki? Ada masalah?" Ayah Setya bangkit dari duduknya sambil meletakkan remote televisi di atas meja kaca kemudian menghampiri Klan.

"Nggak ada kok, Yah. Cuman mau ngasih sate ayam pesanannya Bunda," jawab Klan.

"Kan bisa langsung datengin Bunda di dapur, sayang," ucap Ayah Setya membenarkan lalu mengelus pelan puncak kepala anak semangat wayangnya.

Klan tertegun, ah iya benar juga apa yang dibilang Ayah Setya. Lantas, Klan menunjukan cengirannya. "Maaf, Yah," lirihnya.

Ayah Setya mengangguk singkat. "Iya, ya udah sana kasih sate ayam pesanan Bunda ke dapur, jangan teriak lagi kayak tadi, nggak sopan, Ki," pesan Ayah Setya sebelum kembali lagi pada posisi awalnya—duduk santai di sofa ruang tamu, sibuk mencari acara televisi yang menarik untuk ditonton.

Catatan LakunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang