O9. Tawa Rasna yang Klan Lihat

566 120 197
                                    

Sebenarnya, ketawa itu mudah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebenarnya, ketawa itu mudah. Tergantung sama seberapa besar kemauan seseorang aja untuk bisa ngerasain bahagia dari sederhananya sebuah tawa.
-Klandestin Kiani Trifawin

Suara genjrengan gitar yang dipangku oleh Nolan terdengar beriringan dengan suara merdu milik Hasta dan Juna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara genjrengan gitar yang dipangku oleh Nolan terdengar beriringan dengan suara merdu milik Hasta dan Juna. Jangan tanyakan di mana Dhipa, cowok itu memilih duduk diam di samping Juna sambil nyemil nabati rasa keju.

"Ku ingin kau tahu, ku ingin kau slalu, dekat denganmu setiap hariku." Hasta mulai menyanyikan lagu yang awalnya sudah mereka sepakati. "Sudahkah kau yakin, untuk mencintaiku, ku ingin hanya satu tuk selamanya."

"Ku tak ... melihat dari sisi sempurnamu." Suara Juna langsung menyambung saat Hasta mengisyaratkannya dengan tepukan di paha Juna. "Tak perduli kelemahanmu, yang ada aku jatuh cinta, karena hatimu. Cintaku ...."

"Tak pernah memandang siapa kamu, tak pernah menginginkan kamu lebih, dari apa adanya dirimu, selalu." Nolan tersenyum setelah menyelesaikan satu bait lagu yang membuatnya mengingat Ara.

"Cintaku, terasa sempurna karena hatimu. Selalu menerima kekuranganku. Sempurna cintaku." Suara Hasta, Juna, sekaligus Dhipa mengakhiri lagu "Indah Cintaku" yang mereka nyanyikan pagi ini.

"Kita jadi pengamen pasti sukses," celetuk Hasta sambil mencomot satu wafer nabati milik Dhipa.

Nolan justru tertawa. Apa? Pengamen? Pengamen seganteng mereka?

"Bahasanya kasar banget, musisi jalanan kek biar lebih berkelas gitu," tanggap Dhipa yang makin membuat Nolan tertawa.

"Tumben kembaranku ini pintar," puji Juna pada Dhipa yang nyatanya lebih terdengar seperti hinaan.

"Pengamen seganteng kita mana ada ya ampun," lerai Nolan sambil geleng-geleng kepala tidak habis pikir dengan isi pikiran tiga kembarannya.

Hasta mengerutkan keningnya sambil bersedekap dada ketika mendengar ucapan Nolan. "Pengamen itu mau jelek mau ganteng, yang penting bisa nyanyi dan narik perhatian orang. Ga perlu ganteng juga, lo manis aja pasti banyak yang tertarik," jelasnya.

Catatan LakunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang